Ibu Kota Negara
Ada Keluhan Suku Adat tak Dilibatkan dalam Pembangunan IKN Nusantara, Penjelasan Sekcam Sepaku
Ada keluhan suku adat tak dilibatkan dalam pembangunan IKN Nusantara. Penjelasan Sekcam Sepaku soal keterlibatan masyarakat adat.
TRIBUNKALTIM.CO - Muncul keluhan suku adat tak dilibatkan dalam pembangunan IKN Nusantara
Terkait dengan keluhan suku adat yang dilibatkan dalam pembangunan IKN Nusantara, Sekretaris Kecamatan ( Sekcam ) Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Adi Kustaman memberi penjelasan.
Keterlibatan masyarakat adat dalam pembangunan IKN Nusantara menjadi salah satu sorotan dalam mega proyek Pemerintah ini.
Diketahui, Pemerintah telah menetapkan pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dari Jakarta ke Kalimantan Timur ( Kaltim ).
Nama yang dipilih untuk lokasi IKN di Kaltim adalah Nusantara atau dengan mudah disebut IKN Nusantara.
Wilayah IKN Nusantara di Kaltim ini meliputi sejumlah wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara ( PPU ) dan Kutai Kartanegara ( Kukar ).
Di kawasan yang ditetapkan menjadi lokasi IKN Nusantara ini ada pula sejumlah warga dan masyarakat adat yang sudah turun temurun berdiam di kawasan tersebut.
Hingga kemudian muncul keluhan dari salah satu pemangku adat Suku Balik yang merasa tidak diikutsertakan dalam proses pembangunan IKN.
Baca juga: Rencana Tata Ruang Perkantoran IKN Nusantara Seluas 471 Hektare, Dibagi menjadi Tiga Kawasan
Terkait dengan keluhan masyarakat adat ini, Sekcam Sepaku, Adi Kustaman menjelaskan peraturan yang terkait dengan masyarakat adat.
Adi Kustaman mengatakan, "Di Perda 2 Tahun 2017 tentang Pelestarian dan Perlindungan Adat Paser sudah diatur yang namanya Lembaga Adat Paser.
Waktu Pak Jokowi kemah, ketua Lembaga Adat Paser adalah salah satu dari sejumlah tokoh yang berdialog, berdiskusi dengan Presiden."
Lebih Adi Kustaman seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, menjelaskan, "Dan Suku Balik kan bagian, atau rumpun dari Suku Paser.
Maksud kami, ya itu sudah representasi mereka. Kalau kita undang semua, terus itu lembaga adat yang sudah ada bagaimana? Kan begitu."

Di sisi lain, Adi mengungkapkan, memang ada kecenderungan salah satu suku tidak ingin dipersepsikan sebagai serumpun dengan suku lainnya.
Tetapi, Adi mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan tersebut.
Pihaknya lebih mengedepankan prinsip keterwakilan sesuai dengan strata yang ada untuk urusan sosialisasi program.
Baca juga: Warga di IKN Minta tak Hanya Lahan yang Dihitung, Pilih Bertahan Jika Kompensasi tak Menguntungkan
"Namanya pemerintah bekerja kan ada hierarkinya. Dari pusat ke provinsi, lalu ke kabupaten, lalu ke kecamatan, lanjut ke kelurahan dan desa.
Dari situ diteruskan lagi ada RT, dusun dan organisasi yang ada. Kalau sudah sampai bawah, tinggal RT melibatkan warga," lanjut dia.
Adi menegaskan, apapun keluh kesah yang muncul, pemerintah akan memberikan yang terbaik bagi warga di kawasan Ibu Kota Nusantara.
Diberitakan sebelumnya, pemangku adat Suku Balik, Medan (65) merasa tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Ia justru mengetahui informasi itu dari media sosial.
"Itu pun tahunya dari media sosial dan ramai dari mulut ke mulut warga," ujar Medan ketika Tim Kompas.com menyambangi kediamannya di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Minggu (22/5/2022).
Bahkan, ketika Presiden Jokowi berkemah di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan ( KIPP ) pertengahan Maret 2022, dirinya sebagai pemangku adat setempat tidak diundang dalam acara itu.
Di sisi lain, pemerintah juga telah memasang patok KIPP tanpa sosialisasi yang memadai ke warga.
Meskipun tidak masuk dalam KIPP, tetapi lahan Medan berada di zona dua, yang seiring berjalannya waktu juga pasti akan terimbas pembangunan.
Hal tersebut menyinggung perasaan warga setempat, terutama warga Suku Balik.
"Kami yang punya tanah di sini kan punya adat ya, dan orang-orang itu juga pasti punya adat masing-masing.
Masak kita enggak bisa bertemu dulu?" ujar Medan.
Baca juga: Sesuai Jadwal, IKN Mulai Dibangun Semester II Tahun 2022, Tim Komunikasi IKN: Pakai Uang APBN Dulu
Sorotan AMAN
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ), Muhammad Arman telah menyampaikan sorotannya terhadap perlindungan masyarakat adat.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ( IKN ) mengabaikan partisipasi warga Paser Balik, salah satu masyarakat adat di kawasan IKN.
Arman mengatakan beleid tersebut mengabaikan partisipasi warga Paser Balik dan berpotensi merampas ruang hidup kelompok adat yang tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka itu.
Menurut AMAN, mekanisme penetapan hutan adat tidak kunjung dipermudah sehingga upaya melindungi masyarakat adat 'jalan di tempat'.
Padahal hutan adat diyakini sebagai solusi terbaik menjauhkan komunitas asli dari konflik lahan akibat berbagai proyek.
Usulan kelompok advokasi terkait penetapan lebih dari satu juta hektare hutan adat, misalnya, belum terwujud meski berbagai persyaratan telah terpenuhi.
Pemerintah pusat mengklaim telah mempercepat proses penetapan berbagai hutan adat, tapi tak memungkiri bahwa kendala tumpang tindih kewenangan dan peraturan yang mesti diatasi.
Bukannya menggenjot jumlah hutan adat, pemerintah malah menggelar berbagai program yang kontraproduktif, seperti pembangunan ibu kota negara ( IKN ) baru, kata Muhammad Arman, Direktur Advokasi Hukum dan Kebijakan AMAN.
"Ada pernyataan pejabat publik bahwa wilayah IKN berstatus clean and clear.
Kami ingin membuktikan bahwa itu tidak benar. Ada kelompok orang tinggal di sana dan mereka punya wilayah," kata Arman via telepon seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv.
"Kami ingin memberi kesempatan bagi tetua adat di sana untuk menjelaskan bagaimana sejarah mereka di atas tanah itu dan sikap mereka terhadap proyek IKN ini," tuturnya.
Pejabat yang dimaksud Arman adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.
Awal April lalu, dia menyebut 90 % kawasan hutan yang akan menjadi lokasi IKN sepenuhnya dikuasai dan dimiliki negara.
Istilah lahan yang clear and clean yang dimaksud Sofyan berarti bebas dari kegiatan ekonomi atau tidak ditempati masyarakat serta tidak memiliki persoalan hukum.
Suku Paser Balik merupakan satu dari 21 komunitas masyarakat yang disebut AMAN sudah tinggal dan menetap di kawasan IKN selama beberapa generasi.
Menurut aduan yang diterima AMAN, wilayah seluas sekitar 30.000 hektare yang ditinggali kelompok adat ini telah diserahkan kepada perusahaan perkebunan dan pertambangan dalam bentuk izin, sebelum proyek IKN.
Baca juga: IKN Ditawarkan di World Economic Forum di Swiss, Bahlil: Minat Ada, tapi Eksekusinya di WEF Belum
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel