Mata Najwa
Mata Najwa Terbaru 21 April 2021 Soroti Klaim Dokter Terawan soal Vaksin Nusantara, Live di Trans7
Jangan lewatkan acara Mata Najwa terbaru edisi 21 April 2021 yang kembali menyoroti Dokter Terawan Agus Putranto, mantan Menteri Kesehatan RI.
TRIBUNKALTIM.CO - Jangan lewatkan acara Mata Najwa terbaru edisi 21 April 2021 yang kembali menyoroti Dokter Terawan Agus Putranto, mantan Menteri Kesehatan RI.
Ini bukanlah kali pertama Mata Najwa menyoroti sosok Dokter Terawan Agus Putranto.
Sewaktu masih menjabat sebagai Menkes, Dokter Terawan Agus Putranto pernah beberapa kali diundang namun tak hadir di acara Mata Najwa.
Sampai-sampai host Mata Najwa, Najwa Shihab, membuat wawancara dengan kursi kosong yang seolah-olah berbicara dengan Dokter Terawan.
Adegan wawancara kursi kosong Mata Najwa tersebut sempat viral dan menuai polemik.
Kini, Mata Najwa kembali menyoroti sepak terjang Dokter Terawan Agus Putranto.
Masalahnya adalah soal Vaksin Nusantara.
Baca juga: Detik-detik Munarman Merasa Dijebak di Mata Najwa, Balikkan Pertanyaan Najwa Shihab Soal ISIS
Baca juga: Kontroversi Vaksin Nusantara di RSPAD, Sikap Tegas KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa Dibutuhkan
Sebagai informasi, Vaksin Nusantara disebut-sebut sebagai vaksin yang dikembangkan oleh anak negeri untuk melawan Virus Corona atau Covid-19.
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Dokter Terawan Agus Putranto adalah sosok inisiator di balik Vaksin Nusantara ini.
Dokter Terawan mengembangkan Vaksin Nusantara ini bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah.
"Kami bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan juga dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell," kata Terawan saat diwawancarai Kompas TV beberapa waktu lalu.
Lantas, benarkah Vaksin Nusantara ini benar-benar buatan anak negeri?
Pertanyaan inilah yang coba dijawab Mata Najwa pekan ini.
Dalam unggahan Instagram Mata Najwa, tertulis narasi "Vaksin Nusantara: Buatan Amerika, Digaungkan Terawan, Didanai Negara".
Baca juga: Usai Terawan Suntik Vaksin Nusantara ke Aburizal Bakrie, Anang dan Ashanty Ambil Sampel Darah
Melalui video singkat, tim Mata Najwa menjelaskan asal muasal Vaksin Nusantara yang diklaim sebagai vaksin anak negeri.
Nyatanya, video tersebut membeberkan fakta sebaliknya.
"Vaksin Nusantara kerap disebut-sebut sebagai vaksin COVID-19 hasil karya anak bangsa. Tapi...... Hal sebaliknya justru terungkap. Vaksin yang katanya digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu bukanlah berasal dari Indonesia, melainkan dari Amerika Serikat.
Nah lho, bagaimana ceritanya? Ini jawabannya.
Saksikan juga #MataNajwa, ”Vaksin Cap dalam Negeri”. Rabu, 21 April 2021 Live 20.00 di @OfficialTrans7," demikian unggahan Instagram Mata Najwa.
Bagaimana jalannya diskusi Mata Najwa edisi Rabu 21 April 2021?
Tonton Live Streaming Trans7 Mata Najwa melalui link berikut:
*Disclaimer: Link Live Streaming Trans7 acara Mata Najwa hanya informasi untuk pembaca. TribunKaltim.co tidak bertanggung jawab terhadap perubahan jadwal sewaktu-waktu dan kualitas siaran.
Kontroversi Vaksin Nusantara
Kontroversi Vaksin Nusantara kembali muncul ke ranah publik setelah tim peneliti vaksin tersebut tetap melanjutkan uji klinik fase kedua tanpa mengantongi izin dari BPOM.
Tak hanya itu, sejumlah anggota DPR dan beberapa tokoh ikut menjadi relawan dalam pengembangan Vaksin Nusantara.
Mereka mengaku sudah melakukan pengambilan sampel darah di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu lalu.
Wakil Ketua Komisi IX Melki Laka Lena mengatakan, uji klinik fase kedua tidak ada urusannya dengan nyawa manusia di Indonesia, karena hanya diikuti oleh para relawan.
Baca juga: TERUNGKAP, Inilah Isi Surat dan Permintaan Kepala RSPAD ke KSAD di Tengah Polemik Vaksin Nusantara
Para relawan tersebut, kata dia, telah diberi penjelasan mengenai vaksin tersebut dan tidak mengalami paksaan.
Oleh karena itu, Melki mengaku heran apabila Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempersoalkan uji klinis tersebut.
"Jadi maksud saya Badan POM aneh karena untuk diuji klinis tahap II ini kan bukan kita pakai untuk masyarakat publik gitu lho, kalau untuk EUA yang jutaan dosis sih mungkin kita begini okelah," kata Melki dalam diskusi virtual, Sabtu, seperti dilansir Kompas.com.
Tak Sesuai Kaidah Saintifik
Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan, pengembangan Vaksin Nusantara tak bisa dilanjutkan ke fase berikutnya sebelum ada perbaikan terhadap uji klinik fase pertama.
Penilaian BPOM terhadap uji klinik fase pertama, kata Penny, sudah sesuai dengan standar yang berlaku dalam pengembangan vaksin yaitu aspek Good Laboratory Practice (GLP), dan Good Manufacturing Practice (GMP).
"Nah tahapan dikaitkan dengan vaksin dendritik sudah disampaikan, jadi saya kira itu sudah final dan kami menunggu koreksi yang akan dilakukan," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/4/2021), seperti dilansir Kompas.com.
Berdasarkan inspeksi yang dilakukan BPOM ditemukan bahwa pengembangan vaksin tersebut tidak mengikuti kaidah saintifik.
Pengembangan Vaksin Nusantara mengabaikan uji praklinik di mana semestinya vaksin diujicobakan kepada hewan.
"Itu etikanya (harusnya) seperti itu, karena enggak boleh, karena ini kan menyangkut nyawa manusia. Sebelum masuk ke manusia harus ke hewan dulu. Nah pada saat itu mereka (peneliti vaksin Nusantara) enggak melakukan itu di hewan," kata Penny kepada Kompas.com, Rabu.
Ia mengatakan, pengembangan vaksin yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mencatatkan banyak relawan uji klinik fase pertama yang mengalami kejadian yang tak diinginkan (KTD).
Tercatat sebanyak 71,4 persen relawan uji klinis vaksin nusantara mengalami kejadian tak diinginkan berupa efek samping seperti gatal, nyeri, hingga bertambahnya kadar kolesterol.
Selain itu, dalam aspek GMP, kata Penny, vaksin sel dendritik ini tidak dibuat dalam kondisi steril. Bahkan, produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin tidak pharmaceutical grade dan dinyatakan oleh produsennya Lake Pharma-USA bahwa tidak dijamin sterilitasnya.
"Hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin," ujarnya.
Vaksin Nusantara Langgar Aturan
Senanda dengan BPOM, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Akmal Taher menilai, proses uji klinik Vaksin Nusantara yang terus dilanjutkan telah melanggar peraturan perundang-undangan.
Sebab, vaksin yang akan disebar luaskan ke masyarakat harus mendapatkan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Jadi jelas ada pelanggaran peraturan karena itu ada di peraturan pemerintah," kata Akmal dalam konferensi pers mendukung BPOM, Sabtu, dilansir Kompas.com.
Menurut Akmal, pelanggaran terjadi ketika uji klinik dilanjutkan, padahal pada tahap pertama uji klinis dinilai belum memenuhi syarat untuk berlanjut ke fase tahap kedua.
"Kan sudah dinilai itu belum memenuhi syarat untuk boleh menjalankan ke fase dua, itu mestinya yang enggak boleh dilakukan. Itu sangat clear saya kira," ujarnya.
Baca juga: Vaksin Nusantara untuk Covid-19 yang Digagas Terawan Tuai Polemik, Jokowi Angkat Bicara
Namun, jika dilihat secara etik, pelanggaran juga bisa mengenai peneliti dari vaksin tersebut.
"Karena secara kedokteran kita juga mempunyai etik dan melakukan suatu uji klinik itu kita mesti ikut juga pada aturan mendapatkan legal cleareance," ucap dia.
Menkes Angkat Suara
Kontroversi Vaksin Nusantara akhirnya sampai ke telinga Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Budi meminta, perdebatan pro dan kontra terkait Vaksin Nusantara terjadi di kalangan para peneliti, bukan politisi.
"Jangan dilakukan di tataran media atau tataran politik, atau di mana. Masa yang debat pemred (pemimpin redaksi) atau ahli media, politisi. Ini kan enggak cocok, ini sesuatu yang sifatnya sangat ilmiah, jadi biarkan para ilmuan berdebat di tataran ilmiah," ujar Budi.
Ia mengatakan, sebaiknya perdebatan mengenai Vaksin Nusantara berlangsung secara ilmiah. Misalnya, dalam seminar atau melalui jurnal ilmiah.
Di sisi lain, Budi menegaskan, pengembangan Vaksin Nusantara sudah semestinya dilakukan atas kaidah ilmiah dan protokol yang baku.
Dengan demikian, mekanisme penelitian vaksin tidak boleh dipersingkat.
"Itu benar-benar harus dibikin berdasarkan kaidah ilmiah dan protokol kesehatan yang baku dan tetap. Itu tolong jangan di-shortcut," tegas dia.
Sebelumnya, Juru Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah akan mendukung pengembangan Vaksin Nusantara jika telah memenuhi kriteria dari BPOM.
Ada tiga poin penting kriteria yang harus dipenuhi, yakni keamanan, efikasi dan kelayakan vaksin.
"Pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari BPOM utamanya dari aspek keamanan, efikasi dan kelayakan," kata Wiku, dalam konferensi pers secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (15/4/2021).
"Selama memenuhi kriteria, pemerintah akan memberikan dukungan (terhadap vaksin Nusantara)," lanjutnya.
Baca juga: 2 Hal yang Jadi Alasan Ahli Minta Pemerintah Setop Vaksin Nusantara, Sel Dendritik Sifatnya Personal
Wiku menjelaskan, pengawasan atas pengembangan Vaksin Nusantara merupakan kewenangan BPOM selaku otoritas resmi pengawas obat dan makanan.
Pada prinsipnya, pemerintah akan memastikan efektivitas, keamanan dan kelayakan dari setiap vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi.
"Oleh karenanya, dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia termasuk vaksin Nusantara, harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang sudah diakui dan sesuai standar WHO," tutur Wiku.
Eks Menkes Dukung Terawan
Eks Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, dirinya ikut menjadi relawan untuk Vaksin Nusantara yang dimotori mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Siti mengikuti pengambilan sampel darah untuk uji klinik Vaksin Nusantara di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (15/4/2021) lalu.
Baca juga: Epidemiolog Minta Pemerintah Setop Vaksin Nusantara yang Diinisiasi Terawan, Ada Dua Catatan
Hal itu, menurut Siti, sebagai bentuk dukungannya kepada Terawan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin uji klinik fase kedua untuk Vaksin Nusantara.
"Saya menghargai pemikiran dia (Terawan). Kalau ilmu pengetahuan tidak hanya logis, tapi juga harus dibuktikan. Saya rela menjadi relawan untuk membuktikan hipotesis dia," ujar Siti saat berbincang bersama jajaran redaksi serta Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network, Domu D Ambarita, dan News Manager Tribun Network, Rachmat Hidayat, Jumat (16/4/2021).
Berikut petikan wawancara Tribun Network bersama Siti Fadilah Supari soal Vaksin Nusantara. (*)