Lipsus Masyarakat Adat di IKN
Suara Masyarakat Paser Balik Sepaku yang Khawatir Tergusur IKN, ‘Kami Ingin Perhatian Pemerintah’
Mengandalkan alam di kebun dan sungai masih menjadi pilihan masyarakat Paser Balik di Kelurahan Sepaku yang lokasinya dekat dengan IKN Nusantara.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Adhinata Kusuma
Laju motor Ketua Adat Suku Paser Balik Sepaku, Sibukdin berjalan tersendat saat melintasi jalan kampung di Kelurahan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur. Agregat jalan yang berlubang di sana-sini, bahkan sebagian terlihat licin, jadi penyebabnya. "Dulu pernah pengerasan, tapi ga selesai," katanya saat membonceng TribunKaltim.co menuju kebun miliknya.
TRIBUNKALTIM.CO - RABU (27/4/2022) lalu, masih dalam suasana puasa Ramadan, TribunKaltim.co bersua langsung dengan Sibukdin di Kelurahan Sepaku RT 03.
Lokasinya berjarak sekira 6 kilometer dari Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Kawasan yang masuk ring satu IKN ini, didiami sedikitnya 86 Kepala Keluarga (KK) dengan 300-an warga.
Di Kelurahan Sepaku ini juga tinggal masyarakat adat Paser Balik yang sudah menetap secara turun-temurun.
Hidup mereka hingga kini, sebagian besar mengandalkan perkebunan, pertanian serta sungai yang mengalir di area yang kini ditetapkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).
Baca juga: Deretan Wisata Alam dalam Kawasan IKN Nusantara di Penajam Paser Utara
Baca juga: Warga Sekitar IKN Nusantara Was-was, Surat Tanah Hanya Mentok Segel, Takut Direlokasi

"Keseharian kami hanya bertani, bercocok tanam. Selain itu, sebagian warga kami ada yang kerja serabutan," kata Sibukdin saat berbincang di teras rumahnya.
Rumah panggung Sibukdin terbuat dari kayu berukuran 4x10 meter persegi, dan berlantai dua. Cat warna putih dan hijau dirumahnya tampak sudah mengelupas termakan usia.
Kami berbincang di sebuah amben yakni tempat duduk dari kayu yang biasa dibuat menerima tamu atau tempat bersantai warga yang biasa tinggal kampung.
Di situ pulalah Sibukdin biasa menerima sejumlah tokoh dan pejabat dari pusat yang berkunjung ke rumahnyaa sejak penetapan IKN diresmikan.
"Ya (kami menanam) buah-buahan, seperti pisang, nangka. Sawit juga ada. Karena sawit itu sekarang menjanjikan. Tapi kami berkebun sawitnya tidak seperti perusahaan. Kami terbatas hanya beberapa pohon. Semampu kami saja. Bahkan untuk bibit itu, jarang-jarang kami terima bibit itu dari dinas pertanian, ya bibit sendiri, terkadang malah nyabut-nyabut (di alam)," katanya bercerita.
Ia mengakui bahwa masyarakat yang ada di wilayahnya masih mengalami keterbatasan secara pendidikan maupun ekonomi.
Sehingga sebagian besar warga hanya mengandalkan alam sebagai penopang hidup.
Hasil panen sawit dari kebun masyarakat adat ini pun diakui Sibukdin berbeda-beda.
“Kalau saya itu ga sampai ton-tonan, paling 2 sampai 3 kwintal. Kalau ada pisang beberapa tandan, kita juga jual ya untuk menyambung hidup sehari-hari," katanya.