Berita Internasional Terkini

Sri Lanka Diambang Keruntuhan Akibat Utang Menumpuk, Kini Kekurangan Makanan Hingga Bahan Bakar

Krisis yang dialami Sri Lanka miris, ekonomi Sri Lanka dikabarkan telah runtuh setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik

Editor: Aris
ISHARA S. KODIKARA / AFP
Pengendara mengantre untuk membeli bahan bakar di stasiun bahan bakar Ceylon Petroleum Corporation di Kolombo pada 2 Mei 2022. - Pemogokan oleh pemilik tanker bahan bakar selama akhir pekan memperbaharui antrean panjang di Sri Lanka untuk solar dan bensin pada 2 Mei karena pompa kering, peracikan krisis ekonomi dan energi negara kepulauan itu. (Photo by ISHARA S. KODIKARA / AFP) - Mengapa Sri Lanka Bangkrut? PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe sebut negaranya telah runtuh karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. 

Pemerintah menyalahkan pandemi Covid, yang memengaruhi perdagangan turis Sri Lanka.

Diketahui, sektor pariwisata adalah salah satu penghasil mata uang asing terbesar Sri Lanka.

Namun, banyak ahli mengatakan pengelolaan ekonomi yang tak tepatlah yang harus disalahkan.

Baca juga: Krisis Listrik di India, Dongkrak Harga Batu Bara Acuan pada Juni 

Tagihan Impor di Sri Lanka juga Terus Bertambah, malah di akhir perang saudara di tahun 2009, Sri Lanka memilih untuk lebih fokus menyediakan barang untuk pasar domestik daripada mencoba masuk ke luar negeri, Jadi pendapatan dari ekspor tetap rendah, sementara tagihan impor terus bertambah.

Sri Lanka juga sekarang mengimpor 3 miliar dolar lebih banyak daripada ekspornya setiap tahun, dan itulah sebabnya Sri Lanka kehabisan cadangan mata uang asing.

Tidak hanya itu, pada akhir 2019, Sri Lanka memiliki cadangan mata uang asing sebesar 7,6 miliar Dolar, lalu pada Maret 2020 cadangannya menyusut menjadi 1,93 miliar Dolar, kemudian pada Mei 2022 pemerintah mengatakan angka ini turun menjadi hanya 50 juta Dolar.

Baca juga: Detik-detik ABK Indonesia Pukul Kapten Kapal asal Taiwan, Terjadi di Laut Sri Lanka, Videonya Viral

Pemerintah juga memiliki utang besar dengan negara-negara termasuk China, untuk mendanai apa yang disebut para kritikus sebagai proyek infrastruktur yang tidak perlu.

Sri Lanka berutang 6,5 miliar Dolar ke China dan keduanya sedang dalam pembicaraan tentang bagaimana merestrukturisasi utang.

Presiden Sri Lanka, Rajapaksa telah dikritik karena pemotongan pajak besar yang dia perkenalkan pada 2019, setelah ia berkuasa.

Sehingga, menurut Menteri Keuangan Sri Lanka, Ali Sabry, akibat pemotongan pajak tersebut, Sri Lanka kehilangan pendapatan pemerintah lebih dari 1,4 miliar Dolar per tahun, kemudian kegagalan Panen yang meluas.

Baca juga: NEWS VIDEO Sri Mulyani Senang Utang Negara Jadi Perhatian Masyarakat

Pada tahun 2021, Sri Lanka mulai kekurangan mata uang asing dan menjadi masalah serius, dimana pemerintah mencoba membatasi arus keluar dengan melarang impor pupuk kimia.

Presiden Sri Lanka, Rajapaksa menyuruh petani untuk menggunakan pupuk organik yang bersumber secara local, sehingga menyebabkan gagal panen yang meluas dan Sri Lanka tidak dapat mengekspor hasil pertaniannya.

Kegagalan panen tersebut berdampak besar pada perekonomian Sri Lanka karena mengekspor hasil pertanian adalah salah satu sumber pendapatan Sri Lanka.

Alhasil, Sri Lanka harus menambah stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah.

Sebuah laporan IMF pada bulan Maret 2022, mengatakan larangan pupuk yang dibatalkan pada November 2021 juga telah merugikan ekspor teh dan karet, yang menyebabkan kerugian berpotensi besar.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved