Berita Nasional Terkini

Resmi, Pemerintah Banting Harga Tes PCR, Luhut Beber Masa Berlaku Syarat Penerbangan Lebih Lama

Resmi, Pemerintah banting harga tes PCR, Luhut Binsar Pandjaitan beber masa berlakunya untuk syarat penerbangan lama

Editor: Rafan Arif Dwinanto
DOK/PENDAM VI MULAWARMAN
Tiba di Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan, ratusan prajurit US Army langsung menjalani tes PCR, Senin (26/7/2021). Pemerintah resmi menurunkan harga tes PCR 

”HET PCR di lapangan banyak diakali provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal.

Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam,” kata Tulus dalam keterangannya, Minggu (24/10/2021).

"Demi mengakali HET reguler yang harganya Rp 495 ribu, dibuatlah PCR ekspress dan sejenisnya dengan harga selangit," ucap Tulus.

Tulus menduga pihak lab berusaha menemukan celah agar bisa mematok harga lebih tinggi untuk tes PCR.

Ia mengamati saat ini di lapangan ragam harga tes PCR didasarkan pada berapa lama hasil tesnya keluar.

Ia mencontohkan untuk hasil tes yang keluar setelah 6 jam dihargai sekitar Rp1,5 juta di Jakarta.

Sementara di Yogyakarta tarifnya di kisaran Rp750.000.

”Di tempat lain juga beda. Saya menduga ini permainan pihak lab saja.

Sebenarnya tes PCR tidak harus 1x24 jam jadi, tapi bisa lebih cepat dengan harga yang sama (HET)," ujar Tulus.

Tulus menganggap permainan harga ini menjadikan penumpang moda transportasi udara sebagai korban.

Sebab, penumpang pesawat tergolong harus cermat soal waktu.

Oleh karena itu dia menyarankan agar tes PCR tak lagi digunakan bagi pengguna transportasi udara.

"Sulit rasanya harus menunggu 1x24 jam. Jadi cukup antigen saja untuk penumpang pesawat, tidak perlu PCR agar konsumen tidak tereksploitasi," kata Tulus.

Sebelumnya, pemerintah lewat Surat Edaran Satgas Covid-19 No. 21 Tahun 2021 menetapkan syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat penerbangan wilayah Jawa-Bali serta wilayah PPKM Level 3 dan 4.

SE yang diterbitkan Kamis (21/10) itu mengikuti aturan di Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 53 Tahun 2021.

Kebijakan ini membatalkan aturan sebelumnya yang mengizinkan penumpang pesawat dites antigen jika sudah divaksinasi dosis penuh.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan penyesuaian kebijakan ini tujuannya uji coba pelonggaran mobilitas dalam meningkatkan produktivitas masyarakat dengan penuh kehati-hatian.

Kebijakan ini yang kemudian menuai banyak kritik karena biaya tes PCR dinilai cukup mahal. Meskipun pada Agustus lalu Presiden Joko Widodo meminta harga PCR diturunkan menjadi kisaran Rp 495 ribu - Rp 525 ribu, harganya masih tergolong tinggi.

Apalagi jika dibandingkan biaya rapid tes yang berada di kisaran Rp 85 ribu hingga Rp 125 ribu.

PCR sendiri adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus.

Saat ini PCR juga digunakan mendiagnosis penyakit Covid-19 yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona, meski tak sepenuhnya akurat.

Tulus menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat ini diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.

Tulus menyebutkan syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Lalu turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200 ribuan," imbuhnya.

Tulus juga meminta kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," kata Tulus.

Senada dengan YLKI, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setidjowarno mengungkapkan selama ini banyak lab kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR.

Djoko pun menilai kewajiban PCR bagi penumpang pesawat seharusnya bisa dihapuskan.

Jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini bisnis angkutan udara bisa kembali membaik.

"Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah. Lagipula harganya beda-beda.

Baca juga: Syarat Naik Pesawat Lion Air Oktober 2021, PPKM Diperpanjang, Masih Wajib Tes PCR Meski Sudah Vaksin

Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat," ucap dia.

Djoko juga meminta pihak bandara memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan.

Misalnya saja, terkait aturan tes, pihak bandara dinilai tidak sigap menyiapkan fasilitas tes guna memudahkan penumpang.

"Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya.

Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam.

Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat)," katanya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved