Viral Edy Mulyadi

Pemerhati Politik dan Hukum Paser Menganggap, Ujaran Edy Mulyadi Tidak Perlu Ditanggapi Serius

Video Edy Mulyadi saat konferensi pers, diduga menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara (PPU) Provinsi Kalimantan Timur

Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFULLAH IBRAHIM
Pemerhati Politik dan Hukum Kabupaten Paser, Muchtar Amar, saat ditemui di salah satu kedai  di Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Jumat (28/1/2021). TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFULLAH IBRAHIM 

TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER - Video Edy Mulyadi saat konferensi pers, diduga menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara (PPU) Provinsi Kalimantan Timur.

Potongan video konferensi pers tersebut masih ramai diperbincangkan dan mendapat respon dari khalayak umum, khususnya untuk masyarakat di pulau Kalimantan.

Beberapa kata yang dilontarkan Edy Mulyadi kini menjadi polemik, dianggap melukai hati rakyat Kalimantan khususnya masyarakat Kaltim, akibatnya berbuntut pada pelaporan dirinya ke ranah hukum, Jumat (28/1/2022).

Persoalan tersebut juga mendapat perhatian dari Pemerhati Politik dan Hukum Kabupaten Paser, Muchtar Amar.

Menurutnya, ujaran Edy Mulyadi tidak perlu ditanggapi terlalu serius oleh warga masyarakat Kalimantan.

Baca juga: Akhirnya Edy Mulyadi Mangkir dari Panggilan Bareskrim, Pengacara Sekjen GNPF Ulama Beber Provokator

Baca juga: Video Edy Mulyadi yang Viral Catut Nama PKS, Berikut Penjelasan Terkait Keanggotaannya

Baca juga: Edy Mulyadi Diperiksa Hari Ini, Status dari Perkara Naik ke Penyidikan, Peluang Dipenjara

"Situasi keamanan dan pertahanan nasional, harus tetap terjaga bukan hanya di bumi Borneo, tapi juga di seluruh Indonesia," ujarnya.

Ujaran tersebut, lanjut Muchtar cukup dimintai klarifikasi dari yang bersangkutan. Sehingga, tidak menimbulkan kegaduhan yang kontraproduktif.

"Pendapat atau argumen wajar saja bisa melukai perasaan pihak tertentu, cuma mestinya direaksikan dengan mengaplikasikan konsep reward dan hukuman di tiap permasalahan," jelas Muchtar.

Dari sisi lain, hal itu juga bisa dijadikan motivasi bagi masyarakat dengan mengedepankan respon humanis.

Tindakan itu bisa dilakukan, kata Muchtar, jika niatya tidak melecehkan subyek tertentu, namun jika tujuan awalnya demikian maka harus diproses secara hukum.

"Dari aspek hukum, jika niat Edy Mulyadi sengaja melecehkan mesti diberikan tindakan punishment (hukuman) dengan objektif. Jika niatnya sebatas memprovokasi masyarakat, maka tidak perlu direspon dengan kegaduhan," urainya.

Baca juga: Benarkah Edy Mulyadi Ditahan? Polisi Ungkap Perkembangan Penanganan Kasus Hina Kalimantan & Prabowo

Bisa saja, niatan dari yang bersangkutan merupakan suatu kritik konstruktif (membangun) dalam konteks menguji.

"Niatnya bisa saja kritik konstruktif menguji kesiapan, kematangan dan kepentingan narasi pikiran semua pihak, yang bakal terlibat dengan IKN melalui ujaran. Jika demikian Edy Mulyadi harus kita beri reward," sarannya.

Metode reward dan punishment penting dilakukan, sebagai upaya pada jalur yang dapat memberikan suatu perbaikan ataupun perubahan ke arah tujuan yang lebih baik.

"Dalam segala aspek, hal itu bisa mengendalikan suatu sistem agar tetap selalu berjalan baik, seperti para pejuang kemerdekaan. Misalnya pemberian reward melalui gelar pahlawan, meskinya demikian menyikapi suatu ide, gagasan dan perbuatan," tutup Muchtar. (*)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved