Berita Kaltara Terkini
Pandangan Saksi Ahli dari Iwan Setiawan di Sidang Pencemaran Nama Baik Gubernur Kaltara Irianto
Dua saksi ahli dihadirkan dari pihak Iwan Setiawan, terkait sidang lanjutan atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Gubernur
Tim TGUPP ada SK-nya, dapatkan anggaran dari daerah. Kemudian postingan kedua terkait impor pejabat dari Kaltim, itu diakui juga.
Tanggapan Besaran Anggaran
Ketiga berkaitan besaran anggaran kehumasan ketimbang sektor pelayanan publik. Itu diakui juga.
"Maka sekali lagi, selama bisa dibuktikan di pasal 311 itu maka dia bisa dikatakan tidak memfitnah," jelas Mumaddadah.
Lebih jauh ia mengungkapkan pada dasarnya setiap orang berhak menyampaikan pendapat di muka umum sudah dijamin juga dengan UUD pasal 28 E.
"Itu UUD, ada juga UU Nomor 9 tahun 1998. Memang dalam kritik yang tidak boleh itu jika mencela, mengeluarkan kata kasar hewan. Lalu bahasa misalnya bersinonim misalnya PSK. Bahasa yang dianggap mencela. Makanya 310 itu ada," urainya.
Dan yang paling harus dipahami adalah hukum pidana ada namanya asas legalitas. Asas legalitas dalam perkembangan hukum pidana memiliki empat prinsip. Pertama lex scripta, kedua lex certa, ketiga lex stricta,dan keempat lex praevia.
Lex scripta artinya hukum pidana tersebut harus tertulis. Kemudian lex certa, rumusan delik pidana harus jelas tegas tidak boleh ada mengalami ambigu atau ketidakjelasan.
"Misalnya samar-samar, abu-abu, harus tegas. Artinya rumusan pidana harus dimaknai tegas. Tidak bisa ditafsirkan secara analogi," jelasnya. Lalh lex praevia, yang artinya hukum pidana tidak dapat diberlakuman surut.
Lebih jauh menyoal pasal 207 dalam kUHP, bahwa mengapa harus mengalami perubahan di UU Nomor 19 Tahun 2016, karena banyaknya kasus serupa dan mengalami kelenturan penafsiran.
"Itu tadi saking banyaknya kita lihat kasus seperti Prita, kasusnya terakhir Baiq Nuril, ini kan ada leks certa, mengalami kelenturan penafsiran sehingga banyak oknum penguasa yang mudah dengan mudahnya menjerat seseorang dengan UU ini," urainya.
Sehingga dalam hal ini lanjut Mumaddadah, ia juga dalam proses persidangan kemarin mengingatkan kepada majelis hakim, bahwa pasal 27 ayat 3 dalam penjelasannya di Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 itu merujuk lagi kembali kepada perbuatan pencemaran nama baik yang ada di KUHP.
Artinya berlaku bab 18 tentang kejahatan terhadap kehormatan diatur dari pasal 310-321. Itu masih berlaku.
Artinya rujukan pasal 207 itu masih kembali ke KUHP.
"Yang diatur dalam pasal 207 itu sarananya. Bagaimana perbuatan itu dilakukan. Perbuatan dilaukan melalui media. Tapi perbuatan pokok dikembalikan ke KUHP," tegasnya.