Ekonomi dan Bisnis

Harga Gas LPG Naik, DPR RI Soroti Daya Beli Warga Masih Rendah, Ditambah Pandemi Belum Selesai

Pemerintah dinilai telah menambah beban rakyat di tengah pandemi Covid-19, seiring telah naiknya harga LPG non subsidi

Editor: Budi Susilo
TRIBUNNEWS.COM
LPG Gas Pink Pertamina naik harga. Pemerintah dinilai telah menambah beban rakyat di tengah pandemi Covid-19, seiring telah naiknya harga LPG non subsidi menjadi Rp 15.500 per kilo gram. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah dinilai telah menambah beban rakyat di tengah pandemi Covid-19, seiring telah naiknya harga LPG non subsidi menjadi Rp 15.500 per kilo gram.

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, kenaikan LPG non subsidi yang dilakukan Pertamina sudah dua kali sejak Desember 2021.

hal ini mencerminkan, Pertamina tidak adanya perhitungan secara cermat.

"Kenaikan harga ini akan mempengaruhi inflasi kita, daya beli masyarakat kan belum pulih. Pandemi Covid-19 belum berakhir, Omicron masih tinggi, jadi beban rakyat semakin bertambah," ujar Mulyanto saat dihubungi, Rabu (2/3/2022).

Baca juga: Harga Bright Gas Naik Sekitar Rp 15.500, Bagimana dengan Kondisi untuk Ukuran Gas Melon

Baca juga: Harga Terbaru LPG Non Subsidi Bright Gas 5,5 Kg di Kalimantan Timur Rp 94.000

Baca juga: Menangkan Hadiah Jutaan Rupiah di Perayaan Hari Kemerdekaan Bersama Bright Gas

Menurutnya, pemerintah seharusnya mengembangkan opsi kebijakan inovatif yang tidak memberatkan masyarakat.

Apalagi sekarang harga sejumlah harga bahan pokok pun mengalami kenaikan.

Ia menyebut, melonjaknya harga energi dunia akibat adanya konflik Rusia dan Ukraina, sejatinya punya dua sisi yakni sisi negatif dan sisi positif.

Secara normatif, kata Mulyanto, tugas pemerintah adalah mengurangi pengaruh sisi negatif dan meningkatkan pengaruh sisi positifnya bagi pembangunan nasional.

Baca juga: Pangkalan Diminta tak Nakal, Pemkab Nunukan 2 Kali Ajukan Permohonan HET Gas Elpiji 3 Kg Rp 20 Ribu

"Jadi tidak otomatis kenaikan harga komoditas energi dunia, yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM, gas LPG dan listrik domestik," tuturnya.

Mulyanto pun menilai, kenaikan harga energi tersebut bukanlah satu-satunya opsi kebijakan yang tersedia bagi pemerintah.

"Pemerintah harus mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai ini. Itulah tugas negara," tutur Mulyanto.

Dorong Pemakaian LPG Subsidi

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai kenaikan harga LPG non subsidi oleh Pertamina berpotensi mendorong banyak konsumen untuk beralih menggunakan LPG subsidi, yakni LPG 3 kg alias LPG gas melon.

“Ini hal logis, karena gas melon disubsidi harganya beda jauh, sementara kualitasnya sama. Siapapun akan memilih yang murah,” terang Tulus saat dihubungi Kontan.co.id (28/2).

Efek lainnya, lanjut Tulus, kenaikan harga LPG non subsidi oleh Pertamina juga berpotensi mendorong praktik pengoplosan dan bisa menimbulkan risiko keamanan.

Baca juga: Harga Gas Melon tak Naik Mengacu HET, Bagi Jenis Nonsubsidi Meroket Rp 2.600 per Kg

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved