Mata Najwa
Di Mata Najwa, Najwa Shihab Bongkar Fakta Ucapan Firli Bahuri Jauh dari Nyata Soal Juliari Batubara
Di Mata Najwa, Najwa Shihab bongkar fakta ucapan Firli Bahuri jauh dari nyata soal Juliari Batubara
TRIBUNKALTIM.CO - Ucapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Juliari Batubara jauh dari kenyataan terkait kasus yang menimpa Juliari Batubara.
Video ucapan Firli Bahuri ini diputar ulang Najwa Shihab di acara Mata Najwa edisi 4 Agustus 2021.
Ucapan Firli Bahuri tersebut yakni soal ancaman hukuman mati bagi mereka yang terlibat korupsi di masa pandemi Virus Corona.
Diketahui, Eks Mensos Juliari Batubara didakwa melakukan korupsi bantuan sosial untuk warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Namun, bukannya hukuman mati ataupun penjara seumur hidup, Juliari Batubara yang merupakan politikus PDIP hanya didakwa 11 tahun penjara.
Selain ucapan Firli Bahuri, Najwa Shihab juga memutar video pernyataan Wamenkumham Edward Omar Sharif.
Baca juga: Di Mata Najwa, Peneliti ICW Nyaris Menangis Lihat Vonis Janda, Kurnia: Dewi Keadilan tak Lagi Adil
Acara Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab edisi Rabu (4/8/2021) mengangkat tema "Keadilan Bersyarat Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia".
Tema tersebut membahas gebyar diskon hukuman terhadap para koruptor.
Tiga terpidana yang disorot adalah eks Menteri Sosial Juliari Batubara, Jaksa Pinangki, dan Djoko Tjandra.
Seperti diketahui, eks Menteri Sosial Juliari Batubara terdakwa kasus suap sebesar Rp 32,2 miliar dari korupsi bansos 2020 hanya dituntut 11 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.
Kemudian, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, terdakwa kasus suap, permufakatan jahat dan pencucian uang dijatuhi hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Sementara Djoko Tjandra, terdakwa kasus red notice, penghapusan nama dari DPO, dan pengurusan fatwa MA dihukum 3,5 tahun penjara dari sebelumnya 4,5 tahun.
Saat membahas kasus Juliari Batubara, tim Mata Najwa sempat memutar video rekaman Ketua KPK Firli Bahuri yang berkomentar soal hukuman terhadap koruptor di masa pandemi.
"Ini saya ingatkan terus kepada kementerian lembaga, korupsi yang dilakukan di saat pandemic atau bencana itu hukumannya pidana hukuman mati," ujar Ketua KPK Firli Bahuri, pada video wawancara di CNN Indonesia 8 Agustus 2020.
Tak hanya itu, tim Mata Najwa juga memutar pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif.
"Bagi saya mereka layak dituntut dengan dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 UU Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," ujar Wamenkumham, Edward Omar Sharif seperti dikutip dari Kanal YouTube Pengetahuan FH UGM.
Melihat rekaman video itu, Najwa Shihab langsung bereaksi.
"Nyatanya anak buahnya hanya menuntut 11 tahun penjara, sementara warga korban korupsi bansos terlunta-lunta memperjuangkan hak mereka," ujar Najwa Shihab sambil menggelengkan kepala.
Baca juga: Di Mata Najwa, Korban Bansos Berdebat dengan Pengacara Juliari Batubara: Kami Tidak Bisa Makan Pak!
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang hadir di Mata Najwa juga dimintai pendapatnya.
"Bagi kami korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik ditambah pandemik dan dia sampai hari ini tidak mengaku, layak sebenarnya dituntut pidana penjara seumur hidup," kata Kurnia.
Foto Firli Bahuri dengan Juliari Batubara Beredar
Diberitakan Tribunnews.com, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, mengunggah foto yang menunjukkan Ketua KPK Firli Bahuri bersama mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Foto yang diunggah di akun Twitter Giri @girisuprapdiono pada Rabu (4/8/2021) memperlihatkan Firli dan Juliari tengah menyalurkan paket sembako bantuan sosial (bansos).
Firli ada di bagian kiri memakai kemeja batik lengan panjang, sementara Juliari mengenakan kemeja warna hitam.
Di antara mereka berdua, terdapat laki-laki sedang memegang paket sembako.
"Jejak digital itu kejam ya, Membagi bansos bersama, eh koruptornya gak jadi mati, penerima bansosnya yang setengah mati," cuit Giri bersama unggahan foto tersebut.
Tak hanya itu, Giri juga mengunggah potongan video wawancara Juliari bersama Tribun Network pada 2019 silam.
Dalam video tersebut, Juliari memberikan keterangan mengenai bagaimana melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo agar jangan korupsi.
Dalam kesempatan wawancara itu, Juliari menyatakan untuk mencegah terjadinya korupsi di Kementerian Sosial, ia menggunakan metode humanis, yaitu memberi nasihat kepada para pejabat dan karyawan Kemsos mengenai betapa malunya anak, istri, dan famili ketika mereka melakukan korupsi.
Baca juga: Di Mata Najwa, Boyamin Saiman Sebut Terpidana Pinangki Masih Jaksa dan Dapat Gaji dari Negara
"Jangan terngiang dan terpana dengan keindahan untaian kata-katanya. Tapi, tatap matanya, karena mata tidak bisa menipu kata hatinya," tulis Giri dalam merespons video tersebut.
Juliari sendiri telah dijerat KPK dalam perkara dugaan suap bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Bahkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah Juliari 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Selain itu, jaksa meminta Juliari mengganti kerugian Rp14,5 miliar.
Ia juga dituntut tak bisa dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.
Dalam perkara itu, Juliari Batubara didakwa menerima suap Rp32,4 miliar pada perkara dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020 di Kemsos.
Jaksa KPK mengatakan uang suap yang diterima Juliari didapat melalui bekas anak buahnya yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemsos.
Juliari mendapatkan uang dari Direktur Utama PT Mandala Hamonangan Sude Harry Van Sidabukke senilai Rp1,28 miliar.
Kemudian, ia diduga juga menerima uang dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar senilai Rp1,95 miliar.
"Terdakwa selaku menteri sosial Juliari Batubara sekaligus pengguna anggaran di Kementerian Sosial mengetahui atau patut menduga uang-uang tersebut diberikan karena terkait dengan penunjukan dalam pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan COVID-19," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa dalam pasal Pasal 12 huruf (b) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atau kedua Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)