Berita Internasional Terkini
Taliban Blokir Bandara usai Berhasil Ambil Alih Afghanistan, 7 Warga Tewas Berebut Naik Pesawat
Taliban blokir bandara usai berhasil ambil alih Afghanistan, 7 warga tewas berebut naik pesawat.
TRIBUNKALTIM.CO - Mata dunia tertuju ke Afghanistan, usai kelompok Taliban berhasil mengambil alih negara di kawasan timur tengah tersebut.
Usai merebut kekuasaan Afghanistan, kelompok Taliban memblokir bandara.
Lantaran banyak warga yang panik, untuk kemudian meninggalkan Afghanistan usai tahu bahwa kelompok gerilya Taliban berhasil menduduki kantor kepala negara.
Akibatnya 7 warga Afghanistan diketahui tewas karena berebut naik pesawat.
Ya, Taliban menyatakan bahwa perang di Afghanistan telah berakhir, setelah para pejuangnya menyerbu ibu kota, Kabul, dan Presiden Ashraf Ghani meninggalkan negara itu.
Dilansir SerambiNews.com dalam artikel berjudul Taliban Blokir Bandara, 7 Warga Afghanistan Tewas saat Rebutan Naik Pesawat yang Lepas Landas, pejuang Taliban yang menang berpatroli di jalan-jalan Kabul pada Senin (16/8/2021) ketika ribuan warga Afghanistan mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kekuasaan kelompok garis keras yang ditakuti.
Baca juga: Jusuf Kalla Blak-blakan Soal Nasib Afganistan Kini, Bongkar Beda Taliban Sekarang dan 20 Tahun Lalu
Dikutip dari Aljazeera, puluhan orang Afghanistan nampak berlari di samping sebuah pesawat militer AS saat meluncur di landasan pacu dan beberapa lainnya menempel di samping saat jet itu lepas landas.
Pejabat senior militer AS mengatakan bahwa kekacauan itu menyebabkan tujuh orang tewas, termasuk beberapa yang jatuh dari penerbangan.
Berdasarkan laporan Aljazeera, pasukan Taliban telah memasang penjagaan untuk menghentikan orang masuk ke terminal bandara Kabul dan telah melepaskan tembakan peringatan untuk menjauhkan orang dari daerah tersebut.
Beredar di media sosial video yang memperlihatkan kepanikan warga Afghanistan yang berusaha naik ke penerbangan evakuasi di bandara di Kabul pada Senin (16/8/2021).
Video-video di media sosial memperlihatkan kepanikan orang-orang yang sampai memanjat tangga pesawat.
Mengutip Reuters, ribuan warga Afghanistan tampak menyerbu landasan pacu, berharap dapat menaiki pesawat untuk ke luar negeri meski tidak memiliki tiket atau visa.
Saat ratusan orang menyaksikan, mereka yang berhasil menaiki tangga membantu yang lain naik, sementara beberapa orang berpegangan di pagar tangga dengan tangan.
Keluarga-keluarga panik yang mencoba melarikan diri dari ibu kota membawa banyak barang bawaan, dan anak-anak yang ketakutan mengikuti di belakang.
Kekacauan di bandara terjadi beberapa jam setelah para pemimpin Taliban memerintahkan anggotanya masuk ke Kabul, dengan alasan untuk ketertiban saat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negara.
Saat situasi makin tak terkendali, pasukan AS kemudian melepaskan tembakan ke udara guna mengembalikan ketertiban dan semua penebangan komersial pun dibatalkan.
"Saya merasa sangat takut di sini. Mereka melepaskan banyak tembakan ke udara," kata seorang saksi kepada AFP, yang meminta tidak disebut namanya, berjaga-jaga bila membahayakan peluangnya untuk pergi.
Baca juga: NEWS VIDEO Profil Ghani Baradar, Petinggi Taliban Calon Kuat Presiden Afghanistan
Baca juga: DETIK-DETIK Tutup Bursa Transfer, Kans Juventus Kehilangan Ronaldo Besar, Agen Kontak Man City & PSG
Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen mengatakan, saat ini, mereka tengah mengepung Kota Kabul.
"Dalam beberapa hari ke depan, kami menginginkan transfer damai," kata Shaheen yang berbasis di Qatar sebagai bagian dari tim perunding kelompok tersebut, dikutip dari AFP.
Shaheen lalu memaparkan, kebijakan Taliban apa saja yang akan diterapkan di Afghanistan, setelah mereka kembali berkuasa usai 20 tahun terpukul oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat (AS) akibat tragedi 9/11.
"Kami menginginkan pemerintahan Islam yang inklusif... itu berarti semua warga Afghanistan akan menjadi bagian dari pemerintahan itu," kata Shaheen.
"Kami akan melihatnya di masa depan saat transfer damai berlangsung."
Dia juga mengatakan, kedutaan dan pekerja asing tidak akan menjadi sasaran Taliban dan mereka harus tetap berada di Afghanistan.
"Tidak akan ada risiko bagi diplomat, LSM, siapa pun. Semua harus melanjutkan pekerjaan seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Mereka tidak akan disakiti, mereka harus tetap tinggal."
Taliban menepis kekhawatiran bahwa Afghanistan akan terjerumus kembali ke hari-hari gelap dengan hukum ultra-konservatif kelompok itu.
Baca juga: Siapa Malala Yousafzai? Peraih Nobel Perdamaian Termuda Dunia, Pernah jadi Korban Penembakan Taliban
Shaheen berdalih, Taliban malah akan mencari babak baru toleransi.
"Kami ingin bekerja dengan warga Afghanistan mana pun, kami ingin membuka babak baru perdamaian, toleransi, koeksistensi damai, dan persatuan nasional untuk negara dan rakyat Afghanistan," katanya.
Banyak pejabat, tentara, dan polisi menyerah atau meninggalkan pos mereka, takut akan pembalasan terhadap siapa pun yang dicurigai bekerja dengan pemerintah yang didukung Barat atau pasukan Barat.

Shaheen berujar itu tidak akan terjadi.
"Kami yakinkan bahwa tidak ada balas dendam pada siapa pun. Setiap kasus akan diselidiki."
Baca juga: Animasi Nussa Dikaitkan dengan Taliban, Kreator Geram,Tantang Eko Kuntadhi Debat, Bukan Asal Ngomong
Juru bicara yang berbasis di Doha tersebut menambahkan, Taliban juga akan meninjau hubungannya dengan Amerika Serikat.
"Hubungan kami di masa lalu."
"Di masa depan, jika mereka tidak mencampuri agenda kita lagi, akan menjadi babak baru kerja sama," pungkasnya.
Perang Berakhir
Taliban menyatakan perang di Afghanistan telah berakhir pada harei ini.
Keputusan itu setelah gerilyawan menguasai istana kepresidenan di Kabul, Senin 16 Agustus 2021.
Istana diduduki saat pasukan pimpinan AS pergi dan negara-negara Barat bergegas untuk mengevakuasi diplomat dan warganya.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu pada hari Minggu ketika gerilyawan Islam memasuki kota.
Presiden ingin menghindari pertumpahan darah, sementara ratusan warga Afghanistan putus asa untuk meninggalkan bandara Kabul yang kebanjiran.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Senin pagi hampir semua personel kedutaan, termasuk Duta Besar Ross Wilson, sudah berada di bandara dan bendera Amerika Serikat telah diturunkan dan dipindahkan dari kompleks kedutaan.
"Hari ini adalah hari besar bagi rakyat Afghanistan dan mujahidin. Mereka telah menyaksikan buah dari upaya dan pengorbanan mereka selama 20 tahun," kata Mohammad Naeem, juru bicara kantor politik Taleban, kepada Al Jazeera TV. "Alhamdulillah perang di negara ini sudah berakhir." Seperti dilansir dari Tribun-Timur.com berjudul Janji Taliban Jika Kuasai Seluruh Afganistan.
Mr Naeem mengatakan jenis dan bentuk rezim baru di Afghanistan akan segera dibuat jelas.
Dia menambahkan Taliban tidak ingin hidup dalam isolasi dan menyerukan hubungan internasional yang damai.
"Kami telah mencapai apa yang kami cari, yaitu kebebasan negara kami dan kemerdekaan rakyat kami," katanya.
Baca juga: KPK Diserang Isu Taliban, Febri Diansyah Tak Tinggal Diam, Curiga Terkait Bansos Juliari Batubara
"Kami tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan tanah kami untuk menargetkan siapa pun, dan kami tidak ingin menyakiti orang lain."
Di Washington, pengkritik keputusan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk mengakhiri perang terpanjang Amerika, yang diluncurkan setelah serangan 11 September 2001, mengatakan kekacauan itu disebabkan oleh kegagalan kepemimpinan Joe Biden.
Diplomat Amerika diterbangkan dengan helikopter ke bandara dari kedutaan mereka di distrik Wazir Akbar Khan yang dibentengi ketika pasukan Afghanistan, dilatih selama bertahun-tahun dan dilengkapi oleh AS dan lainnya dengan biaya miliaran dolar, menghilang begitu saja.
Di bandara Kabul, ratusan warga Afghanistan yang putus asa berusaha melarikan diri dari negara itu, beberapa menyeret barang bawaan melintasi landasan pacu dalam kegelapan sementara wanita dan anak-anak tidur di dekat koridor keamanan.
Sebuah sumber di bandara mengatakan beberapa bentrokan pecah di antara orang-orang yang tidak bisa mendapatkan tempat karena keberangkatan dihentikan.
Televisi lokal 1TV melaporkan beberapa ledakan terdengar di ibu kota setelah gelap, tetapi kota itu sebagian besar sunyi pada siang hari pada hari Minggu.
Kelompok bantuan darurat mengatakan 80 orang yang terluka telah dibawa ke rumah sakitnya di Kabul, dengan kapasitas maksimum, dan hanya menerima orang-orang dengan cedera yang mengancam jiwa.
Dalam sebuah posting Facebook, Ghani mengatakan dia telah meninggalkan negara itu untuk menghindari bentrokan dengan Taliban yang akan membahayakan jutaan penduduk Kabul.
Dia tidak mengatakan di mana dia berada dan tidak jelas ke mana dia menuju atau bagaimana tepatnya kekuatan akan ditransfer setelah serangan kilat Taliban di Afghanistan.
Baca juga: Rela Kubur Mimpi Jadi Jenderal, Mantan Ketua KPK Ini Akui Ada Kelompok Taliban di Internal KPK
Al Jazeera sebelumnya menunjukkan rekaman dari apa yang dikatakan komandan Taliban di istana kepresidenan dengan puluhan pejuang bersenjata.
Beberapa pengguna media sosial lokal di Kabul mencap Ghani pengecut karena meninggalkan mereka dalam kekacauan.
Sebuah tweet dari akun terverifikasi Kedutaan Besar Afghanistan di India mengatakan: "Kami semua membenturkan kepala karena malu."
Syariah
Banyak orang Afghanistan khawatir Taliban akan kembali ke praktik keras di masa lalu dalam penerapan syariah, atau hukum agama Islam.
Selama pemerintahannya dari tahun 1996 hingga 2001, perempuan tidak bisa bekerja dan hukuman seperti rajam, cambuk dan gantung diterapkan atas mereka.
Para militan berusaha untuk menampilkan wajah yang lebih moderat, berjanji untuk menghormati hak-hak perempuan dan melindungi baik orang asing maupun warga Afghanistan.
"Kami siap untuk berdialog dengan semua tokoh Afghanistan dan akan menjamin mereka perlindungan yang diperlukan," kata Naeem kepada Al Jazeera Mubasher TV.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak Taliban dan semua pihak lain untuk menahan diri sepenuhnya, dan menyatakan keprihatinan khusus tentang masa depan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Pentagon mengizinkan tambahan 1.000 tentara untuk membantu mengevakuasi warga AS dan warga Afghanistan yang bekerja untuk mereka, kata seorang pejabat AS.
Baca juga: Donald Trump Anggap Pertemuan dengan Taliban Sudah Mati
Negara-negara Eropa, termasuk Prancis, Jerman dan Belanda, juga mengatakan mereka bekerja untuk mengeluarkan warga negara mereka serta beberapa karyawan Afghanistan ke luar negeri.
Rusia mengatakan tidak perlu mengevakuasi kedutaannya untuk saat ini.
Turki mengatakan kedutaannya akan melanjutkan operasi.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan dalam wawancara dengan CNN hari Minggu (15/08/2021) bahwa bukan kepentingan Amerika Serikat untuk tetap berada di Afghanistan, dinyatakan ketika gerilyawan Taliban memasuki ibu kota Kabul.
Mr Blinken mengatakan Washington telah menginvestasikan miliaran dolar dalam rentang waktu empat pemerintahan Amerika Serikat, memberi mereka keuntungan atas Taleban, tetapi mereka tetap saja gagal untuk mengalahkan Taliban.
"Faktanya, kami melihat kekuatan tidak mampu membela negara mereka sendiri," katanya. "Dan itu terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan."
Situasi sangat tegang namun kelompok Taliban diperintahkan untuk tidak melakukan kekerasan maupun pertempuran. (*)