Breaking News

Ibu Kota Negara

Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, hingga Faisal Basri, Tokoh di Balik Petisi Tolak Pemindahan IKN

Sejumlah tokoh menggagas petisi tolak pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) mulai dari Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, hingga Faisal Basri.

Editor: Amalia Husnul A
Tangkap layar change.org
Petisi tolak pemindahan IKN di laman Change.org. Sejumlah tokoh menggagas petisi tolak pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) mulai dari Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, hingga Faisal Basri. 

34. Ir. Moch. Najib YN, MSc

35. Muhamad Hilmi

36. Dr.Engkur, SIP, MM

37. Dr. Marfuah Musthofa

38. Dr. Masri Sitanggang

39. Dr. Mohamad Noer

40. Ir. Sritomo W Soebroto MSc

41. M. Hatta Taliwang

42. Prof Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS

43. Reza Indragiri Amriel

44. Mufidah Said SE MM

45. Ramli Kamidin

Faisal Basri Soroti Urgensi Pemindahan IKN 

Sebelumnya, Faisal Basri, Ahli Ekonomi dan Politikus alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia telang mengurai urgensi dari pemindahan IKN.

Di acara Rossi yang tayang di Kompas.TV, Faisal Basri menyebut pemindahan Ibu Kota Negara baru di tahun 2024 itu tidak realistis.

"Tinggal 2,5 tahun lagi, membangun rumah saja itu butuh setahun, rumah yang cuman 100 meteran persegi.

Ini kita membangun simbol negara ya, luar biasa, yang paling terkendala sebetulnya dana

"Artinya kalau mau pindah 2022 kan harus dikebut, dan dananya tidak dibagi rata misalnya Rp1.000 Triliun dibagi sampai 2045, harus dikebut supaya bisa upacara 17 Agustus 2024," jelas Faisal Basri.

Diungkapkan juga oleh Faisal Basri, jika ditinjau dari urgensi dan prioritasnya, pemindahan Ibu Kota Negara baru tidak pada tempatnya.

Sebab, menurutnya yang menjadi fokus adalah pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi.

Data ekonomi pasca pandemi disebutkan Faisal Basri menunjukkan keparahan ekonomi Indonesia.

"Parah sekali, akibat pandemi ini tadinya kan Bappenas menargetkan 2036 kita jadi negara maju, gara-gara pandemi ini molor jadi 2043, jadi mundur 7 tahun."

Menurutnya, anggaran IKN pun tidak bisa ditetapkan hanya Rp466 triliun, namun harus Rp1.000 Triliun.

"Karena perencanaannya sangat buruk, di sana nanti ada longsor, ada gas mudah masuk, kemudian di sekelilingnya kan batu bara, kalau musim panas otomatis kebakaran hutannya di sana.

Sepuluh kilometer ke Ibu Kota Negara baru, mitigasinya harus lebih saksama, oleh karena itu biayanya jadi jauh lebih mahal," ungkap Faisal Basri.

Faisal Basri mengaku tidak setuju dengan pernyataan Jokowi yang menyebutkan tanpa pemindahan ibu kota cara kerja tidak berubah.

"Ibu Kota bebannya berat sekali, pusat pendidikan, pusat riset, pusat budaya, pusat apa segala macam, apa artinya kalau semua yang disampaikan Pak Jokowi adanya cuma ibu kota.

"Kita kan membangun Indonesia, jadi berlebihan menurut saya, tanpa pemindahan ibu kota cara kerja nggak berubah, bisa cara kerja berubah, cara kerja memberantas korupsi, cara kerja lebih transparan," lanjutnya.

Ekonom senior itu juga mengutip apa yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang pernah menyebutkan Indonesia akan mengalami krisis di tahun 2023.

Lihat video selengkapnya wawancara Rosiana Silalahi di acara Rossi di Kompas TV berikut:

"Ini Indonesia ekonominya bakal krisis sekali 2023, itu disampaikan, betapa kita banyak menghadapi tantangan-tantangan yang besar," beber Faisal Basri.

Baca juga: Kebutuhan Dana Sistem Transportasi IKN Nusantara Rp 582, 6 M, Kemenhub Membuka Peluang Bagi Swasta

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved