Pesona Borneo
Tari Perang Ulong Da’a, Simbol Penghormatan Suku Dayak Sambut Pejuang Menang dari Medan Tempur
Tari Perang Ulong Da’a, Simbol Penghormatan Suku Dayak Sambut Pejuang Menang dari Medan Tempur
Penulis: Tribun Kaltim |
Dahulu kala, prosesi tersebut menjadi bagian dari upacara sebagai simbol kebesaran dan kehormatan terhadap pejuang masyarakat adat yang menghuni dataran tinggi Kaltara, yang kini merupakan bagian dari wilayah administrasi di Kabupaten Nunukan, Krayan.
“Dulu, Tari perang merupakan bagian dari prosesi penyambutan khas yang diwariskan leluhur kami. Jadi tarian ini adalah bagian dari upacara kesyukuran atas keberhasilan dan jasa pejuang mempertahankan martabat masyarakat adatnya,” ujarnya.
Seni gerak tradisional daerah tersebut sebelumnya hanya dinikmati kalangan terbatas.
Pertunjukan seni terbatas tersebut kini bisa dinikmati oleh semua golongan. Tari perang kerap dipertontonkan saat penyambutan tamu kehormatan yang berkunjung ke kabupaten Malinau.
Menjadi simbol kemuliaan dan penghormatan masyarakat Malinau kepada tamunya.

Prosesi Pemotongan Rotan
Sanggar seni yang kini beranggotakan 26 orang tersebut juga kerap mengisi prosesi penyambutan tamu di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Utara.
Tari perang merupakan jenis tarian khas yang menjadi kesenian daerah unggulan Sanggar Seni Dayak Lengilo’ Ulong Da’a.
Tari-tarian ini dipadu dengan iring-iringan musik khas daerah. Koreografi dengan ciri khusus budaya masyarakat adat Dayak juga dikenal dengan nilai filosofinya. Tarian dibuka dengan prosesi pemotongan rotan oleh tamu undangan.
Tirusel menjelaskan prosesi tersebut bermakna penerimaan masyarakat kepada tamu. Menandakan sekat antara “pemilik rumah” dan pelaksana prosesi pemotongan rotan telah diputus.
Menandakan tamu undangan adalah satu bagian Tamu beserta rombongannya berada di bawah perlindungan masyarakat adat selaku pemilik rumah.
“Prosesi pemotongan rotan ini menandakan pemotongnya merupakan bagian dari kami. Ini juga melambangkan tidak ada sekat setelah rotan diputus. Bentuk kemuliaan dan kehormatan tamu yang datang berkunjung ke Bumi Intimung,” ungkapnya.
Pria bertubuh tinggi semampai tersebut merupakan Panglima atau perwakilan masyarakat adat dalam prosesi sakral tersebut.
Diantara barisan pelaksana prosesi, Tirusel berdiri di barisan paling hadapan, menyambut sekaligus mengiringi kedatangan tamu kehormatan.
Prosesi tarian perang tersebut terdiri dari sejumlah komponen wajib yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upacara tersebut.