Opini
Strategi Dalam Menangani Kenaikan Harga Minyak Goreng
Pemerintah harus melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan terhadap distributor dan swalayan/supermarket agar pasokan minyak goreng tetap tersalur
Oleh: Fachroni,
Mahasiswa S-2 MAP Universitas Mulawarman Samarinda
Ironi, Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, total dari produksi kelapa minyak sawit kurang lebih 53 juta ton dan luasan perkebunan kelapa sawit mencapai 15,08 juta hektare (ha) pada tahun 2021, tapi kenapa Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng?
KITA ketahui pada beberapa pekan terakhir, tepatnya per tanggal 20 Januari 2022 harga minyak goreng mengalami kenaikan yang cukup terasa bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Perdagangan harga minyak goreng kemasan sederhana yang awalnya 14.000 per liter mengalami kenaikan 3,26% atau 19.000 per liter, sementara harga minyak goreng kemasan premium menjadi 20.800 per liter atau 4% dari posisi tahun lalu.
Kenaikan ini merupakan konsekuensi logis dari kenaikan harga minyak goreng masih dipicu harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dunia yang menembus level tertinggi pada pekan kedua Januari 2022 di posisi 12.736 per liter, harga itu lebih tinggi 49,36% dibandingkan Januari 2021. Selain itu, lonjakan harga minyak goreng disebabkan karena penerapan program B30. Program B30 adalah bahan bakar yang berasal dari campuran minyak sawit 30% dan minyak solar 70%.
Konsumen
Kenaikan ini merupakan bencana harga pangan bagi masyarakat, dimana kita ketahui dimasa pemulihan ekonomi yang disebabkan adanya pandemi Covid-19. Lantas bagaimana cara mengurangi atau setidaknya menekan kenaikan harga pangan khususnya harga minyak goreng di tengah-tengah masyarakat.
Minyak goreng merupakan salah satu komponen dari bahan pokok, sehingga kebutuhan minyak goreng menjadi kebutuhan masyarakat yang prioritas yang perlu diatur oleh pemerintah. Sandang boleh saja tidak harus baru karena bisa memakai yang lama, berbeda dengan pangan yang dipakai akan habis ketika dipakai. Oleh kerena itu mayarakat memiliki kecemasan jika harga bahan pokok pangan naik.
Produsen
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunaan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam keterangan resmi, Jumat (25/2), mengungkapkan ekpor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) turun menjadi 4,04 juta ton pada periode 1 Januari 2022 - 24 Februari 2022.
Selain itu perlu diketahui ekspor minyak sawit dan produk turunannya mencapai 33,1 juta ton per tahun dari total produksi 53 juta ton pertahun pada tahun 2021, rasio volume bahan baku antara Crude Palm Oil (CPO) dengan produk hilirnya mencapai 9,27 % berbanding 90,73 %, sedangkan selama 2016-2020 rata-rata rasio ekspor bahan baku dengan produk hilir berada di sekitar 20% berbanding 80%.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengeluarkan Permendag Nomor 8 tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 19 tahun 2021 tentang kebijakan Pengaturan Ekspor. Dalam aturan itu, pemerintah menetapkan Domestic Price Obligation (DPO) Sebesar Rp. 9,300 per kg untuk CPO dan Rp. 10.300 untuk Olein, harga tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Di sisi lain, Eddy ikut berkomentar mengenai kelangkaan minyak goreng saat ini, menurut dia saat ini sedang terjadi masa transisi dimana produsen mencari bahan baku yang sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO).
Distributor
Dampak dari kenaikan harga minyak goreng, pemerintah mengambil kebijakan memberlakukan satu harga minyak goreng secara nasional yaitu 14.000 per liter. Akan tetapi kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, dimana sudah ditetapkan kebijakan banyak pedagang masih menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Pemerintah telah memberi ancaman akan mencabut izin distributor / pengusaha retail jika menjual minyak goreng dengan harga diatas Rp. 14.000.
Pemerintah juga berjanji akan melakukan monitoring dan evaluasi dari kebijakan ini secara rutin, hal ini guna memastikan kebijakan harga minyak goreng satu harga agar tidak merugikan siapa pun baik dari produsen, distributor dan kosumen. Pemerintah akan memastikan stok dari distributor ke swalayan/supermarket dan warung kelontong tidak mengalami kelangkaan serta tidak melakukan penimbunan yang akan mengakibatkan kenaikan harga minyak goreng di masyarakat.
Dalam rangka pemulihan ekonomi Kementerian Perdagangan tentu akan terus memikirkan bagaimana cara meminimalisir dan menekan kenaikan harga bahan-bahan pokok. Sehingga perdagangan dalam negeri dapat berjalan sehat dan daya beli masyarakat mulai bangkit kembali.
Strategi
Dari permasalahan di atas, menurut penulis, seharusnya pemerintah mempunyai strategi dalam menangani kenaikan harga minyak goreng di Indonesia. Yang pertama, pemerintah menghentikan sementara ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dan Program B30.
Kedua, pemerintah harus memfasilitasi antara produsen minyak sawit mentah dan produsen minyak goreng untuk mendapatkan Domestic Price Obligation (DPO) serta memproduksi minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Ketiga, pemerintah juga harus melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan terhadap distributor dan swalayan/supermarket agar pasokan minyak goreng tetap tersalur, serta tidak melakukan penimbunan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Keempat, pemerintah membuat kebijakan untuk masyarakat agar tidak melakukan pembelian secara berlebihan sehingga distribusi minyak goreng dapat merata keseluruh masyarakat. Dan untuk jangka panjang pemerintah harus membuat kebijakan peningkatan produksi minyak goreng agar memenuhi kebutuhan di dalam negeri.(*)