Virus Corona di Samarinda
Cara Mengatasi Dampak Psikologis saat Isoman dari Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RSJD Atma Husada
Pandemi Covid–19 masih berlangsung dan menerpa sebagian besar wilayah di dunia, khususnya Indonesia, tak terkecuali Kota Samarinda.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Pandemi Covid–19 masih berlangsung dan menerpa sebagian besar wilayah di dunia, khususnya Indonesia, tak terkecuali Kota Samarinda.
Pandemi meninggalkan dampak terhadap kehidupan manusia.
Satu hal yang pasti adalah dampak kesehatan yang diakibatkan oleh paparan Covid-19 secara umum telah diketahui, seperti sesak nafas, batuk dan semacamnya yang cukup berisiko terhadap tubuh.
Selain itu, dampak ekonomi juga kerap dibahas di berbagai ruang publik sebab dari pembatasan mobilitas warga melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Dampak yang juga tak ketinggalan berpengaruh terhadap manusia di masa pandemi ini sendiri, yaitu dampak psikologis dan mental, terutama bagi orang yang tengah menjalani isolasi mandiri (Isoman) karena terkonfirmasi positif Covid-19.
Baca juga: Tim Satgas Covid-19 Sungai Pinang Samarinda Periksa 12 Orang Pengunjung Tempat Keramaian
Telah menjadi bahasan umum di masyarakat bahwa beberapa di antaranya saat menjalani isoman di rumah atau di pusat karantina, ketika terpikirkan hal lain seperti keluarga, pekerjaan, hingga mendengar suara sirine ambulans yang lalu lalang, membuat pikiran dan hati menjadi kacau yang akhirnya berdampak pada kondisi kejiwaan.
Mengutip penuturan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada kota Samarinda, dr. Yenny Abdullah, Sp.KJ dalam kesempatan perbincangan melalui kanal Diskominfo Samarinda, Sabtu (7/8/2021).
Ia mengungkapkan beberapa cara yang bisa dilakukan bagi masyarakat yang sedang menjalani isoman di rumah.
Hal tersebut agar dapat mengendalikan pikiran dan psikologinya sehingga tidak berakibat lebih buruk terhadap kesehatannya.
Yenny mengatakan, sebab-sebab terganggunya psikis seseorang saat terkonfirmasi positif Covid-19 dan menjalani isoman adalah memikirkan dampak dan kemungkinan yang tergambarkan akibat dirinya terpapar Covid-19.
Ia menyarankan agar pasien isoman dapat memfokuskan diri selama masa isoman tanpa harus memikirkan segala yang telah terjadi di masa lalu atau kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang.
Baca juga: Tak Ingin Anak Didik Terpapar Covid-19, Komisi IV DPRD Samarinda Dukung Pelaksanaan PTM Diundur
“Berhenti berpikir untuk kemarin, dan stop berpikir untuk besok, usahakan hanya berpikir sekarang dan di sini, fokus pada saat ini saja, karena masalah kedua dapat diselesaikan apabila masalah satu telah selesai,” jelas dr. Yenny.
Kemudian mengatur mekanisme pembelaan diri yang lebih dewasa dengan mengganti fokus pikiran kepada kegiatan-kegiatan yang disukai atau menjadikannya sebagai humor.
ia menuturkan mekanisme pembelaan diri ini dapat membuat seseorang lebih dapat menerima semua yang dialaminya dengan lebih baik, sehingga tidak merasa terbebani.
“Mekanisme pembelaan diri itu bisa terjadi kalau ada kemauan untuk berubah dalam diri masing-masing, yang perlu diubah apa, perubahan kebiasaan, pola pikir yang negatif harus menjadi positif, gaya hidup dan mengenali sumber stresnya,” paparnya lebih lanjut.
“Perasaan dan perilaku akan mengikuti pikiran, jadi jangan fokus pada ketakutan, tapi fokus pada doa dan harapan,” tuturnya.
Dalam fase-fase menghadapi masa-masa sulit, terdapat beberapa tahapan yang awalnya berada dalam situasi yang tak ideal, sampai dengan tahap penerimaan sebagai tahap akhir dalam melewati masa-masa sulit, tetap terhubung satu sama lain saat isoman juga berpengaruh terhadap motivasi dan pikiran.
Yenny mengemukakan, terjalinnya komunikasi satu sama lain dapat mengusir rasa sendiri bagi orang yang harus menjalani isoman sehingga langkah-langkah tersebut dapat mengurangi dampak psikologis saat isoman.
“Baik yang isoman ataupun orang-orang yang membantunya tetap saling terhubung dan jangan dibiarkan sendiri, baik lewat telepon atau yang lainnya,” ucap dr. Yenny. (*)