Berita Kaltim Terkini

Ada Lagi Korban Lubang Tambang, Gubernur Isran Noor Diberi Penghargaan Warga Sipil Kaltim

Para aktivis yang tergabung di Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur, Kota Samarinda.

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Budi Susilo
HO/JATAM KALTIM
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melalukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (3/11/2021). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Para aktivis yang tergabung di Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada Rabu (3/11/2021).

Mereka merespon korban lubang bekas tambang yang tidak mendapat perhatian serta penanganan serius oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Dinamisator JATAM Kaltim Pradarma Rupang yang tergabung dalam aksi itu mencatat, di Kalimantan Timur ancaman lubang tambang masih menghantui masyarakat.

Karena secara keseluruhan masih ada 1.735 lubang bekas tambang.

Baca juga: Korban Lain yang Tertimbun Longsor di Lubang Tambang Site PT KBM Ditemukan, Polisi Masih Investigasi

Baca juga: 9 Titik Dugaan Tambang Batu Bara Ilegal di Berau Rugikan Negara dan Masyarakat

Baca juga: Sambut Kedatangan Tambang Batu Bara PT Kencana Wilsa di Kutai Barat, Warga Ingin Ada Pemberdayaan

Di Kota Samarinda sendiri terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan.

Menurut JATAM lubang yang dibiarkan menganga itu menjadi bom waktu sebagai salah satu persoalan serius yang tak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah.

Tenggelamnya Febi Abdi Witanto (25) Pada 31 Oktober 2021 di lubang tambang milik salah satu perusahaan batubara menggenapkan jumlah korban lubang tambang di Kalimantan Timur menjadi 40 jiwa.

Meski kondisinya sudah separah itu, bagi Pemerintah Provinsi korban lubang bekas tambang hanya sebatas angka statistik yang akan terus bertambah, tanpa ucapan duka apalagi tindakan.

Baca juga: 94 Lubang Tambang di Kawasan Ibu Kota Negara, Jatam-Walhi : Pemidahan IKN Jadi Alat Cuci Dosa

Pradarma Rupang mengatakan Gubernur Kaltim Isran Noor dianggap melakukan pembiaran tanpa ada upaya reklamasi, penegakan hukum bagi korporasi yang tidak melakukan reklamasi, dan tidak melakukan pengawasan.

"Hal ini menunjukkan sifat masa bodoh Kepala Daerah selaku pemberi izin," ucapnya.

Karena itu Koalisi Masyarakat Sipil memberikan penghargaan kepada Isran Noor sebagai

“Gubernur masa bodoh”. Menurutnya penghargaan itu menggambarkan Sikap Kepala Daerah Kalimantan Timur ini.

"Sebagai apresiasi atas kerja masa bodohnya selama 3 tahun ini, yang abai dan mendiamkan korban yang sudah mencapai 40 nyawa yang mayoritas korbannya anak-anak generasi penerus bangsa, maka Koalisi memberikan piagam penghargaan tersebut di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur," ujar Pradarma Rupang, Dinamisator JATAM Kaltim.

Baca juga: Kunjungi Samarinda, Wakil Menteri KLHK Sebut Agar IKN Ramah Lingkungan, Lubang Tambang Harus Direhab

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Yohana Tiko enilai, kejadian meninggalnya anak di lubang bekas tambang bakal terulang jika tidak ada langkah strategis dari pemerintah.

"Problem berulang dari model ekonomi ekstraktif yang mengabaikan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat seperti ini harusnya sudah beralih ke ekonomi nusantara, sebagai ekonomi tanding yang bersih, berkelanjutan dan tidak mematikan" ucap Yohana Tiko

Sementara itu, Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan setelah operasi penambangan berakhir ada kewajiban yang mutlak dilakukan oleh pemegang izin tambang yakni melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Herdiansyah Hamzah menegaskan siapapun yang abai dengan kewajiban ini, jelas adalah kejahatan yang berkonsekuensi pidana.

"Termasuk pemimpin daerah seperti Gubernur yang diam dan abai atas peristiwa ini," tuturnya.

Ia mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 161B ayat (1) UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, disebutkan secara eksplisit bahwa

“Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah”.

Bahkan dalam ketentuan Pasal 164 UU a quo, pelaku tindak pidana juga dapat dikenai “hukuman tambahan” berupa perampasan barang, perampasan keuntungan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut.

Dikutip dari data JATAM Nasional, sejak 2014 hingga 2020 total sudah 168 korban lubang tambang yang nyawanya melayang di seluruh Indonesia dan masih terancam 3.092 lubang tambang yang masih menganga, berisi air beracun dan mengandung logam berat bahkan berada didekat Kawasan padat pemukiman sehingga menjadi “bom waktu”.

Massa Aksi dan Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Moratorium Pertambangan Batubara di Indonesia.

Mencabut izin perusahaan dan Mendorong penegakan hukum serta sanksi bagi CV Arjuna dan perusahaan pertambangan batubara lainnya yang melanggar reklamasi. Pengabaian oleh pemerintah seperti Gubernur Kaltim dan Walikota Samarinda juga mesti disorot.

Kasus tewasnya anak-anak di Lubang Tambang di Indonesia merupakan gambaran buruknya tata Kelola lingkungan hidup dan pertambangan Batubara di Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Gubernur Kaltim, Isran Noor dituding sebagai dua pemimpin pelindung batubara, meskipun pemerintah baru saja berpidato tentang komitmen pada lingkungan hidup dan iklim di Konferensi Iklim COP 26 Glasgow kemarin.

Karena Jokowi masih meletakan Indonesia dan Kaltim sebagai negara dan provinsi yang melestarikan energi maut ini, sebagai penyumbang utama emisi dan penyebab anak-anak tewas di lubang tambang. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved