Kisruh Partai Demokrat
Moeldoko Dalam Bahaya Jika SBY Sukses Lobi Jokowi, Motif Ambil Alih Demokrat Bukan Jadi Capres 2024
Moeldoko dalam bahaya jika SBY sukses lobi Jokowi, motif ambil alih Partai Demokrat bukan jadi Capres 2024
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO - Moeldoko dalam bahaya jika SBY sukses lobi Jokowi, motif ambil alih Partai Demokrat bukan jadi Capres 2024.
Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang masih jadi perbincangan.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko terpilih sebagai Ketum Partai Demokrat dalam KLB tersebut.
Beberapa pakar politik pun menganalisa kisruh di tubuh partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) tersebut.
Bahkan, Moeldoko berpotensi terdepak apabila Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) bisa bersepakat dengan Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Pengamat politik Hendri Susilo mengatakan bahwa Moeldoko bisa saja ditendang dari kabinet jika Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) melakukan kesepakatan.
Baca juga: Hari Ini Demokrat Kaltim ke Polda Laporkan 7 Anggota Ikut KLB di Sumut, Diduga Palsukan Tanda Tangan
Baca juga: Ketua DPD Demokrat Kaltim Syaharie Jaang, Tiada Paksaan Dukung AHY Saat Kongres Kelima Tahun Lalu
Kisruh di tubuh Partai Demokrat kini kian memanas.
Pengamat menilai Moeldoko yang berani menerima jabatan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, hanya mempunyai tujuan untuk jangka pendek dalam karier politiknya.
Kepala Staf Presiden ( KSP) Moeldoko telah dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Jumat (5/3/2021).
Moeldoko terpilih melalui suara terbanyak dengan mengalahkan kandidat lainnya yakni Marzuki Alie.
Pengamat Politik dari Lembaga Survei KedaiKopi, Hendri Satrio menilai, kisruh yang terjadi di Partai Demokrat hanya bertujuan untuk jangka pendek.
“Jadi dalam sebuah negara ya memang partai politiknya berperan dalam perebutan kekuasaan."
"Maka akan sering terjadi upaya perebutan kekuasaan melalui partai politik atau skenario penguatan kekuasaan melalui parpol,” terang Hendri saat diwawancara Jurnalis KompasTV Maharani, Minggu (7/3/2021).
“Di Australia pernah terjadi."
"Saat kepemimpinan berlangsung kemudian diubah ketua parpol yang merupakan perdana menteri."