Wawancara Eksklusif

EKSKLUSIF - Pengakuan Risti Utami 'Tolak' Pinangan Wawali Balikpapan Terpilih Alm Thohari Aziz

Saat Tribun Kaltim mewawancara Risti Utami adalah moment haru, di bulan September merupakan hari jadi pernikahan dengan Almarhum Thohari Aziz.

Penulis: Cahyo Adi Widananto | Editor: Adhinata Kusuma
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE TRIBUN KALTIM OFFICIAL
Risti Utami, istri almarhum Thohari Aziz Wakil Walikota Balikpapan Terpilih, diwawancarai Wakil Pemimpin Umum Tribun Kaltim, Ade Mayasanto. 

TRIBUNKALTIM.CO - Risti Utami Dewi Nataris menikah dengan Thohari Aziz pada 21 September 2002.

Saat Tribun Kaltim berkesempatan mewawancarai Risti Utami secara eksklusif di kediamannya kawasan Sepinggan, Sabtu (11/9/2021) lalu, menjadi moment ‘berat’ bagi Risti Utami karena jelang hari jadi pernikahan dengan Almarhum Thohari Aziz.

Namun Risti Utami tetap tegar berbagi kisah perjuangannya bersama Thohari Aziz. Mulai perkenalannya, hingga akhirnya menikah.

“Itu juga via telpon juga ke orangtua di Jawa, pilih-pilih tanggal, akhirnya bulan September saya nikah, tahun 2002, tanggal 21. Harusnya kalo bapak (masih) ada sudah 19 tahun (usia pernikahan) ya,” kata Risti Utami.

Bagaimana perjuangan pasangan ini dalam mengarungi hidup, berikut petikan wawancara eksklusif Wakil Pemimpin Umum Tribun Kaltim, Ade Mayasanto dengan Risti Utami.

Tahun berapa ketemu Pak Thohari?

Tahun 2001. Itupun dikenalin. Saat itu kan saya usia 25 tahun. Kalau cari pasangan harus yang serius, karena bukan kayak ABG lagi. Harus sudah mapan, karena saya sudah bekerja juga.

Ya dikenalilah. Ibu saya punya teman, nah teman ibu saya ini yang kenali. Gimana Mbak Risti ada pasangankah? Gak ada. Nah akhirnya saya dikenal dengan Pak Thohari.

Jadi Pak Thohari Aziz ke rumah saya. Tapi (saya) gak mau dulu. Diakan (orang) politik. Sedangkan saya kan orang pendidikan.

Apa itu politik-politik. Nah untuk menyatukan hati ini kan (gak bisa langsung) gimana. Kata ibu, sudah gak usah lama-lama.

Ntar dulu bu, nggak. Lama saya (terima Pak Thohari). Saya ke Malang lagi sebulan. Adik saya wisuda. Miskomunikasi lagi, gak ada hubungan (dengan Pak Thohari).

Tapi ya itu memang jodoh kali ya. Di umur 26 itu, Pak Thohari datang ke rumah sendirian.

Saya bilang, berani juga orang ini ya. Mau ngelamar. Memang sudah ada pendekatan, tapi saya jarang ketemu. Karena saya (kerja) di perusahaan swasta yang sering bertugas keluar kota.

Saya bilang ke Mas Thohari, kalau kita memang serius, ya serius aja. Karena sudah tua-tuakan (umur) waktu itu. Pak Thohari sudah usia 31 waktu itu.

Saya 26. Akhirnya benar, langsung dilamar. Karena pikirannya, gak usah lama-lama, karena sudah matang.

Akhirnya sudah. Itu juga via telepon juga ke orangtua di Jawa, pilih-pilih tanggal, akhirnya September saya nikah tahun 2002, tanggal 21. Harusnya kalau bapak (masih) ada sudah 19 tahun (usia pernikahan) ya.

Ibu akhirnya berkesimulan bahwa Pak Thohari memang jodoh bagaimana?

Ya saya kan juga rajin salat malam. Minta petunjuk Allah. Saya maunya sama orang Jawa sih. Ya akhirnya dapat orang Jawa.

Pak Thohari mapan. Orangnya dewasa, pendiam. Karena saya banyak omong. Dan juga bertanggung jawab, kan sudah ada kerjaan.

Sudah ada rumah juga, rumah ini yang sekarang ditinggali. Tapi dulu masih biasa, sudah direnovasi beberapa kali ini.

Setelah menikah, apa kesibukan Ibu?

Nah itu kaget saya, kayak gini orang politik ya. Sering ditinggal-tinggal. Rapat-rapat. Tapi saya mencoba mencocokkan, ya tak apa, namanya suami istri, saya menerima, itu pilihan saya kok.

Dari situ saya tahu, oh begini ini organisasi, politik. Jadi istri harus siap ditinggal dalam tanda kutip pergi rapat dan kegiatan organisasi.

Waktu punya anak pertama. Pak Thohari bilang, bu sampean sudah punya anak, kalau kerja itu sering keluar daerah, gimana nanti anak. Ya sudah, saya berhenti. Saya manut.

Sampai usia Mas Revo (anak pertama Risti) 4 tahun. Saya menemani Pak Thohari saja. Waktu itu masih di ranting. Masih di bawah, belum dikenal Pak Thohari.

Apa kenangan terbaik bersama Pak Thohari?

Waktu masih susah. Jadi kita berdua itu betul-betul merasakan, waktu anak pertama Amru Revo Adianto. Amru itu artinya amirullah, pemimpin. Revo itu revolusioner. Jadi bapak ingin itu jadi Amru jadi pemimpin tangguh yang melakukan perubahan.

Jadi kami hidup suaah. Benar ini. Beli gula saja setengah kilo ke warung. Mie beli satu bungkus. Karena saya sudah berhenti bekerja, Pak Thohari juga sedang sepi kerjaan di bandara.

Tapi kita jalani berdua, namanya berumah tangga. Masa harus saya tinggalkan dia, gak mungkinkan. Harus setia dengan pasangan.

Saya mengalami itu, (Bapak) masih jadi tukang ketik itu di partai. Namanya masih di tingkat ranting, apa sih yang mau lirik ranting.

Tapi saya yakin (menjalani bersama Pak Thohari). Hidup itu gak selamanya di bawah, kadang di atas. Nah saat itu hamil lagi anak kedua. Mas Baskoro (Rafief Baskoro Fanani). Tahun 2006.

Nah usaha di bandara alhamdulillah lumayan. Dapat carter pesawat. Nah itu mulai kita bangkit. Itu juga kenapa ada usaha air isi ulang itu (di rumah).

Itu sejarahnya, (kami) mulai dari bawah terus dapat kerjaan di bandara lumayan besar untungnya. Karena saya nganggur, akhirnya buatlah usaha air isi ulang (di rumah). Mulailah pelan-pelan dari segi ekonomi (naik) bukan politik ya.

Mulailah Pak Thohari ikut politik, jadi sekretaris PAC yang kecamatan. Mulailah dilirik. Karena Pak Thohari pantang menyerah. Akhirnya Pak Thohari ditunjuk sebagai Ketua Partai PDI Perjuangan Balikpapan.

Tapi kita pernah gagal loh. Pak Thohari nyaleg itu pernah gagal. Tapikan orangnya semangat. Jadi belajar lagi. Maju lagi. Pada 2009 suara terbanyak, kalah lagi. Kalah sedikit aja selisih suara.

Gak tau dari partai bagaimana, saat itu ada PAW, 2011. Akhirnya tahun 2011 Pak Thohari menjabat sebagai anggota dewan.

Dari situ, saat partai mengusung presiden, gubernur, saya turun juga. Belajar politik. Ya bantu suamilah. Kita supportlah. Inisiatif sendiri. Pak Thohari tau tipe saya, dia tak pernah minta saya ikut-ikutan, tapi ya itu, di manapun suami, saya support.

Misalnya saat rapat dadakan, saya harus menyiapkan semua makanan. Misal kemarin pilkada nih pasangan dengan si A, ya saya ikut juga keliling Balikpapan turun ke masyarakat. Beliau kan ketua partai, meski pun saya ini orang pendidikan, ngga ngerti, tapi harus mendampingi.

Soal ibu jadi mengajar ini tahun berapa?

Saya masih honor ya sampai sekarang masih honor. 14 tahun. Karena prinsip kita itu, walau ada jabatan, tapi kalau melanggar aturan, saya gak mau mentang-mentang istri wakil ketua dewan, nggak saya (manfaatkan).

Anak sekolah masuk swasta, gak masuk negeri ya gak apa-apa. Itulah Pak Thohari. Selama anak istri bisa go ahead sendiri, silakan.

Ibu juga mengapa mau jadi guru honorer?

Nah itu. Anak sudah dua, saya juga sudah malang-melintang di marketing. Capek. Kata Pak Thohari, bu jadi guru saja. Kan pulang setengah hari. Ilmunya masih terpakai.

Oh iya, saya sempat kuliah lagi. Jadi dua gelar. Kuliah lagi di Unmul. Tahun 2009. Karena ngejar SPd.

Masih honor, karena saya mau masuk PNS sudah usia 35. Gak bisa saat itu.

Kata Pak Thohari, kita ikuti aturan. Saya ikut saja. (Dengan jadi pengajar) Ilmu saya juga bisa diajarkan ke murid, saya bisa bantu suami, kan pulang jam 1 siang. Jadi sore bisa bantu bapak. Saya bisa blusukan.

Apa kenangan menarik bersama Bapak Thohari selama blusukan?

Banyak. Kita ketemu warga. Mereka ingin didengarkan. Saya sudah (blusukan) dari ujung ke ujung. Gak siang gak malam, hujan panas, saya turun.

Kadang kami pisah, tidak ketemu. Beliau di mana saya di mana. Atur jadwal, jadi gak mesti blusukan bersama.

Apalagi kalau Sabtu Minggu, undangan bisa 20 sehari. Kata Bapak, Ini bu 10 undangan, saya 10. Oke. Pokoknya di mana warga perlu kami berdua, kami turun.

Kadang Bapak datang dari Jakarta langsung telepon, bu sampean ke RT sini. Saya ke sini. Gitu. Ndak pulang ke rumah dulu, lebih mengutamakan masyarakat. Orangnya gigih betul. Dan tidak hanya pas ada acara kami turun.

Kalau ada kedukaan kami pasti hadir, rapat RT kami hadir apalagi undangam kami hadir. Kerja bakti.

Jadi kadang-kadang anak-anak ini minta, Pak satu hari buat kitalah. Itu saking padatnya jadwal bapak di masyarakat.

Ya pernah dipenuhi Pak Thohari permintaan anak-anak. Tapi tetap saja telepon (Pak Thohari terus) berdering. Pak lagi di mana... Ya begitu. (Cahyo Adi Widananto/Bagian 3)

WAWANCARA EKSKLUSIF RISTI UTAMI Bagian 1

WAWANCARA EKSKLUSIF RISTI UTAMI Bagian 2

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved