Ekonomi dan Bisnis

Harga Kedelai di Bontang Melambung Tinggi, Diprediksi Tahu dan Tempe Bakal Hilang dari Pasaran

Akibat tingginya harga kedelai, Persatuan Pengrajin Tahu Tempe (PPTT) di Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, bakal aksi mogok produksi

Penulis: Ismail Usman | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/ISMAIL USMAN
Aktivitas produksi pabrik tahu dan tempe di jalan Ahmad Yani, GG Rawa Indah, Api-Api, Bontang Utara, Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur pada Minggu (23/5/2021). 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Akibat tingginya harga kedelai, Persatuan Pengrajin Tahu Tempe (PPTT) di Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, bakal aksi mogok produksi pada 27 hingga 28 Mei nanti.

Aksi ini sengaja dilakukan sebagai bentuk protes terhadap tingginya harga kedelai yang masuk ke Bontang. Serta menuntut pemerintah untuk segara memberikan solusi terkait harga kedelai yang kian hari terus melambung tinggi.

Hal itu diumumkan dalam surat edaran resmi PPTT yang belakangan ramai diperbincangkan publik Bontang.

Diketahui, sebelum pandemi harga kedelai satu karung (50 kilo) Rp 365 ribu. Kemudian berangsur naik dengan kisaran Rp 15 ribu setiap bulan.

Baca Juga: Impor Masih jadi Penopang Sebabkan Harga Kedelai Rentan Terkerek Naik

Sehingga harga update terakhir pada hari Senin (17/5/2021) mencapai Rp 580 ribu dari agen di Samarinda.

Salah satu pengrajin tahu dan tempe, Dawam mengatakan aksi mogok produksi ini sebagai peringatan awal kepada masyarakat terhadap tingginya harga kedelai.

Sehingga, masyarakat tidak lagi komplain terkait harga tahu dan tempe yang bakal terus naik di pasaran.

"Kan harga bahan baku kedelainya naik, jadi untuk menutup biaya produksi seperti gaji karyawan dan pembelian kayu bakarnya harus menaikan juga harga jual tahu tempe dipasaran," kata Dawam saat dutemui di rumah produksi tahu tempe, jalan Ahmad Yani, GG Rawa Indah, Api-Api, Bontang Utara, Minggu (23/5/2021).

Baca Juga: Harga Sembako di Samarinda, Kedelai Naik Tajam Tahu Meroket, Produsen Tempe Kurangi Komposisi

Lebih lanjut Dawam menjelaskan, untuk harga tempe ukuran besar semula Rp 4000 akan naik dengan harga Rp 5000.

Sedangkan, tempe ukuran kecilnya akan naik dengan harga Rp 2500 yang semula dengan harga Rp 1500

Kemudian ia mengatakan harga eceran tahu per bungkus menjadi Rp 6000.

"Semua kesepakatan diambil dari PPTT, dengan menaikan Rp 1000 setiap item tahu dan tempe eceran dipasaran," terangnya.

Diakui Dawam, alasannya mengambil kedelai di Samarinda, lantaran harga kedelai Di Bontang jauh lebih mahal.

Sehingga Dawam pun berharap Pemkot Bontang ikut berperan serta dalam menstabilkan harga kedelai di pasaran.

"Kami minta pemerintah memperhatikan  juga permasalahan kami," tutupnya.

Impor Masih jadi Penopang

Berita sebelumnya. Memasuki bulan April 2021 lalu, harga kedelai global kembali naik. Kementerian Perdagangan RI mengutip data Chicago Board of Trade (CBOT) pada 1 April 2021 lalu menyatakan, harga kedelai dunia untuk penyediaan April 2021 berada di kisaran US$ 14,33 per gantang.

Ini artinya ada kenaikan harga di kisaran 3,69 persen dari penyediaan Maret 2021 yang sebesar US$ 13,82 per gantang.

Bahkan berdasarkan data tradingeconomics.com, per 1 Mei 2021 harga kedelai sudah kembali naik menjadi US$15,52 per gantang.

Mungkin hal ini tak banyak diketahui oleh para pengrajin kedelai lokal, yang sempat menghentikan produksi tahu dan tempe pada awal tahun ini ketika harga kedelai global mengalami gejolak akibat tingginya permintaan di pasar global.

Baca Juga: Harga Kedelai di Balikpapan Masih Tinggi, Tidak Pengaruhi Permintaan Konsumen

Namun Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memang telah memprediksi bahwa kenaikan harga kedelai masih bisa terjadi hingga Mei tahun ini.

Tingginya permintaan kedelai dunia menjadi penyebab utama kenaikan harga. Beruntung kenaikan harga yang terjadi kemarin ini tak sampai menimbulkan gejolak harga di dalam negeri.

Disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Syailendra dalam siaran pers medio awal April lalu (1/4/2021), pemerintah bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan di industri kedelai berkomitmen menjaga harga kedelai impor di tingkat pengrajin tahu dan tempe di kisaran Rp 9.750 sampai Rp 9.900/kg.

Sementara harga di tingkat gudang importir akan dijaga di kisaran Rp9.200 sampai Rp9.300/kg.

Baca Juga: Rajin Konsumsi Susu Kedelai, Ini Manfaat yang Didapat Bagi Tubuh, Bisa Mengurangi Gejala Menopause

Lewat upaya ini maka harga tahu masih terus stabil di kisaran Rp650 per potong dan harga tempe di kisaran Rp16.000 per kg.

“Meski saat ini terjadi sedikit kenaikan harga kedelai dunia, Kemendag menjamin stok kedelai penyediaan April 2021 masih cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pengrajin tahu dan tempe nasional dengan harga yang stabil dan terjangkau,” ujar Syailendra.

Menanggapi kenaikan kembali harga komoditas kedelai di pasar global, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan, harga kedelai di pasar domestik dipastikan masih akan tetap fragile mengikuti perkembangan dinamika di pasar global.

“Kita sejauh ini masih tergantung pada pasokan kedelai impor, sehingga wajar saja jika harga di pasar domestik masih akan fragile (terhadap kenaikan harga, red),” ujar Rusli dalam pernyataannya.

Baca Juga: Harga Sembako di Samarinda, Kedelai Naik Tajam Tahu Meroket, Produsen Tempe Kurangi Komposisi

Menurut Rusli, penggunaan dan konsumsi kedelai hasil impor sejauh ini masih menjadi pilihan karena sejumlah faktor yang mempengaruhi.

Salah satunya adalah rendahnya minat para petani untuk mengembangkan kedelai di lahan mereka, lalu perbedaan kualitas kedelai yang diproduksi di Tanah Air dibandingkan kedelai impor untuk dijadikan produk akhir seperti tahu dan tempe.

Rusli setuju bahwa Indonesia harus mengendalikan ketergantungan pada kedelai impor.

Sehingga dibutuhkan sejumlah langkah strategis untuk memperluas budi daya kedelai di Tanah Air, dan berikutnya mengurangi tingkat ketergantungan pasar domestik terhadap kedelai impor.

Baca Juga: Harga Sembako di Bontang, Kenaikan Pasokan Impor Kedelai Belum Berimbas, Tempe dan Tahu Masih Normal

Apalagi sejumlah penelitian telah mampu menghasilkan varietas-varietas kedelai unggul yang bisa ditanam di dalam negeri, dan tidak berbeda dengan kualitas kedelai impor.

“Namun untuk bisa switching atau beralih dari produk impor ke produk lokal, kita membutuhkan jalan yang panjang. Banyak sekali yang harus dikerjakan pemerintah."

Misalnya menyiapkan lahan, membuat petani berminat terhadap komoditas, menciptakan harga yang sesuai, termasuk persoalan tata niaga.

"Dibutuhkan waktu tak sebentar untuk mengurainya, dan memulai produksi kedelai lokal secara masif,” kata Rusli.

Baca Juga: VIDEO - Produksi Lokal Kalah Kualitas, Pengrajin Tahu dan Tempe Lebih Suka Kedelai Luar Daerah

Untuk menghindari risiko fluktuasi harga yang signifikan dan berdampak pada para pengrajin bahan pangan berbahan baku kedelai, maka pemerintah harus menyiapkan solusi jangka pendek.

Menurut Rusli, sebagai solusi jangka pendek, pemerintah harus mengamakan pasokan kedelai dari negara-negara pengimpor yang memiliki komitmen tinggi.

“Pemerintah juga harus melakukan diversifikasi sumber impor. Misalnya ke Uruguay, atau Brasil, atau India, agar pasokan kedelai untuk pasar lokal tetap terjamin,” ujarnya.

Terkait masih stabilnya harga produk kedelai dalam negeri di tengah kenaikan harga di pasar global, Rusli meyakini hal itu bisa terjadi karena pasokan kedelai domestik masih terselamatkan oleh kontrak pembelian untuk dua atau tiga bulan ke depan.

“Nah sekarang harus cepat-cepat membuat agreement kontrak jangka panjang, kalau bisa untuk setahun ke depan. Atau setidaknya sampai akhir tahun ini,” imbuhnya.

Ia memprediksi, di tengah perebutan vaksin oleh banyak negara di seluruh dunia demi menghentikan pandemi Covid-19 dan membangkitkan perekonomian, akan diikuti oleh upaya pengamanan pasokan pangan di masing-masing negara.

Susu kedelai
Susu kedelai (VIA THINKSTOCK)

Sehingga bisa diperkirakan, kata Rusli, pasokan komoditas pangan termasuk kedelai di pasar global akan tersendat dalam periode tertentu.

“Jadi pemerintah harus cepat, minimal lewat future trading mengamankan pasokan minimal sampai akhir tahun ini,” kata Rusli.

Pemeirntah pun dipastikan punya kepentingan besar untuk menjamin ketersediaan komoditas kedelai di dalam negeri.

Pasalnya kedelai selama ini telah menjadi bahan pengganti protein hewani yang bisa didapat dengan harga lebih murah.

“Pemerintah juga berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, yang salah satunya bisa dipenuhi lewat protein nabati. Kebutuhan gizi yang cukup sangat dibutuhkan selama pandemi, ini terkait lagi dengan ketahanan tubuh masyarakat di saat pandemi,” tambah Rusli.

Masih menurut Ruslli, solusi jangka pendek ini harus cepat dilaksanakan oleh pemerintah, sambil terus melanjutkan segala upaya untuk mencapai rogram swasembada kedelai yang tentunya membutuhkan waktu tak sebentar.

Sekedar informasi, sejak triwulan IV 2020, telah terjadi kenaikan harga kedelai hingga 40 persen. Pada November 2020 harga kedelai di pasar global tercatat US$ 10,5 per gantang.

Sementara pada awal April 2021 harga kedelai mencapai US$14,33 per gantang. Kenaikan kembali terjadi memasuki 1 Mei 2021, menjadi US$ 15,52 per gantang.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Harga Kedelai Masih Rentan Alami Kenaikan Lantaran Masih Bergantung Pasokan Impor. 

Penulis Ismail Usman | Editor: Budi Susilo

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved