Aplikasi
Sikap Google dan Twitter Masih Tanda Tanya usai Facebook, TikTok Blokir Konten Terkait Taliban
Raksasa jejaring sosial Facebook mengatakan akan bertindak tegas terhadap konten terkait Taliban yang beredar di platformnya.
Facebook sendiri telah memblokir Taliban selama beberapa tahun.
Baca juga: Taliban Blokir Bandara usai Berhasil Ambil Alih Afghanistan, 7 Warga Tewas Berebut Naik Pesawat
Dilema WhatsApp
Kendati demikian, WhatsApp memiliki dilema tersendiri.
Sebab, aplikasi perpesanan itu menggunakan sistem keamanan enkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption), di mana isi pesan hanya bisa dilihat oleh penerima dan pengirim.
Pihak ketiga, termasuk Facebook tidak bisa membaca isi pesan yang dikirim di WhatsApp.
"Sebagai platform perpesanan pribadi, kami tidak bisa mengakses konten percakapan pribadi pengguna bagaimanapun caranya, apabila kamu mengetahui bahwa seseorang atau organisasi yang terkena sanksi menggunakan WhatsApp, kami akan mengambi tindakan," jelas juru bicara Facebook dihimpun dari CNBC.
Beberapa laporan menyebut bahwa anggota Taliban masih menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi.
Untuk membantu meminimalisir konten terkait Taliban, WhatsApp akan menggunakan software AI untuk meninjau informasi yang tidak terenkripsi, seperti nama pengguna, foto profil, dan deskripsi grup.
WhatsApp juga disebut telah menutup kontak aduan yang dibuat oleh Taliban setelah mengambil alih Kabul.
Baca juga: Jusuf Kalla Blak-blakan Soal Nasib Afganistan Kini, Bongkar Beda Taliban Sekarang dan 20 Tahun Lalu
Informasi kontak aduan itu diumumkan pada hari Minggu dan pernah digunakan saat Taliban mengambil alih kota Kunduz di tahun 2016 lalu.
Kontak aduan itu sejatinya digunakan warga sipil untuk melaporkan tindakan kekerasan, penjarahan, dan kejadian lain.
Diblokir TikTok
Tidak hanya Facebook, TikTok pun menyatakan sikap yang sama.
Media sosial berbasis video ini juga mengatakan pada CNBC bahwa mereka menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris.
Meski pihak TikTok tidak mengeluarkan pernyataan yang rinci, perusahaan mengatakan akan menghapus konten yang mendukung, memuji, atau mengagungkan terkait Taliban.
Baca juga: NEWS VIDEO Profil Ghani Baradar, Petinggi Taliban Calon Kuat Presiden Afghanistan