Ramadhan 2021
Hukum Puasa Untuk Wanita, Muncul Flek Kecoklatan Setelah dan Sebelum Haid, Apakah Bisa Berpuasa?
Hukum puasa untuk wanita, muncul flek kecoklatan setelah dan sebelum haid, apakah bisa berpuasa?
TRIBUNKALTIM.CO - Menstruasi atau haid jadi hal rutin yang didapat wanita setiap bulannya.
Biasanya hal itu acap kali disebut dengan 'datang bulan'.
Bagi wanita yang tengah haid tak diperbolehkan melaksanakan ibadah apapun.
Wanita dalam keadaan tidak suci tersebut dibolehkan meninggalkan ibadah wajib maupun sunah, termasuk puasa.
Namun kondisi organ reproduksi wanita berbeda-beda.
Ada haid yang langsung datang dan deras sejak hari pertama.
Tapi ada pula yang flek kecoklatan yang muncul lebih dulu sebelum haid.
Atau bahkan flek coklat juga muncul setelah haid.
Lantas bagaimana puasanya jika kondisi ini terjadi.
Bagaimana hukum puasa untuk wanita? Apabila muncul flek kecoklatan setelah dan sebelum haid, apakah bisa berpuasa?
Baca juga: Puasa Ramadhan 2021 tapi Tidak Salat Tarawih, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam? Dosa atau Tidak
Baca juga: INFO TERBARU BLT BPJS Ketenagakerjaan 2021, Login sso.bpjsketenagakerjaan.go.id, Cek Daftar Penerima
Sebelum Haid
Melansir dari Tribun Wow HR. Bukhari 326 dan Abu Daud 307 mengatakan jika pernah ada seorang sahabat wanita yang membahas persoalan tersebut.
Wanita bernama Ummu Athiyah radhiyallahu 'anha mengatakan jika cairan kekuningan (shufrah) dan Kudrah (keruh kecoklatan) tidak dianggap sebagai bagian dari haid.
كُنَّا لاَ نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا
“Kami dulu tidak menganggap shufrah dan kudrah yang keluar pasca-haid sebagai bagian dari haid.” (HR. Bukhari 326 dan Abu Daud 307)
Akan tetapi, sejumlah ulama memiliki padangan dan dalil berbeda terkait flek kecoklatan ini.
Ibnu Abdil Bar – ulama Malikiyah – mengungkapkan,
القياس أن الصفرة والكدرة قبل الحيض وبعده سواء، كما أن الحيض في كل زمان سواء
Artinya; "bahwa shufrah dan kudrah sebelum haid dan pasca-haid statusnya sama.
Sebagaimana haid dalam semua waktu statusnya sama. (al-Istidzkar, 1/325)
Ada dua keadaan terkait flek kecoklatan ini.
Pertama, flek kecoklatan ke luar dan bersambung dengan darah haid.
Flek kecoklatan ini saat muncul disertai dengan sejumlah tanda yang dirasakan wanita saat haid, seperti nyeri atau kram pada perut, sakit pada pinggang, nyeri pada bagian dada, atau keadaan lainnya.
Terkait kondisi seperti di atas, para ulama memasukkan flek seperti ini sebagai haid atau dihitung haid.
Sehingga hukumnya pun sama dengan darah haid.
Di mana wanita haram untuk salat dan puasa.
Berikut rincian yang disampaikan oleh Imam Ibnu Baz.
إن كانت هذه الكدرة والصفرة البنية جاءت في أعقاب الحيض في آخره غير منفصلة فهي منه، أو جاءت في أوله غير منفصلة فهي منه
Artinya; Jika kudrah dan sufrah ini keluar setelah haid, di akhir haid dan tidak putus, maka statusnya haid. Atau keluar sebelum haid dan tidak putus dengan darah haid, maka terhitung haid (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 29/116), dilansir konsultasisyariah.
Kondisi kedua adalah flek keruh kecoklatan atau kekuningan yang ke luar tidak bersambung dengan darah haid.
Ketika ke luar, flek ini tidak disertai dengan tanda-tanda haid seperti nyeri pada perut atau tanda lainnya.
Flek seperti itu tidak dihitung sebagai haid, sehingga tak berlaku hukum haid padanya.
Dapat dikatakan, seseorang yang mengalami flek seperti ini wajib baginya untuk salat, puasa, atau melakukan ibadah lainnya.
Berikut rincian yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Utsaimin:
تقول أم عطية ـ رضي الله عنها: كنا لا نعد الصفرة والكدرة بعد الطهر شيئاً، وعلى هذا، فهذه الكدرة التي سبقت الحيض لا يظهر لي أنها حيض، لا سيما إذا كانت أتت قبل العادة ولم يكن علامات للحيض من المغص ووجع الظهر ونحو ذلك
Artinya; Ummu Athiyah mengatakan, ‘Kami tidak menganggap shufrah dan kudrah yang keluar pasca-haid sebagai bagian dari haid.’
Karena itu, kudrah yang keluar menjelang haid, menurutku tidak disebut haid, terlebih jika keluar sebelum waktu kebiasaan haid dan tidak disertai tanda-tanda haid, seperti sakit perut, sakit pinggul atau semacamnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/210).
Baca juga: MENU BUKA Puasa Ramadhan 2021 Selama 30 Hari, Cocok jadi Inspirasi Ibu di Rumah, Bahan Mudah Dicari
Baca juga: BURUAN Login eform.bri.co.id/bpum dan eform.bni.co.id, BPUM Rp1,2 Cair? Cek Penerima BLT UMKM 2021
Sesudah Haid
Untuk flek kecoklatan yang ke luar setelah masa haid, seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Dawud, tidak dianggap sebagai haid, dikutip wanitasalihah.com.
Akan tetapi dihukumi seperti darah istihadah dan wajib dibersihkan setiap saat dan wudhu setiap salat dan wajib untuk berpuasa.
Seperti hadist Ummu’Athiyah radhiyallahu’anha berikut ini:
كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئاً
Artinya; "Kami sama sekali tidak menganggap cairan keruh dan kekuningan yang keluar setelah masa suci." (HR. Bukhari No. 320, Abu Dawud No. 307, An Nasai No. 368 dan Ibnu Majah No. 647 dan lafal hadits diatas milik Abu Dawud)
Berbeda dengan pendapat kedua, berdasarkan riwayat Malik dalam Al Muwaththa’ No.130 dari Ummu’Alqamah menyatakan jika Aisyah mengatakan untuk menunggu hingga muncul cairan putih sebagai tanda haid telah berhenti.
كَانَ النِّسَاءُ يَبْعَثْنَ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ بِالدُّرْجَةِ فِيهَا الْكُرْسُفُ فِيهِ الصُّفْرَةُ مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ يَسْأَلْنَهَا عَنْ الصَّلَاةِ فَتَقُولُ لَهُنَّ لَا تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ الْقَصَّةَ الْبَيْضَاءَ تُرِيدُ بِذَلِكَ الطُّهْرَ مِنْ الْحَيْضَ
“Dahulu para wanita mengirimkan kepada ‘Aisyah, ibunda kaum mukminin radhiyallahu’anha dengan membawa wadah yang berisi kapas yang terdapat flek kekuningan karena darah haid.
Mereka bertanya hukum shalat ketika keluar flek tersebut.
Maka’Aisyah radhiyallahu’anha menjawab untuk mereka,
‘Janganlah kalian tergesa-gesa sampai kalian melihat cairan putih sebagai tanda berhenti dari haid.”
(Hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani dalam Irwaul Ghalil No. 198) dan diriwayatkan Imam Bukhari secara mu’allaq (Kitabul Haid). (*)
4 Amalan yang Bisa dilakukan Perempuan saat bulan Ramadhan
Setiap muslim diwajibkan untuk menunaikan Ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Tahun ini, 1 Ramadhan 1440 H jatuh pada 6 Mei 2019.
Selain menjalankan Ibadah puasa, banyak pula amalan-amalan lain yang mendatangkan pahala bisa dilaksanakan di bulan Ramadhan.
Ramadan adalah bulan suci penuh berkah, umat muslim lantas berlomba-lomba mengumpulkan pahala dengan memperbanyak Ibadah.
Namun, bagaimana dengan muslim khususnya perempuan yang tidak dapat melaksanakan puasa karena haid?
Setiap bulan wanita akan mengalami siklus haid atau menstruasi, sehingga saat Ramadhan tiba, kaum hawa tidak diperbolehkan berpuasa dan melakukan Ibadah seperti shalat.
Jika dilakukan malah mendatangkan dosa.
Maka ibadah apa yang bisa dilaksanakan seorang muslimah saat dirinya dalam keadaan haid?
Dalam kitab Taqrib dijelaskan, ada delapan jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yakni shalat, puasa, membaca Al Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk masjid, thawaf, jima', dan bersenang-senang di sekitar organ kemaluan.
Ulama berbeda pendapat dengan delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafi’iyah ini. Misalnya, madzhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al Qur’an, dan madzhab Hanbali membolehkan i’tikaf di masjid.
Bulan Ramadhan menjadi momen melipatgandakan kebaikan.
Perempuan yang sedang haid atau nifas memang mendapat batasan untuk menunaikan ibadah-ibadah tersebut.
Namun, ia bisa melakukan ibadah-ibadah lain yang jumlahnya lebih banyak, dan anjurannya memang jelas dalam dalil-dalil yang bersifat umum.
Baca juga: NEWS VIDEO Imam Besar Islamic Center Meninggal Dunia, Gubernur Kaltim Turut Berbelasungkawa
Berikut amalan-amalan ibadah bagi perempuan yang haid di bulan Ramadhan, Tribunkaltim.co rangkum dari nu.or.id:
1. Mencari Ilmu
Mencari ilmu menjadi pilihan bagus ibadah bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, baik dilakukan secara otodidak dengan membaca buku atau kitab, ataupun melalui bimbingan guru dengan mendatangi majelis-majelis ilmu.
Mencari ilmu dalam Islam bersifat wajib (faridlah).
Manfaatnya yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang lain membuat kegiatan tersebut masuk kategori ibadah, bahkan setara dengan jihad.
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لِلهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ، وَمدَارَسَتَهُ تَسْبِيحٌ، وَالْبَحْثُ عَنْهُ جِهَادٌ
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu kerana Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah, menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad.” (HR Ad-Dailami)
2. Berdzikir
Dzikir adalah perbuatan yang dianjurkan untuk siapa saja dan kapan saja. Dzikir adalah indikasi hidupnya hati.
Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Bukhari bersabda: “Perumpamaan antara orang yang dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati”.
Jenis dzikir sangat banyak, bisa berupa ucapa tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya. Aktif dalam majelis istighotsah, tahlilan, atau forum dzikir lainnya karena itu termasuk bernilai ibadah.
Dalam konteks Ramadhan, umat Islam dianugerahi kesempatan Lailatul Qadar yang disebut Al-Qur’an setara dengan serbu bulan.
Meski banyak ulama yang meyakini momen itu jatuh pada sepuluh terakhir Ramadhan, sejatinya jadwal pastinya hanya Allah yang tahu.
Perempuan haid atau nifas, sebagaimana umat Islam pada umumnya, sangat dianjurkan menfaatkan hari demi hari, detik demi detik, sepanjang bulan suci ini untuk beribadah, termasuk berdzikir.
Sayyidah Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, andaikan aku bertemu Lailatul Qadar, doa apa yang bagus dibaca? Rasul menjawab:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî,’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku).” (HR Ibnu Majah)
3. Berdoa
Doa juga menjadi pilihan ibadah yang mudah dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas.
Dalam sebuah hadits doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah).
Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar kata dari da‘â-yad‘û-du‘â juga berarti berseru atau memanggil.
Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah.
Berdoa bisa juga disebut bermunajat.
4. Melakukan Kegiatan Sosial
Di samping ibadah-ibadah yang bersifat ritual, umat Islam juga diperintahkan untuk memperbanyak kegiatan positif yang bersifat sosial.
Kegiatan sosial tersebut bisa berupa pergaulan secara baik, donor darah, menanam pohon, memberi makan kaum fakir, memudahkan urusan orang lain, mengajar, menyediakan buka puasa bagi anak-anak jalanan, dan lain sebagainya.
Di bulan suci Ramadhan ibadah bernuansa sosial itu tercermin, misalnya, dalam perintah untuk menyuguhkan buka puasa walaupun hanya sebiji kurma.
Artinya, aktivitas perempuan haid yang menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah.
Puasa sendiri adalah bentuk latihan seorang hamba untuk merasakan saudara-saudaranya yang sehari-hari didera rasa lapar dan haus karena tak mampu.
Dengan demikian, kegiatan sosial sesungguhnya merupakan ibadah yang memang menjadi jati diri makna puasa itu sendiri.
Selain keempat contoh di atas masih banyak bentuk-bentuk ibadah lain yang bisa dilakukan perempuan yang tengah menstruasi atau nifas.
Aktivitas-aktivitas itu tak hanya yang berelasi khusus dengan Allah tapi juga bisa sekaligus dengan sesama manusia.
Bagaimana dengan membaca Al Qur’an? Seperti disebutkan di atas, ulama berbeda pendapat soal ini.
Dalam madzhab Syafi’i ulama sepakat bahwa perempuan haid atau nifas tidak diperkenankan menyentuh atau membawa mushaf.
Tapi sebagian lain membolehkan membaca Al-Qur’an (tanpa menyentuhnya) dengan niat dzikir, doa, atau mempelajarinya.
Mengenai hal ini I'anatuth Thalibin menjelaskan:
وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرأنا إلا بالقصد ولوبما لا يوجد نظمه فى غير القرأن كسورة الإخلاص
"Apabila ada tujuan berdzikir saja atau berdoa, atau mencari berkah atau menjaga hafalan, atau tanpa tujuan apa pun (selama tidak berniat membaca Al-Qur'an) maka (membaca Al-Qu'an bagi perempuan haid) tidak diharamkan. Kerena ketika dijumpai suatu qarinah, maka yang dibacanya itu bukanlah Al-Qur'an kecuali jika memang dia sengaja berniat membaca Al-Qur'an. Walaupun bacaan itu seseungguhnya adalah bagian dari Al-Qur'an semisal surat al-ikhlas."
Wallâhu a‘lam.
(*)
Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Flek Kecoklatan Muncul Sebelum dan Setelah Haid, Apakah Masih Bisa Berpuasa?,
Editor: Muhammad Fachri Ramadhani