Berita Nasional Terkini
Sosok Ruslan Buton, Pernah Tahan WNA China, Kini Minta Panglima TNI Kirim Dirinya Tumpas KKB Papua
Ruslan Buton kembali menjadi sorotan setelah dirinya meminta kepada Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa agar dikirim ke Papua
Kali ini ia mengundang Ruslan Buton dan yang disoroti adalah kinerja pemerintah.
Baca juga: Rincian Hunian di IKN, Rumah Tapak untuk Pejabat, Rusun bagi ASN TNI Polri, Beda Rusun di Jakarta
Ruslan Buton merupakan prajurit berpangkat Kapten tapi sudah dipecat.
Sejak Desember 2020 lalu, Ruslan Buton ditangguhkan penahanannya gegara pernyataannya yang meminta Presiden Jokowi Mundur.
"Saya tidak tahu sudah sidang ke berapa. Sekarang lagi pemeriksaan sidang ahli," kata Ruslan di YouTube Refly Harun berjudul 'INI LHO KAPTEN YANG SEMPAT HEBOH MINTA JOKOWI MUNDUR!', yang tayang pada Sabtu, 28 Agustus 2021.
Namun yang paling menyedihkan dari kabar Ruslan Buton, adalah sejak masalah hukum menimpanya, ia kehilang orang-orang terdekatnya.
Saat meringkuk di penjara, Erna Yudhiana (44) istrinya meninggal dunia karena sakit. Erna meninggal dunia pada September 2020.
Saat itu, Ruslan Buton diberi izin untuk melihat jenazah istrinya tersebut.
Saat masih hidup, Erna Yudhiana pernah hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memperjuangkan keadilan bagi suaminya dengan mengajukan praperadilan pada Juli 2020.
Kabar duka berikutnya, pada Januari 2021, ayahnya di Buton Sulawesi tenggara meninggal dunia karena sakit.
Terakhir, pengacara Ruslan Buton Tonin Tachta Singarimbun meninggal dunia awal Juli 2021 lalu.
Menurut Ruslan, saat ini dia belum memiliki pengacara baru. Namun sudah ada beberapa advokat yang ingin mendampinginya.
Baca juga: Rincian Hunian di IKN, Rumah Tapak untuk Pejabat, Rusun bagi ASN TNI Polri, Beda Rusun di Jakarta
Meski pernah mengecapi suasana hidup di penjara, sikap Ruslan Buton sepertinya tidak berubah.
Mantan prajurit TNI berpangkat kapten tersebut hingga kini tetap menginginkan Jokowi mundur.
Bahkan, Ruslan secara blak-blakan menyatakan akan ikut dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang direncanakan pada 11 April 2022 nanti.
“Di republik ini yang menjadi sebuah keprihatinan atau catatan khusus kita, adalah kita tidak menemukan lagi yang namanya kejujuran, kebenaran, dan keadilan,” kata Ruslan.
Hal itu lagi-lagi dikatakan Ruslan Buton saat berbincang dengan Refly Harun yang disiarkan secara live melalu kanal YouTube Refly Harun pada Kamis 7 April 2022.
Mendengar pernyataan tersebut, Refly Harun tersentak kaget. “Uh, sampai separah itu ya?” kata Refly Harun.
“Iya. Di mana sekarang kita mendapatkan kejujuran? Mari kita mendapatkan kebenaran dan keadilan,” lanjut Ruslan.
"Kejujuran, kebenaran dan keadilan di republik ini hanya sebatas casing".
“Semuanya hanya atas nama casingnya saja jujur, benar dan adil, tetapi pelaksanaannya tidak ada. Ini memprihatinkan,” jelas Ruslan.
Refly Harun yang juga mantan Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) itu pun lantas menanyakan berapa anggota Ruslan yang akan turun melakukan aksi demonstrasi pada 11 April 2022.
Baca juga: Sudah di Teken Jokowi, Inilah Jadwal Pencairan THR & Gaji ke-13 PNS, TNI/Polri, Berikut Besarannya
“Saya tidak perlu sampaikan di sini. Artinya sebagai anak bangsa yang sifatnya nanti memungkinkan untuk hadir, hadir,” jelas Ruslan.
Di hadapan Refly Harus, Ruslan memastikan dirinya akan hadir dalam aksi demonstrasi tersebut.
Kepada Refly Harun, Ruslan Buton mengungkapkan sejumlah kisahnya saat masih aktif di TNI dan bertugas di pos Pulau Tali Abu, Maluku Utara.
Saat itu Ruslan Buton dan anggotanya menahan 5 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China.
Alasannya kelima TKA China itu tak mampu memperlihatkan surat-surat keimigrasian.
Kata Ruslan Buton, kelimanya tidak mampu berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
"Mereka itu saat diperiksa tak bisa komunikasi. Kemudian saya tanya pakai bahasa Inggris. Sama juga tak ada yang mengerti," katanya.
Terus, kata Ruslan, ada 2 oknum Perwira yang menyebut 5 TKA itu adalah tenaga ahli dari China.
"Saya bilang kalau dibilang tenaga ahli, kok ga bisa ngomong Inggris. Kemudian ada yang sempat menawarkan uang sekantong plastik. Tapi, saya jelas menolak hal itu. Jadi keduanya pulang lagi,"bebernya.
Untuk diketahui, Ruslan Buton merupakan mantan anggota TNI AD yang dipecat dengan tidak hormat.
Baca juga: Terbaru! Terjawab THR PNS dengan Tunjangan Kinerja dan THR TNI Polri 2022 Kapan Cair, Nasib PPPK?
Ruslan Buton, mantan prajurit TNI minta Presiden Jokowi mundur. Kini ia menyebutkan lagi bahwa di negara ini kejujuran, kebenaran dan keadilan hanya casing belaka.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu.
Menurutnya, pemecatan tersebut bernuansa politis.
Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.
Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.
"Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan. Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana," kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu 31 Mei 2020.
Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.
Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA tersebut.
"Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan 'kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak," kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.
Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode. Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.
"Yang dibunuh ini (La Gode) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara," jelasnya.
"Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? Nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga," sambungnya.
Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.
Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.
"Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China di sana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan," ujar dia.
Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.