Berita Samarinda Terkini

Akademisi dari Unmul Samarinda Ikut Serukan Pembatalan Proyek di Desa Wadas

Tercatat ada 55 orang akademisi dari berbagai 31 perguruan tinggi di seluruh Indonesia termasuk Kalimantan Timur menamakan diri mereka

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Akademisi FH Unmul Herdiansyah Hamzah angkat suara soal konflik Desa Wadas. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Tercatat ada 55 orang akademisi dari berbagai 31 perguruan tinggi di seluruh Indonesia termasuk Kalimantan Timur menamakan diri mereka Akademisi Peduli Wadas.

Terbentuknya forum ini guna menyuarakan terkait apa yang tengah terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Akademisi Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah yang akrab di sapa Castro yang juga ikut masuk dalam Akademisi Peduli Wadas, mengungkapkan keprihatinan atas apa yang menimpa warga Desa Wadas. 

Para akademisi dari 31 kampus atau institusi riset ini menyoroti tindakan diturunkannya ribuan aparat kepolisian ke Desa Wadas, Purworejo pada 7-8 Februari 2022. 

Baca juga: Aliansi Mahasiswa Unmul Turun ke Jalan, Gelar Aksi Solidaritas Warga Wadas

Baca juga: Temui Warga Desa Wadas, Ganjar Pranowo Larang Uang Ganti Rugi Dibelikan Mobil Mewah

Baca juga: Penuhi Janji, Gubernur Ganjar Pranowo Pulangkan Warga Desa Wadas yang Ditangkap Polisi

Dari sejumlah informasi yang didapat para  akademisi ini, pengerahan aparat tersebut disertai dengan berbagai tindakan yang tak jelas legitimasi hukumnya, berkaitan dengan jaringan internet, intimidasi, pemukulan, dan penangkapan puluhan warga Desa Wadas beserta para pendampingnya. 

Tindakan sweeping, bahkan kepada warga yang sedang melakukan istighosah atau pergi beribadah di masjid, menjadi penanda ketidakjelasan aparat penegak hukum bekerja secara profesional. 

Diketahui juga, saat memasuki Desa Wadas, polisi juga merobek dan mencopoti poster-poster penolakan penambangan di Desa Wadas. 

Pertanyaan-pertanyaan pun muncul, mengapa pengukuran untuk kepentingan proyek bendungan justru melahirkan bentuk kekerasan terhadap warga Wadas?

Apakah hukum untuk penangkapan, penahanan, dan tindakan kepolisian lainnya dalam KUHAP tak lagi dianggap penting di negeri ini? Demikian seruan para akademisi.

Tindakan kesewenang-wenangan aparat kepolisian tidak hanya berhenti sampai di sana. 

Saat proses pengukuran lahan sedang berjalan (8/22022), aparat kepolisian mendatangi ibu-ibu yang sedang membuat besek di posko-posko jaga dan merampas besek, pisau, dan peralatan untuk membuat besek. 

"Kami juga menerima informasi penghalang-halangan tim kuasa hukum LBH Yogyakarta untuk melakukan pendampingan warga yang ditangkap di Polsek Bener, dengan alasan Covid-19," sebut Castro, Kamis (10/2/2022).

"Terjadi pula peretasan akun Instagram LBH Yogyakarta. Tentu ini peristiwa bukanlah yang pertama terjadi. Peristiwa serupa terjadi pada tanggal medio April 2021 silam," imbuhnya. 

Atas segala peristiwa tersebut, meskipun dikabarkan warga telah dikeluarkan dari penahanan kepolisian, pernyataan resmi dari puluhan akademisi yang dihimpun menjadi satu kesatuan ini akhirnya mengecam keras tindakan tersebut.

Serta mendorong pertanggungjawaban hukum atas tindakan pengerahan kepolisian secara besar-besaran dan serangkaian tindak kekerasan yang dilakukan terhadap warga Desa Wadas. 

"Tidak boleh ada tindakan hukum negara, termasuk aparat kepolisian, yang tak bisa tidak dipertanggungjawaban. Tiadanya pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum," jelas Castro. 

Protes warga terhadap rencana Pembangunan Bendungan Bener diminta para akademisi harus direspon pemerintah secara cermat.

Dengan meninjau kembali rencana pembangunan proyek berdasarkan keberatan warga bukan dengan melakukan berbagai tindakan represif.

Akademisi juga menilai Gubernur dan Kapolda Jawa Tengah harus bertanggung jawab atas semua tindakan yang dianggap melanggar hukum tersebut.

"Tak terkecuali, mendesak Kapolda Jateng segera menarik seluruh pasukan dari Desa Wadas dan bekerja secara professional, berintegritas, patuh pada prinsip-prinsip Negara Hukum demokratis. Intimidasi di lapangan, dalam segala bentuknya harus dihentikan, karena tak sejalan dengan perlindungan hak atas rasa aman," harap Castro.

"Kami (para akademisi) juga mendesak, proyek Bendungan Bener ini merupakan bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), dan harus ditinjau kembali urgensinya," sambungnya.

Terakhir para akademisi mengingatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana pula menghargai pilihan Warga Desa Wadas untuk tetap menjaga menjadikan lahan pertanian dan wilayahnya dari proyek pembangunan bendungan. 

"Protes yang dilakukan Warga Desa Wadas terhadap penambangan batuan andesit untuk proyek pembangunan Bendungan Bener, Purworejo merupakan hak-hak konstitusional, dijamin oleh UUD RI Tahun 1945 dan jelas bukan merupakan pelanggaran hukum," pungkas Castro. (*)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved