Rektor ITK Viral

Buntut Rektor ITK Budi Santosa Viral soal Isu SARA, Mahasiswanya Unjuk Rasa Desak untuk Mundur

Buntut rektor ITK Prof Budi Santosa viral soal isu SARA (Suku Agama Ras dan Golongan), mahasiswanya berunjuk rasa mendesak untuk mundur

Penulis: Amelia Mutia Rachmah | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/AMELIA
Mahasiswa ITK melakukan aksi damai depan kampus ITK gedung A menuntut Rektor ITK prof. Budi Santosa perihal cuitan viralnya pada Senin (9/5/2022).  

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Buntut rektor ITK Prof Budi Santosa viral soal isu SARA (Suku Agama Ras dan Golongan), mahasiswanya berunjuk rasa mendesak untuk mundur.

Pengamatan TribunKaltim.co, puluhan mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan (ITK) menggelar aksi damai di depan gedung A kampus ITK, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (9/5/2022).

Walaupun saat itu hujan mengguyur kampus tersebut tidak menggentarkan semangat mahasiswa untuk tetap mengeluarkan pendapat dan tuntutan mereka kepada Prof Budi Santosa.

Aksi tersebut merupakan respon mahasiswa yang cukup marah dengan cuitan rektor mereka yang dianggap mengandung SARA.

Baca juga: Profil Budi Santosa Purwokartiko, Rektor ITK yang Dilaporkan ke Polisi karena Unggahan Dinilai Rasis

Baca juga: Rektor ITK Dilaporkan ke Polda Kaltim, Imbas Unggahan Budi Santosa Purwokartiko yang Dianggap Rasis

Baca juga: Rektor Budi Santosa Viral di Media Sosial, ITK: Itu Tulisan Pribadi dan Tak Ada urusan dengan Kampus

Presiden Mahasiswa (Presma) ITK sekaligus pemimpin aksi damai, Adi mengaku hal ini sudah mereka rencanakan sepekan lalu sembari menunggu tindakan minta maaf dari Prof. Budi Sentosa namun beliau tak kunjung memberikan statement sehingga mereka bergerak untuk menuntut.

Namun, aksi damai tersebut belum mendapat respon yang memuaskan bagi mahasiswa lantaran prof. Budi Santosa yang tidak dapat hadir untuk mendengar aspirasi mahasiswanya.

Menurut perwakilan dari rektorat, Ardiansyah Fauzi, rektor ITK prof. Budi Santosa berhalangan hadir dikarenakan ada pertemuan-pertemuan lain. Namun direncanakan akan dapat hadir sore pada esok hari.

Adi mengaku kecewa denhan sifat rektor tersebut ia mengatakan walaupun prof. Budi Santosa sudah pernah memberikan klarifikasi mengenai cuitan tersebut namun klarifikasi itu lebih kepada membela diri sehingga tidak diterima oleh mereka.

Baca juga: Mahfud MD Komentari Tulisan Rektor ITK Soal Menutup Kepala Ala Manusia Gurun: Salah Besar

"Kami yang berjumlah 50 orang yang memberikan aspirasi kami mengaku sangat kecewa dengan sifat rektor yang tidak dapat hadir," ujarnya.

"Kami berharap tuntutan yang kami sampaikan akan diterima pak rektor" ucap Adi dengan sangat tegas.

Adi juga menambahkan jika esok hari rektor masih belum menunaikan janjinya untuk mendengarkan aspirasi.

Mereka akan terus menuntut sampai mereka dinyatakan menang dan tuntutan diterima oleh rektor.

Baca juga: Kampus ITK Balikpapan Mengajak Siswa SMA Tidak Musuhi Matematika Lewat Metode Ini

Dalam aksi damai tersebut ada 3 poin yang merupakan tuntutan mahasiswa kepada rektor ITK Prof Budi Santosa yaitu meminta klarifikasi dan permintaan maaf secara resmi kepada seluruh rakyat Indonesia.

"Kedua kami ingin pak prof. Budi Santosa juga mengundurkan diri sebagai jabatan Rektor ITK dan jika poin kedua tidak digubris," tegas Adi.

"Kami menuntut pihak berwenang untuk menindaklanjuti atau mencopot jabatan prof. Budi Santosa berdasarkan peraturan yang berlaku" tambah Adi.

Mahasiswa peserta aksi pun membawa spanduk dengan tuntutan dan menyanyikan yel-yel untuk menyemangati, aksi damai pun ditutup untuk hari ini dengan mahasiswa yang bubar secara tertib dan tidak rusuh. 

Tanggapan Praktisi Hukum

Postingan Rektor Institut Teknologi Kaltim (ITK), Profesor Budi Santosa memicu berbagai reaksi negatif. Mulai dari unjuk rasa hingga ke meja hijau.

Postingan yang diduga memuat unsur SARA tersebut dinilai menimbulkan kegaduhan lantaran menyinggung kelompok masyarakat tertentu.

Praktisi hukum pidana di Balikpapan, Agus Amri beranggapan, postingan tersebut memenuhi unsur SARA yang dikaitkan dengan salah satu kelompok agama.

Baginya, wajar saja jika ada kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dan menyeret Budi Santosa ke proses hukum.

Baca juga: Ketua MUI Kecam Tulisan Rektor ITK Prof Budi Santosa: Universitas Harus Dibersihkan dari Orang Rasis

"Saya tentu menyesalkan, ungkapan itu dilontarkan oleh orang berpendidikan. Apalagi ini petinggi kampus. Seharusnya bisa lebih mengontrol, apalagi ke media sosial yang bisa diakses semua orang," ujar Agus, Senin (9/5/2022).

Dia menambahkan, dalam UU ITE sendiri sudah mengatur bagaimana batasan berperilaku di jagat maya. Termasuk menyatakan pendapat.

Budi Santosa, lanjut Agus, tidak bersalah dalam mengemukakan pendapat di depan publik. Namun jadi soal ketika ada frasa yang merendahkan kelompok agama tertentu.

Agus sendiri sempat merangkum frasa yang dianggap tendensius dan merendahkan kelompok tertentu.

Kepada TribunKaltim.co, dirinya merincikan beberapa poin, di antaranya:

- 'Mereka adalah anak - anak pinter yang punya kemampuan luar biasa', Jika diplot dalam distribusi normal, 'mereka mungkin termasuk 2,5 % sisi kanan populasi mahasiswa';

- Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini 'hobi demo';

- Pilihan kata-katanya juga jauh dari 'kata-kata langit: insaallah , barakallah , syiar , qadarullah , dsb';

- Tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun; dan

- Mereka menemukan Tuhan ke negara2 maju seperti Korea , Eropa barat dan AS , 'bukan negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi';

"Frasa tersebut tendensius dan tidak mencerminkan diposting oleh seseorang yang memiliki kapasitas intelektual untuk bisa menjabat kampus sepenting ITK," imbuh Agus.

Ia melanjutkan, ada beberapa regulasi yang dilanggar oleh Budi Santosa. Diantaranya Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis; dan Pasal 28 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dimana untuk ancaman pidananya, dimuat dalam Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 dan Pasal 45 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, yakni pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

"Kalau orang dulu bilang mulutmu harimaumu, kalau ini jempolmu harimaumu. Intinya proses hukum harus berjalan supaya jadi pelajaran hukum berlaku untuk semua kalangan," lugas Agus.

(TribunKaltim.co/Amelia dan Moh Zein)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved