Berita Balikpapan Terkini
Kedelai Alami Lonjakan Harga, Pengrajin Tahu Tempe di Balikpapan Menjerit
Berhenti produksi di sejumlah daerah, Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (PRIMKOPTI) memastikan produksi tahu tempe Balikpapan tetap jalan.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Berhenti produksi di sejumlah daerah, Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) memastikan produksi tahu tempe Balikpapan tetap jalan.
Seperti diketahui, dalam beberapa bulan terakhir harga kedelai impor melonjak naik.
Hal ini tak ayal membuat sejumlah pengrajin tahu tempe di beberapa wilayah melakukan aksi mogok produksi pekan depan, Rabu (26/5/21).
Terkait hai tersebut, Ahmad Arifin, selaku Wakil Ketua Primkopti Balikpapan menyampaikan jika anggota pengrajin tahu tempe koperasi tersebut tetap akan melakukan produksi.
"Sebenarnya kenaikan ini sudah terjadi sejak September lalu, di mana jika ditotal hingga sekarang, kenaikan sudah mencapai 50%," jelasnya.
Baca juga: Harga Kedelai di Bontang Melambung Tinggi, Diprediksi Tahu dan Tempe Bakal Hilang dari Pasaran
Ahmad mengatakan, sebelum September lalu, harga kedelai normalnya bertengger di angka Rp 7.500 per kilogram.
Namun kini, harga kedelai telah melonjak naik hingga menyentuh angka Rp 15.500 per kilogram.
"Hal ini dipicu dengan adanya kenaikan harga global, di mana Amerika sebagai produsen utama, mengalami penambahan permintaan dari Cina," terangnya.
Menurut Ahmad, peningkatan permintaan oleh negara Tirai Bambu tersebut didorong dengan adanya aktivitas ternak babi yang kembali aktif sejak sebelumnya sempat vakum akibat flu babi.
"Hal lain yang juga menjadi faktor adalah badai La Nina yang menyebabkan gagal panen di Brazil dan Argentina," lanjutnya.
Indonesia pun terkena imbasnya. Karena menurut Ahmad, hingga saat ini Indonesia belum dapat mengembangkan komoditas kedelai sendiri.
Baca juga: NEWS VIDEO Harga Kedelai Melambung Tinggi, PPTT Bontang Mogok Produksi
"Kedelai lokal sebenarnya bagus, namun durabilitynya kurang jika dibandingkan dengan kedelai impor. Hal ini disebabkan karena kita masih memanen secara manual. Dari sisi ukuran pun, kedelai impor cenderung lebih besar, sehingga dengan selisih harga yang sedikit, pengrajin tahu tempe cenderung lebih memilih kedelai impor," katanya.
Menurut Ahmad, kenaikan yang terjadi sejak tahun lalu tersebut, merupakan kenaikan terbesar yang pernah ia alami sejak menekuni bisnis ini 2 dekade lalu.
"Tahun 2007 lalu juga pernah terjadi peningkatan hingga harga Rp.9.800 per kilogram. Tapi itu tidak berlangsung lama. Lonjakan ini adalah yang terbesar bahkan sejak orang tua saya menekuni bisnis ini puluhan tahun lalu," ujarnya.