Berita Nasional Terkini

239 Anggota DPR RI Belum Lapor Harta Kekayaan ke KPK, Pandemi Covid-19 dan WFH Jadi Alasan

Ratusan anggota DPR RI disebut belum melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tribunnews/JEPRIMA
Sejumlah anggota DPR, DPD dan MPR periode 2019-2024 saat mengikuti pelantikan di kompleks parlemen DPR/MPR, Senayan, Selasa (1/10/2019). Sebanyak 575 anggota DPR yang mengikuti pelantikan atau pengambilan sumpah/janji yang dimulai dari seluruh anggota DPR, DPD, dan MPR yang akan dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung (MA). Kini, 239 anggota DPR RI disebut belum melaporkan LHKPN ke KPK 

TRIBUNKALTIM.CO - Ratusan anggota DPR RI disebut belum melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hampir separuh dari jumlah anggota DPR RI yang hingga pekan pertama September 2021 belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.

Dari 569 kewajiban laporan, anggota DPR RI yang sudah melaporkan diri sebanyak 330, sisanya 239 belum lapor.

Baca juga: Ditunjuk KPK Jadi Narasumber, Ganjar Beberkan Proses Menjadikan Jateng Terbaik Dalam Pelaporan LHKPN

Baca juga: Rita Widyasari Terseret Dugaan Suap Mantan Penyidik KPK, Ini Deretan Kasus Mantan Bupati Kukar

Baca juga: Akun Medsos Diduga Milik Tersangka Korupsi Budhi Sarwono Buat Postingan, KPK tak Tinggal Diam

Hal itu, diketahui dari hasil penelitian dan evaluasi KPK terhadap upaya-upaya pencegahan korupsi yang salah satu indikatornya adalah ketaatan dan kepatuhan penyampaian LHKPN.

Seperti dilansir dari Kompas.com, Ketua KPK Firli Bahuri menyinggung soal LHKPN.

"Tercatat pada 6 September 2021, anggota DPR RI dari kewajiban laporan 569, sudah melaporkan diri 330 dan belum melaporkan 239 atau tingkat presentasi laporan baru 58 persen," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam webinar KPK, Selasa (7/6/2021).

Padahal, ketika menuju pemilihan legislatif, 100 persen para calon anggota dewan tersebut patuh melaporkan LHKPN.

Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, anggota legislatif patuh melaporkan LHKPN saat akan mengikuti pemilihan umum sebagai syarat pencalonan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Untuk legislatif ternyata menurut drastis, legislatif dulu 100 persen DPR dan DPRD, sekarang yang itu jatuh," ujarny adalam konferensi pers capaian Kinerja Bidang Pencegahan dan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK pada semester I 2021, Rabu (18/8/2021).

Diatur Undang-undang Firli pun mengingatkan bahwa dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ada perintah untuk melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara.

Setidaknya, ujar dia, ada 1 pasal yang mengatur soal kewajiban itu, yaitu Pasal 5 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa penyelenggara negara wajib memberikan laporan tentang harta kekayaan negara baik sebelum, selama, dan setelah melakukan atau menduduki jabatan.

Firli menyebutkan, kepatuhan dan ketaatan terhadap pembuatan dan pemberian LHKPN memiliki 3 indikator.

Pertama, penyelenggara negara patuh dan taat membuat laporan lHKPN sebelum menduduki jabatan.

Baca juga: NEWS VIDEO KPK Tahan 17 Tersangka Kasus Jual Beli Jabatan di Probolinggo

Kedua, kepatuhan dan ketaan membuat LHKPN selama jabatan, dan yang terakhir di akhir masa jabatannya penyelenggara negara membuat laporan harta kekayaan.

"Kami sungguh mengajak rekan-rekan penyelenggara negara untuk membuat dan melaporkan harta kekayaannya, kenapa? Karena tujuan mengendalikan diri supaya tidak melakukan praktek-praktek korupsi," ujar Firli.

Selain itu, menurut dia, melaporkan LHKPN juga merupakan bentuk pertanggungjawaban publik terhadap rakyat yang memilih.

"Kita sebagai warga negara, anak bangsa yang memiliki komitmen untuk melakukan pemberantasan dan tidak ramah dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme," tutur Firli.

Tak ada sanksi

Dalam kesempatan itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai, minimnya kepatuhan para penyelanggara negara dalam penyampaian LKHPN kepada KPK akibat tidak adanya sanksi.

Baca juga: Spanduk Terima Kasih KPK Muncul di Banjarnegara, Usai Bupati Budhi Sarwono Jadi Tersangka Korupsi

"Mungkin karena tidak ada konsekuensi yang tidak diberikan kepada anggota atau pejabat negara yang terlambat atau tidak melaporkan LKHPN kecuali hanya dibutuhkan dan merasa diperbutuhkan," ujarnya, Selasa.

Bamsoet pun mendorong kepada seluruh pihak, khususnya para pimpinan lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif untuk menyusun sanksi untuk membangun kesadaran dalam penyampaian LKHPN.

"Menurut saya perlu juga dipikirkan cara-cara bagaimana mendorong kesadaran dengan tindakan atau peringatan atau aturan yang membuat mereka pasti melaporkan harta kekayaan," ucapnya.

DPR misalnya, kata dia, membuat sanksi untuk anggota dewan yang tidak tertib melaporkan LHKPN.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menyambangi redaksi Tribunnews di Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018).
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menyambangi redaksi Tribunnews di Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018). (Fitri Wulandari)

Sanksi disusun melalui pimpinan fraksi dan pimpinan partai politik.

Bamsoet pun meminta KPK untuk membuka komunikasi kepada para pimpinan partai, baik ketua fraksi di parlemen maupun para ketua umum partai politik.

Hal itu, menurut dia, diperlukan untuk membahas soal sanksi jika ada anggota yang tidak patuh melaporkan harta kekayaannya.

"Kalau pimpinan partai atau ketum partai politik memerintahkan tanggat sekian, kalian tidak melaporkan harta kekayaan sesuai ketentuan, akan diberikan sanksi, hukuman terberatnya adalah PAW (pergantian antar waktu)," ujarnya.

"Cara-cara seperti itu barang kali lebih efektif. Artinya Pak Pahala (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK) cukup berkoordinasi dengan 9 orang yang ada di republik ini, 9 ketum partai politik, selesai urusan di parlemen," ucap dia.

Baca juga: LENGKAP Profil Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono: Tersangka KPK hingga Diusung 3 Partai saat Pilbup

Alasan pandemi

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, alasan banyaknya anggota DPR belum menyampaikan LHKPN karena terhambat oleh kebijakan work form home (WFH).

Sebab, menurutnya, para anggota dewan biasanya dibantu oleh staf dan tenaga ahlinya untuk melaporkan LHKPN, tetapi hal itu terhambat karena para staf dan tenaga ahli (TA) menerapkan WFH.

"Itu LHKPN kan harus dimasukkan pada saat-saat pandemi, nah mereka kan biasanya dibantu oleh TA, oleh staf, nah ini kan kita WFH semua sehingga staf yang membantu itu rata-rata juga pada WFH," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/9/2021), dikutip dari keterangan video.

Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, banyaknya anggota DPR yang tidak melaporkan LHKPN itu murni karena masalah teknis di atas.

"Masalah teknis, karena kalau yang tahun sebelumnya kan bagus itu," ujar Dasco.

Dasco mengatakan, pimpinan DPR akan meminta para ketua fraksi untuk mengimbau anggota-anggotanya agar segera melaporkan LHKPN.

"Kita akan minta kepada ketua-ketua fraksi untuk menyampaikan kepada para anggotanya untuk segera memasukkan LHKPN," kata dia. (*)

Berita Nasional Terkini Lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved