Ibu Kota Negara
Tak Ada Klausul Perlindungan Masyarakat Adat di UU IKN, AMAN: Elite Diajak Bicara, Bukan Entitas
Tak ada klausul perlindungan masyarakat adat di UU Ibu Kota Negara (IKN ). Menurut AMAN yang diajak bicara bukan entitas tapi elite
"Ini yang tidak terjadi," kata Arman.
"Yang diundang (pemerintah untuk bicara soal IKN) itu kan orang-orang yang setuju.
Itu pun bukan entitas masyarakat adat, tapi elite-elite yang diundang," imbuhnya.
Kini, tugas pemerintah adalah memastikan keberpihakan mereka terhadap masyarakat adat terdampak IKN melalui langkah-langkah konkret.
Arman menilai, saat ini, langkah konkret itu melindungi hanya dapat diukur dari keberadaan regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat.
Langkah konkret itu sangat dinanti dalam bentuk regulasi yang sanggup menjamin bahwa IKN di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara tidak akan merampas wilayah adat, ruang hidup, identitas budaya, hingga hak kerja tradisional mereka sebagai petani dan peladang.
"Sejauh ini kami tidak melihat ada komitmen yang sungguh-sungguh selain sekadar lip service," ujar Arman.
Sebelumnya, AMAN memperkirakan sedikitnya 20.000 masyarakat adat akan menjadi korban proyek ibu kota negara(IKN) baru di Kalimantan Timur.
Baca juga: Sepaku Diambil untuk IKN, Komisi II DPRD Minta Pemerintah Pusat Beri Perhatian Lebih kepada PPU
Sekitar 20.000 masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan 2 di Kutai Kartanegara.
AMAN menilai, UU IKN bakal menjadi alat legitimasi perampasan wilayah dan pemusnahan entitas masyarakat adat di sana, karena tak memuat klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.
Data Bappenas RI memprediksi, sedikitnya 1,5 juta orang bakal dipaksa migrasi secara bertahap ke IKN di Kalimantan Timur untuk menunjang kegiatan ibu kota baru.
Sekali lagi, keadaan ini bakal semakin mengasingkan masyarakat adat.
Belum tentu mereka bakal bisa bersaing secara ekonomi dengan para pendatang dari Jakarta itu, karena selama ini ekonomi mereka bergantung pada ruang hidup tradisional mereka: hutan, sawah, kebun, sungai, dan laut.
"Ketika masyarakat adat kehilangan tanah, pada saat yang sama mereka kehilangan pekerjaan tradisional mereka.
Sama saja masyarakat adat yang berada di lokasi IKN akan menjadi budak-budak," jelas Arman.