Berita Samarinda terkini
Dampak Larangan Ekspor Batubara, KSOP Samarinda Hanya Layani Dokumen Pengiriman Domestik
Menerima surat dari Dirjen Perhubungan Laut untuk tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk ekspor batubara terhitung sejak 1 Januari
Penulis: Rita Lavenia | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA- Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Klas II Samarinda, Mukhlish Tohepaly mengaku, sudah menerima surat dari Dirjen Perhubungan Laut untuk tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk ekspor batubara terhitung sejak 1 Januari 2022 lalu.
Namun ucapnya, yang menjadi catatan adalah SPB per tanggal 31 Desember 2021 masih diizinkan untuk melanjutkan ekspor.
"Tapi lewat itu tidak boleh. Karena pengawasan bukan hanya dari KSOP saja, tetapi juga dari Bea Cukai. Jadi tidak ada toleransi," tegas Mukhlish saat ditemui Tribunkaltim.co, Senin (03/01/2021) sore ini.
"Karena masalah pelarangan ini tidak hanya di KSOP tapi juga ke Bea Cukai dan institusi lain," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut bersifat sangat tegas dan sudah diikuti oleh seluruh instansi terkait.
Baca juga: Kementerian ESDM Larang Ekspor Batubara, IMA Tuding sebagai Tindakan Sepihak Pemerintah
Baca juga: Tambang Batubara Marak di Samboja Kukar, Warga Duga Tambang Ilegal
Baca juga: Cegah Stok Batubara tak Habis di Kaltim, Ketua IKA Fakultas Pertambangan Punya Metode Gasifikasi
Bahkan ucapnya, semenjak kebijakan tersebut keluar, yang biasanya ada 60-80 pengurusan dokumen batu bara ke Muara Berau, saat ini semenjak dua hari lalu hanya ada 5-10 dokumen.
"Jadi yang lalu lalang di alur pelayaran kita saat ini hanya tinggal yang domestik saja," bebernya.
Mukhlish Tohepaly juga menerangkan, pagi hari tadi pihaknya mendapat kunjungan dari Ketua dan rekan-rekan asosiasi pertambangan untuk mempertegas kebijakan tersebut.
"Jadi supaya tidak mengambang kita langsung sambungkan ke Pusat dan jawabannya memang tegas, apapun alasannya tidak boleh (ekspor batu bara). Semua usulan juga ditolak," bebernya.
Ia menilai, ketika kepemimpinan pusat mengambil keputusan secara cepat, pasti memiliki suatu alasan. Apalagi saat ini beberapa PLTU disebut siap padam.
"Karena kalau listrik padam itu akan lebih parah dari pada kapal tidak berangkat," ulasnya.
Baca juga: Prioritas 2022, Pemkab Berau Kembangkan Ekosistem Investasi Non Migas atau Batubara
Oleh sebab itu, Ia mengimbau agar seluruh perusahaan dan pihak terkait bisa mengikuti kebijakan dan menahan diri, sebab keputusan ini masih akan dievaluasi lagi.
"Melihat ada gejolak begini mungkin hasil evaluasinya bisa lebih cepat keluar. Kami juga ingin secepatnya ada keputusan agar bisa mengambil sikap. Karena semua aktivitas akan berada di KSOP," harapnya. (*)