Polemik SMAN 10 Samarinda

Pengamat Hukum dari Unmul Soroti Polemik SMAN 10 Samarinda

Polemik SMAN 10 Samarinda belum menemukan titik terang. Bahkan bentuk kekesalan orangtua dan murid disalurkan dalam bentuk unjuk rasa.

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Akademisi Fakultas Hukum Unmul Herdiansyah Hamzah. TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO HARDI PRASETYO 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Polemik SMAN 10 Samarinda belum menemukan titik terang. Bahkan bentuk kekesalan orangtua dan murid disalurkan dalam bentuk unjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (17/6/2021).

Polemik yang terjadi itu mendapat sorotan dari akademisi fakultas hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah atau Unmul, Hamzah.

Dia menilai ada beberapa poin yang bisa menjelaskan duduk perkara masalah antara pemerintah provinsi dan Yayasan Melati.

Pertama berdasarkan hasil kasasi nomor 64 K/TUN/2016 dan PK nomor 72 PK/TUN/2017. Menurutnya kedua hasil tersebut secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati.

Baca Juga: Tepis Isu Larangan PPDB di SMAN 10 Samarinda Kampus A, Kadisdikbud Kaltim Berani Menjamin

"Artinya putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya," ucapnya kepada Tribunkaltim.co pada Kamis (17/6/2021).

Dalam putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) tersebut ada dua hal secara eksplisit yang dapat diuari. Pertama yaitu menolak permohonan Yayasan Melati.

Menurut MA secara judex facti maupun judex juris putusan Pengadilan Negeri (PN), Tinggi (PT) hingga kasasi dianggap sudah tepat dan tidak terdapat kesalahan.

"MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai," ucapnya.

Baca Juga: Siswa SMAN 10 Samarinda Menolak Pemindahan ke Kampus B, Ketua Yayasan Melati Murjani Angkat Suara

Sementara itu pria yang disapa Castro ini menambahkan, pihak pemerintah provinsi melalui SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur.

Berdasarkan poin pertama itu, maka Castro menjelaskan bahwa pihak Yayasan Melati seharusnya keluar dari kawasan lahan yang dipersengketakan tersebut.

"Sebab secara hukum, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim. Dalam posisi ini, seharusnya Pemprov Kaltim memberikan prioritas penggunaan lokasi dan faslitas kepada SMA 10, mengingat urgensinya sebagai sarana pendidikan," ujarnya.

Mempertanyakan Penggunaan Lahan

Bahkan ia mempertanyakan pihak yayasan yang tetap bersikeras untuk menggunakan lahan tersebut.

Kemudian poin ketiga terkait pengrusakan fasilitas sekolah SMAN 10 Samarinda di Kampus A oleh pihak Yayasan Melati.

Menurutnya kegiatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni. Bahkan perusakan tersebut dapat disangkakan dengan delik pidana berupaya perusakan barang milik orang lain.

Menurutnya hal tersebut tertuang dalam Pasal 406 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 2 tahun 8 bulan.

"Jadi untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan. Sebab tiada seorangpun diperboleh merusak barang orang lain, terlebih fasilitas sekolah yang merupakan miliki publik. Mendiamkan peristiwa ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya," ujar Castro.

Berdasarkan kesimpulan tersebut pemerintah provinsi Kaltim seharusnya memberikan sikap keras untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Bahkan akan lebih baik lagi jika pemerintah provinsi lebih cepat tanggap untuk menyelematkan aset SMAN 10 Samarinda itu.

Oleh karena itu, Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan. Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata.

"Tapi menyangkut masa depan pendidikan di Kalimantan Timur, masa depan anak-anak kita semua," ucap Castro.

Meminta Bertemu Langsung

Polemik SMAN 10 Samarinda dengan Yayasan Melati terus bergulir. Hingga ratusan siswa dan orangtua siswa pun berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Kota Samarinda pada Rabu (16/6/2021).

Mendengar hal tersebut pihak yayasan merespon. Ketua yayasan Melati, Murjani, melalui sambungan telepon mengatakan pihaknya siap menerima masukan dari orangtua murid ataupun pihak komite Sekolah.

"Ketika berkaitan dengan yayasan nanti kita akan klarifikasi apa yang disampaikan kita dengar saja kalau demo di Kantor Gubernur ya pasti Gubenur menjawab aspirasinya kalau berkaitan singgungan dengan yayasan kita merespon," ucapnya.

Namun, untuk saat ini pihaknya tetap mengikuti proses hukum serta aturan yang ada.

Baca Juga: Siswa SMAN 10 Samarinda Menolak Pemindahan ke Kampus B, Ketua Yayasan Melati Murjani Angkat Suara

Pada aturan yang tertulis bahwa SMAN 10 Samarinda harus segera pindah secepatnya bukan satu atau dua hari terakhir.

Bahkan kata Murjani, imbauan pemindahan sekolah itu telah dilakukan sejak beberapa tahun silam.

Demi menegakkan hukum Yayasan Melati tetap menolak karena sudah berikan toleransi sudah lama hitungan tahun bukan hari ini dan mereka sudah sering agar tidak terjadi.

"Tetapi mereka tidak menghiraukan saran atau usul atau imbauan kita maka ini terjadi maka sulit mengatasi masalah," pungkasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim Anwar Sanusi mengatakan saat ini pihaknya akan melihat lebih lanjut status kepemilikan aset lahan tersebut. Apakah gedung SMAN 10 Samarinda yang ada di kawasan tersebut merupakan milik pemerintah provinsi Kaltim atau tidak.

Sebab lahan berupa tanah di kawasan tersebut merupakan milik pemerintah. "Nanti dilihat yang benar, kita semua belum liat. Kalau memang itu aset pemerintah semuanya ya untuk pemerintah," ucap Anwar Sanusi.

Sementara itu ia mengatakan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap berlangsung. Ia menepis isu jika yayasan melarang PPDB di Kampus A.

"Siapa menolak, itu kan urusan yayasan. Memang SMA 10 punya yayasan. Kecuali yang menolak saya, itu salah. Kalau yayasan urusan yayasan saja," katanya.

Kadisdikbud Kaltim Berani Menjamin

Selepas aksi unjuk rasa, beberapa perwakilan orangtua murid mendatangi Kantor Gubernur Kalimantan Timur Jl. Gajah Mada, Kota Samarinda, Kalimantan Timur pada Rabu (16/6/2021).

Mereka bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim Anwar Sanusi.

Dalam kesempatan tersebut kedua belah melakukan audiensi.

Selang satu jam kemudian mereka usai melaksanakan audiensi. Ia mengatakan saat ini pihaknya akan melihat lebih lanjut status kepemilikan aset lahan tersebut.

Baca Juga: Tidak Ingin Siswa SMAN 10 Samarinda Demonstrasi, Kadisdikbud Kaltim Ajak Bermusyawarah

Apakah gedung SMAN 10 Samarinda yang ada di kawasan tersebut merupakan milik pemerintah provinsi Kaltim atau tidak?

Sebab lahan berupa tanah di kawasan tersebut merupakan milik pemerintah.

"Nanti dilihat yang benar, kita semua belum liat. Kalau memang itu aset pemerintah semuanya ya untuk pemerintah," ucap Anwar Sanusi kepada Tribunkaltim.co.

Sementara itu ia mengatakan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap berlangsung. Ia menepis isu jika yayasan melarang PPDB di Kampus A.

Baca Juga: Siswa SMAN 10 Samarinda Menolak Pemindahan ke Kampus B, Ketua Yayasan Melati Murjani Angkat Suara

"Siapa menolak, itu kan urusan yayasan. Memang SMA 10 punya yayasan. Kecuali yang menolak saya, itu salah. Kalau yayasan urusan yayasan saja," katanya.

Sebelumnya diberitakan Ratusan pengunjuk rasa yang terdiri dari siswa.dan orangtua murid berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Kaltim, Rabu (16/5/2021).

Mereka meminta pemerintah provinsi Kaltim untuk tidak memindahkan ratusan siswa ke kampus B Jl. Perjuangan kecamatan Samarinda Utara.

Para siswa dan orangtua SMAN 10 Samarinda itu meminta agar bangunan di kampus A itu tetap digunakan oleh pihak sekolah.

Baca Juga: Usai RDP dengan DPRD Kaltim, Disdikbud Beber Pembelajaran di SMAN 10 Samarinda Seperti Biasa

Bahkan rumor yang beredar aksi unjuk rasa ini digerakkan oleh pihak internal Sekolah yang tidak terima dipindah langsung dibantah oleh perwakilan aksi.

Banjarsanti salah satu perwakilan orangtua murid membantah hal tersebut. Ia menegaskan aksi ini murni atas desakan dari anak-anak yang bersekolah di tempat tersebut. Bahkan anaknya sendiri pun minta izin untuk ikut demo pada hari sebelumnya.

Lantas wanita berhijab ini pun mengiyakan dikarenakan melihat masa depan murid-murid tersebut belum jelas dimana lagi mereka bisa bersekolah.

Apalagi dengan sistem zonasi tentu tidak akan membuat masyarakat sekitar kawasan SMAN 10 Samarinda di Loa Janan Ilir akan sulit mencari Sekolah bagi anak-anaknya.

Bahkan untuk SMAN 4 dan 7 saja para orangtua disekitar Kampus Melati pun akan kalah saing dengan sekolah terdekat karena faktor jarak.

Mereka tergerak rasa memilikinya muncul. Soal gedung baru mereka tidak mau. ada gedung disana atau tidak yang penting sekolah ada di seberang karena diperlukan masyarakat setempat di sana.

"Bayangkan hanya SMAN ,4 dan 7 disana (kecamatan Loa Janan Ilir). Masyarakat di sekitar SMAN 10 berdasarkan zonasi akan tidak dapat karena kalah jarak," ucapnya.

Selain itu ia berharap pemerintah dan yayasan Melati dapat mencari solusi atas permasalahan ini.

Sebab sekolah tersebut sudah sering memberikan kontribusi kepada daerah terkait prestasi.

Tidak sedikitpun sekolah itu memberikan penghargaan di luar sekolah yang mengharumkan Sekolah dan kota Samarinda hingga Kaltim

"Karena siswa SMA 10 ini yang menelurkan prestasi-prestasi di Kaltim, jadi selama ini sebagian besar prestasi di Kaltim diperoleh dari anak-anak SMA 10," tuturnya.

Berita tentang Samarinda

Penulis Jino Prayudi | Editor: Budi Susilo

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved