Berita Kaltim Terkini
Gubernur Tanggapi Pernyataan Bupati PPU yang Tak Mau Urus Covid-19, Isran Noor: Salah Dengar Itu
Beberapa hari yang lalu Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud mengatakan tidak ingin mencampuri urusan Covid-19 di wilayahnya.
Penulis: Jino Prayudi Kartono |
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Beberapa hari yang lalu Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud mengatakan tidak ingin mencampuri urusan Covid-19 di wilayahnya.
Hal tersebut ditanggapi langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor.
Menurutnya, hal tersebut bukan maksud dan tujuan yang dilakukan oleh orang nomor satu Penajam Paser Utara itu.
Isran Noor menjelaskan ada hal dan maksud lain pemerintah PPU terkait penanganan masalah Covid-19.
"Salah dengar kalian motong-motong saja itu," ucap Isran Noor, Senin (5/7/2021).
Baca juga: Bupati AGM Tak Mau Lagi Urusi Masalah Covid di PPU dan Ingin Ajak Kepala Daerah Lain Bersikap Sama
Ia yakin pemerintah PPU telah menjalankan instruksi terkait penanganan Covid-19.
"Pasti beliau ngurusi (Covid-19)," ucapnya.
Apalagi dengan adanya surat edaran Gubernur nomor 440/3317/B.Kesra terkait Upaya Pencegahan Penularan Corona Virus (Covid-19) di Kaltim.
Dengan adanya surat edaran tersebut, ia meyakini seluruh bupati/walikota dapat menjalankan instruksinya secara maksimal.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud (AGM) mengumumkan bahwa dirinya tidak lagi mencampuri urusan penanganan Covid-19 di daerah yang ia pimpin.
Pernyataan tersebut dikemukakannya usai menghadiri Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020 di DPRD PPU, Selasa (29/6/2021) kemarin.
Baca juga: Soal Ucapan Bupati PPU AGM, Plt Sekda: Bupati Hanya Menyindir Keras Penegakan Hukum
Hal tersebut dilakukan karena dirinya merasa upaya-upaya yang dilakukannya selama proses penanganan Covid-19 menjadi masalah bagi orang nomor satu itu.
Seperti halnya masalah pengadaan Chamber bilik roda empat pada bulan Maret 2020 lalu.
Chamber tersebut menimbulkan masalah bagi dirinya dan dinas terkait.
"Pengadaan chamber, jadi masalah. Padahal itu pengadaan Maret 2020. Pada saat itu, harga masker saja dari harga Rp 50 ribu per kotak bisa menjadi Rp 500 ribu, bahkan jutaan rupiah," ujarnya.