Wawancara Eksklusif
EKSKLUSIF - Bicara Peluang di Pemilu 2024, Wawali Bontang Najirah: Saya Menunggu Takdir Saja
Bersama Basri Rase, Najirah berhasil menang. Namun di balik kemenangannya, terselip cerita Najirah yang sempat ragu maju ke Pilkada Bontang 2019.
Penulis: Ismail Usman | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM.CO - Perjalanan politik Wakil Walikota Bontang Najirah berawal dari niatnya menunaikan amanah almarhum suami, Adi Darma di Pilkada Bontang 2019.
Bersama Basri Rase, Najirah berhasil menang. Namun di balik kemenangannya, terselip cerita Najirah yang sempat ragu maju ke Pilkada.
Kala itu, anak sulung Najirah, Ferza Agustia, juga diminta untuk menggantikan posisi sang Ayah, Adi Darma. Najirah pun awalnya sudah setuju.
“Ferza waktu itu bilang gini, mama tidak usah maju. Saya sudah kehilangan bapak, saya tidak mau nanti kehilangan mama juga. Kan mama satu-satunya orangtua kami. Ma, politik itu kejam,” kata Najirah saat berbincang dengan Tribun Kaltim di sebuah rumah makan di Bontang, Sabtu (4/6/2022) lalu.
Lantas bagaimana akhirnya Najirah memutuskan maju, serta seperti apa langkah politik Najirah di tahun 2024, berikut petikan wawancara eksklusif Najirah bersama Tribun Kaltim.
Bagaimana perasaan Ibu selama terjun di dunia politik?
Sebenarnya sih saya kalau ditanya, minat politik itu tidak ada sama sekali.
Bahkan waktu bapak jadi walikota Bontang, banyak yang minta saya untuk mencalonkan jadi di DPR RI. Tapi saya tolak.
Tapi waktu bapak Adi Darma tidak menjabat lagi, saya memutuskan menjadi calon di DPD karena tanpa partai.
Walaupun saya urutan ke 6 saat itu. Alhamdulillah saat itu saya mendapat suara cukup banyak sekira 70 ribu dan jadi juga.
Begitu juga jabatan yang saya emban ini (wakil walikota Bontang) juga bagian dari politik. Walaupun menggantikan beliau (almarhum suami) yang sebelumnya sudah diusung oleh PDIP.
Otomatis saya juga harus bertanggung jawab. Karena ini amanah beliau jadi saya juga masuk PDIP.
Baca juga: EKSKLUSIF-Kisah Najirah Cetuskan Rantang Kasih di Bontang saat Lihat Lansia Sendirian di Gubuk
Baca juga: EKSKLUSIF - Cerita Wakil Walikota Bontang Najirah saat Krisis 1998, Bangun Rumah dari Main Valas
Ini menarik, ibu sempat calon DPD dan naik jadi pengganti. Lalu kenapa menolak ibu?
Waktu itu memang ada keinginan (di DPD), tapi saya tolak. Karena saya sudah terpilih jadi wakil walikota.
Kalau mau santai saya bisa saja pilih DPD. Tapi karena ini tanggung jawab dari amanah masyarakat dan suami saya makanya saya pilih tetap jadi wakil walikota.
Amanah almarhum itu apa?
Amanah itu ya program-program (semasa kampanye) itu.
Saat beliau (suami) meninggal, Nama Ferza sempat naik untuk gantikan almarhum?
Yah, jadi bapak (Adi Darma) meninggal hari Kamis 1 Oktober, malam waktu itu. Jadi malamnya itu ananda Ferza dihubungi oleh PDIP untuk menanyakan siapa yang harus menggantikan almarhum.
Tadinya Ferza juga diminta untuk menggantikan, waktu itu juga saya menyetujui Almarhum digantikan Ferza untuk maju.
Karena kan ini harus diteruskan perjuangan beliau yang sudah kerja sejak setahun lebih.
Akhirnya malam Jumat, Ferza sempat mengurus juga persyaratannya. Tiba-tiba malam itu juga saya berfikir saat terbangun dari tidur. Karena waktu itu masih syok juga.
Saya keliling ke pekarangan di rumah. Akhirnya dalam pikiran saya, kira-kira Ferza ini bisa menang enggak kalau berpasangan sama pak Basri.
Karena memang Ferza pernah menang di DPRD Provinsi Dapil Bontang Sangatta Berau. Tapi beda dengan saya.
Saya meraih suara lebih banyak dan sudah mendampingi beliau (saat jadi Walikota Bontang 2011-2016). Dari mulai menjabat sampai beliau waktu masa kampanye selama setahun itu juga saya dampingi.
Saya terpikirlah waktu itu, kenapa bukan saya saja yang maju.
Apalagi saya lihat lawannya waktu itu incumbent dan perempuan juga. Makanya saya putuskan buat maju.
Karena suara perempuan juga lebih besar ya. Setelah itu saya bicara ke Ferza.
Dia sempat tidak izinkan saya buat maju. Alasan karena dia anggap saya tidak pernah terjun politik dan menganggap politik itu kejam.
Ferza waktu itu bilang gini, mama tidak usah maju. Saya sudah kehilangan bapak, saya tidak mau nanti ke hilangan mama juga. Kan mama satu-satunya orang tua kami. Ma, politik itu kejam.
Kemudian saya bujuklah dia, mama aja yang maju. Ini amanah bapak. Saya juga liat lawannya ini perempuan. Apalagi Ferza lama meninggalkan Bontang.
Otomatis ada yang lupa atau tidak kenal. Beda dengan saya kan.
Apalagi yang dilawan ini perempuan. Makanya saya pastikan siap untuk maju sebagai perempuan juga.
Sebelum ada kata keyakinan, apa yang akhirnya membuat Ferza luluh?
Itu tadi. Dia nanya mama kuat? Ini politik Ma.
Saya jawab, insyaallah Tuhan tidak akan memberikan ujian hambanya yang lebih berat di luar dari kemampuannya. Bismillah mama siap maju.
Saya juga bilang, kalau kamu anak yang berbakti kepada orang tua, maka izinkan mama untuk berbakti.
Di hari Sabtu itu saya sudah dimintai kepastian. Bahkan banyak tim sukses mendorong saya dan mengancam akan golput semua kalau ibu tidak maju.
Karena mereka juga, saya tidak ingin mengecewakan mereka yang sudah mendukung bapak.
Maka dari itu, anak saya sudah mengiklaskan saya maju, akhirnya saya putuskan maju dan yakin bisa menang.

Apa yang membuat ibu yakin waktu itu bisa menang?
Saya yakin karena ada aura dari almarhum waktu itu. Salah satu orang yang juga diakui baik oleh masyarakat.
Begitupun saya juga dikenal karena sudah mendapingi beliau serta aktif di kegiatan majelis taklim.
Dan juga saya melihat potensi suara saya waktu calon di DPD. Suara saya banyak padahal saya tidak ada kampanye. Bahkan banyak tidak tahu kalau saya ini maju.
Suara saya 23 ribu kalau tidak salah.
Apalagi ini juga head to head ya jadi sebenarnya agak berat pertandingan politik.
Tapi yah sudah lah saya tau banyak masyarakat yang mencintai bapak. Apalagi bapak sampai meninggal dalam keadaan covid gitu.
Mengkonfirmasi perkataan Ferza, betulkah yang dirasai ibu selama menjabat kalau politik itu kejam?
Yang saya rasakan selama ini baik-baik aja.
Kalau di Permilu 2024 apakah akan kembali maju bu?
Saya tunggu takdir aja. Saya melihat juga karena jadi wakil walikota ini takdir juga.
Karena saya tidak punya niatan awal. Tapi saya jadi, makanya kita liat nanti takdirnya.
Selama menjabat wakil wali kota, apakah masih ada yang kurang atau masih ada amanah almarhum yang belum dilaksanakan?
Masih ada seperti program yang masih beberapa yang dilaksanakan. Seperti pembagian satu RT satu motor.
Terus program stimulan RT yang sebelumnya berjalan saat pak Adi Darma menjabat dengan biaya Rp 50 juta sampai Rp 200 juta per RT.
Kami jalankan lagi sekarang walaupun belum maksimal karena kendala keterbatasan anggaran akibat kondisi covid. (Bagian 3-Selesai/Ismail Usman)
WAWANCARA EKSKLUSIF Wawali Bontang Bagian 1
WAWANCARA EKSKLUSIF Wawali Bontang Bagian 2