News

Akhiri Ketergantungan Pada Rusia, Uni Eropa Akan Hadapi Masalah Berurusan Dengan Israel dan Mesir

Akhiri ketergantungan pada Rusia, Uni Eropa akan hadapi masalah berurusan dengan Israel dan Mesir.

commons.wikimedia
Bendera Uni Eropa Uni Eropa telah menyatakan akhiri ketergantungan gas alam pada Rusia dengan melakukan kerjasama pada Mesir dan Israel. Namun benarkah kerjasama itu akan memberikan dampak buruk bagi Uni Eropa? 

TRIBUNKALTIM.CO - Akhiri ketergantungan pada Rusia, Uni Eropa akan hadapi masalah berurusan dengan Israel dan Mesir.

Belum lama ini, Uni Eropa telah menyatakan solusi jitu dalam mengakhiri ketergantungannya pada Rusia.

Diketahui sebelumnya bahwa Rusia merupakan negara pengekspor minyak ke Uni Eropa.

Namun Uni Eropa sepakat memberlakukan embargo minyak Rusia, pelarangan perniagaan atau perdagangan Rusia dalam politik dan ekonomi internasional.

Hal itu dilakukan sebagai sanksi atas invasinya ke Ukraina.

Baca juga: Embargo Minyak & Gas Rusia Gagal Disepakati Uni Eropa, Negosiasi 10 Hari Buntu, Paket Sanksi Ditolak

Baca juga: Rusia Tak Gentar Dapat Sanksi Ekonomi, Putin Tantang Balik Negara Barat, Uni Eropa Kesulitan Energi

Baca juga: Di Tengah Perang dengan Ukraina, Rusia Serang Balik Negara-negara Uni Eropa, Pasokan Gas Dihentikan

Dilansir dari aljazeera, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen telah menandatangani perjanjian untuk mengirimkan gas dari Israel melalui Mesir ke Uni Eropa.

Von der Leyen memuji kesepakatan itu sebagai langkah bersejarah dari energi Rusia dan menuju transisi hijau.

"Kami menegaskan kembali komitmen dan tekad bersama kami untuk mempercepat transisi energi yang adil dan mengembangkan sumber daya yang efisien, adil secara sosial dan rendah emisi serta ekonomi netral iklim," kata  Von der Leyen dikutip dari berita aljazeera, Kamis (16/6/2022).

Nota kesepahaman mengenai pengiriman gas alam melalui Mesir, di mana gas akan dicairkan sebelum dikirim ke Eropa, akan mengakhiri ketergantungan blok pada bahan bakar fosil Rusia.

Namun, pernyataan Von der Leyen  ditanggapi dengan skeptis oleh organisasi yang memantau kebijakan energi UE dan transisi menuju energi hijau.

Mereka mengklaim perjanjian itu tidak akan banyak membantu untuk memberikan kemerdekaan dari pemerintah yang bermasalah atau mempromosikan transisi energi yang ramah lingkungan dan sosial.

Tidak semua orang setuju dengan proses pemikiran UE tentang kesepakatan itu.

Salah satunya Pascoe Sabido seorang peneliti dan juru kampanye di Corporate Europe Observatory mengatakan bahwa, "Uni Eropa sedang bergeser dari satu rezim represif menjadi dua lagi. Ini menempatkan prioritas mendapatkan gas di atas hak asasi manusia," imbuhnya.

Kairo dan Tel Aviv, salah satu kota di Israel dituduh melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia dan kejahatan perang.

Presiden Mesir Al-Sisi telah menuai kritik dari negara-negara Barat untuk penuntutan aktivis, jurnalis dan lawan politik yang dianggap di bawah undang-undang kontraterorisme.

Militer Israel telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama beberapa dekade, termasuk serangan militer di Jalur Gaza yang diblokade, pendudukan ilegal yang berkelanjutan atas Yerusalem Timur dan Tepi Barat, dan pembunuhan baru-baru ini terhadap jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh.

Pascoe Sabido juga menambakan bahwa ekspor gas akan memberi kedua pemerintah pengaruh politik yang lebih besar dan ruang untuk menghapus pelanggaran hak asasi manusia.

"Uang dari gas akan digunakan untuk meningkatkan militerisasi, meningkatkan pemukiman … Sementara UE mungkin mengklaim untuk menjauh dari Rusia, itu dilakukan dengan mengorbankan Palestina," kata Sabido.

Peningkatan ekspor gas dari Israel ke Eropa juga akan mengharuskan Tel Aviv untuk mengeksplorasi ladang gas alamnya untuk menemukan jumlah gas yang layak secara komersial. 

Pada 30 Mei, Karine Elharrar, menteri energi Israel, mentweet bahwa Israel terlibat dalam upaya membantu Eropa dengan memulai eksplorasi gas alam Israel keempat.

Dorongan untuk gas lebih lanjut dapat memanaskan perselisihan antara Israel dan Lebanon atas wilayah laut yang disengketakan sekitar 850 kilometer persegi (328 mil persegi).

Israel telah mendirikan rig gas di ladang Karish, yang menurut Tel Aviv adalah bagian dari zona ekonomi eksklusif yang diakui PBB, sementara Beirut mengatakan itu berada di daerah yang disengketakan.

(TribunKaltim.co/Hartina Mahardhika)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved