Pesona Borneo
Tari Perang Ulong Da’a, Simbol Penghormatan Suku Dayak Sambut Pejuang Menang dari Medan Tempur
Tari Perang Ulong Da’a, Simbol Penghormatan Suku Dayak Sambut Pejuang Menang dari Medan Tempur
Penulis: Tribun Kaltim |
Diantaranya, iring-iringan musik, atribut yang dikenakan pelaksana prosesi, perlengkapan perisai dan senjata tradisional dan monumen khusus yang menginspirasi penamaan sanggar seni tersebut, Ulong Da’a.
Dijelaskan Tirusel, Ulong Da’a merupakan lambang kebesaran suku Dayak di Dataran Tinggi Borneo, Kalimantan Utara. Monumen tersebut tersusun dari tulang belulang, tengkorak, rahang, tanduk dan bagian dari tubuh satwa yang menghuni dataran tinggi Borneo.
Secara tersirat, Monumen Ulong Da’a mencirikan kesinambungan kehidupan manusia dan alam. Melambangkan kekuatan pangan, dan tersedianya sumber daya alam yang melimpah di wilayah hutan masyarakat adat. Bahwa alam dan hutan merupakan bagian yang menyatu dari kehidupan masyarakat adat.
“Ulong Da’a tersusun dari tulang, kerangka dan bagian tubuh satwa yang hidup di tanah kelahiran kami, di dataran tinggi Borneo. Ulong Da’a menceminkan keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam. Ini menandakan bagaimana kita menghargai alam sebagai bagian yang menyatu dengan kehidupan,” katanya.

Gunakan Senjata Tajam Betulan
Menurut Tirusel, tak seperti yang dipersepsikan khalayak umum, esensi tari perang bukanlah soal kekerasan.
Melainkan, ketegasan, ketangguhan dan kematapan hati masyarakat adat. Nilai-nilai sejarah yang diadopsi dan diwujudkan melalui seni banyak menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sanggar Seni Dayak lengilo’ Ulong Da’a saat ini diketuai oleh Simson, dan Panias Pelatus selaku pelatih dan penari utama penopang sanggar seni tersebut.
Pemeran utama dalam adegan puncak tari perang tersebut diperankan oleh Panias bersaudara.
Panias menerangkan, hal terpenting bagi penari dan pelaksana prosesi adalah keseriusan, ketangguhan dan penghayatan.
Menurutnya, pemeran dalam tari tradisional tersebut adalah satu kesatuan. Jika seorang saja berbuat kesalahan, keseimbangan tari perang turut terpengaruh.
Dalam adegan puncak, pemeran utama menggunakan senjata tajam dan perisai yang memang digunakan pada saat perang. Sehingga, sedikit saja kesalahan dapat berakibat fatal terhadap pemerannya.
“Seluruh bagian adalah satu kesatuan, satu saja salah, jalannya prosesi bisa timpang. Makanya, penari dan seluruh harus serius, sungguh-sungguh. Karena kita memang benar-benar menggunakan senjata tajam, sedikit saja kesalahan bisa fatal. Hal terpenting adalah penghayatan seni,” ujar Panias.

Dari aspek sejarahnya, Sanggar Seni Dayak lengilo’ Ulong Da’a telah berdiri sejak lama.
Namun, secara resmi Sanggar Seni tersbut mulai membuka pagelaran seni di depan public pada tahun 2012 silam. Di Kalimatan Utara, ada dua Sanggar Seni Ulong Da’a, di kabupaten Malinau dan kabupaten Nunukan. (Mohammad Supri)