Kisruh Partai Demokrat

M Qodari Bongkar Kejanggalan AD/ART Demokrat, Dikunci Jadi Partai Tertutup Keluarga, SBY Berkuasa

M Qodari bongkar kejanggalan AD/ART Partai Demokrat, dikunci jadi partai tertutup keluarga, SBY berkuasa

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribunkaltim.co
SBY dan keluarag di tubuh Partai Demokrat. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat akhirnya terlaksana di Sumatera Utara.

Dalam KLB tersebut, Kepala Kantor Staf Presiden ( KSP) Moeldoko terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum.

Meski demikian, hasil KLB tersebut dibantah Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY).

Salah satu kejanggalannya yakni KLB digelar tanpa persetujuan Majelis Tinggi yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY).

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mempertanyakan sistem AD/ART di Partai Demokrat yang mengatur pemegang kekuasaan tertinggi.

Hal itu ia sampaikan dalam tayangan Dua Sisi di TvOne, Kamis (4/3/2021).

Baca juga: Langkah Pertama Moeldoko Usai Ditetapkan jadi Ketum Partai Demokrat, Singgung AD/ART, Reaksi AHY?

Baca juga: AHY Minta Pertolongan Jokowi dan Mahfud MD, Buntut Moeldoko Ditetapkan Ketum di KLB Partai Demokrat

Diketahui, para politikus senior Partai Demokrat bersikeras mengadakan Kongres Luar Biasa ( KLB) terkait pemecatan 7 kader senior dan isu kudeta.

M Qodari lalu menyoroti aturan yang tertuang dalam AD/ART dalam rangka menyelenggarakan KLB.

"Kalau bicara AD/ART, sebetulnya tidak mungkin diselenggarakan KLB itu," jelas M Qodari.

"Tapi nanti peserta KLB akan berargumentasi, bahwa memang, maaf istilahnya, AD/ART ini dibikinnya akal-akalan," komentar dia.

Ia menjelaskan alasan aturan itu dibuat akal-akalan adalah berdasarkan porsi suara setiap pengurusnya.

"Akal-akalannya apa?

Satu, permintaan majelis tinggi.

Kedua, apabila diminta dua per tiga DPD provinsi, separuh DPC kabupaten/kota, dan disetujui oleh ketua majelis tinggi," papar M Qodari.

"Ini nanti yang dibilang akal-akalan.

Karena apa?

Sekarang partai ini kekuasaan tertingginya di mana?

Ketua majelis tinggi atau peserta kongres?" lanjut pengamat politik itu.

Jika diteliti, jumlah suara Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebetulnya kalah dibandingkan para pengurus di daerah.

"Apalagi kalau kita lihat di ART-nya, sebetulnya yang punya hak suara di kongres itu, majelis tinggi ada 9 (suara), DPP 5 (suara), kemudian DPD ke provinsi itu 2 (suara), provinsi ada 34 berarti 64 (suara)," kata M Qodari.

"Kemudian DPC kabupaten/kota cuma 1 (tiap kota), berarti ada 500," lanjut dia.

"Jadi sesungguhnya suara paling besar itu adalah DPC dan DPD.
Kok kalau mereka berkehendak harus dengan ketua majelis tinggi?" tambahnya.

Dengan begitu, M Qodari mempertanyakan legitimasi suara ketua majelis tinggi dalam menyelenggarakan KLB.

Ditambah lagi dengan fakta AHY merupakan putra sulung SBY.

"Dan ketua majelis tinggi itu kita ketahui adalah SBY.

Wakilnya adalah AHY.

Orang melihat ini sudah dikunci sedemikian rupa untuk menjadi partai tertutup keluarga, begitu," tambah M Qodari.

Baca juga: Moeldoko Terpilih Aklamasi, Orang Dekat Anas Bocorkan Ada PAW Massal Demokrat, Jhoni Allen Ahli KLB

Sifat SBY Dibongkar

Mantan anggota sekaligus pendiri Partai Demokrat Tri Yulianto mengungkapkan proses pemecatan tujuh kader, termasuk dirinya.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored, Kamis (4/3/2021).

Tri Yulianto mengaku tidak terkejut setelah dirinya dan enam orang politikus senior Demokrat dipecat.

Mereka disinyalir terlibat Gerakan Pengambilalihan Kekuasaan Partai Demokrat (GPK-PD) alias kudeta.

"Setelah saya mendengar dipecat, saya ketawa-ketawa, menurut saya," ungkap Tri Yulianto.

Ia menyinggung surat keputusan (SK) pemecatan yang dinilai mengandung kejanggalan.

"Apalagi setelah saya membaca surat keputusan pemecatan itu. Itu tidak punya makna bagi saya, itu tidak punya arti sama sekali," kata Yulianto.

Baca juga: Tegaskan KLB Demokrat Tidak Sah, AHY Sebut Peserta yang Hadir karena Paksaan, Ancaman, dan Imbalan

Tri Yulianto lalu menyinggung sifat mantan Ketua Umum yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Yulianto, SBY memiliki caranya sendiri saat berurusan dengan seseorang.

Mantan Presiden ke-6 itu akan mengumpulkan para anggotanya dan membuat isu yang terkesan mendesak.

"Pertama, kita tahu tipologinya Pak SBY ini, kalau mau nabok orang tidak pernah langsung," jelas Yulianto.

"Dia kumpulkan 34 DPP dulu, seolah-olah ada desakan. Sudahlah, kader-kader itu yang pengkhianat bla-bla-bla, pecat," ungkapnya.

"Saya maklumlah, itu. Saya hormat dengan Pak SBY dan saya tahu persis Pak SBY ini tipologinya seperti apa," tambah mantan anggota DPR ini.

Yulianto menilai sosok SBY tidak pernah secara langsung menggunakan kekuatannya untuk berurusan dengan orang lain dalam partainya.

"Dia tidak pernah frontal jadi selalu menggunakan pihak ketiga," terang Yulianto.

Ia lalu menyinggung kejanggalan dalam SK pemecatan terhadap dirinya.

Yulianto menyoroti Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak ikut menandatangani surat tersebut.

"Begitu saya baca SK-nya, tahu enggak, yang tanda tangan bukan seorang ketua umum? Yang tanda tangan sekjen atas nama ketua umum," ungkap Yulianto.

"Ini saya ketawa. Lebih fair ketua umum dengan sekjennya. Bagi saya itu bukan persoalan, enggak punya makna," katanya.

(*)

Artikel ini telah tayang dengan judul Qodari Sebut Aturan Kuasa Tertinggi di Demokrat Cuma Akal-akalan, SBY dan AHY Tak Punya Suara?, https://wow.tribunnews.com/2021/03/05/qodari-sebut-aturan-kuasa-tertinggi-di-demokrat-cuma-akal-akalan-sby-dan-ahy-tak-punya-suara?page=all.

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved