Video Viral

Bareskrim Ungkap Fakta Baru Terkait 2 Petinggi ACT, Tersangkut Kasus Penipuan

Bareskrim ungkap fakta baru terkait 2 petinggi ACT, tersangkut kasus penipuan

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Djohan Nur

TRIBUNKALTIM.CO - Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa pimpinan Aksi Cepat Tanggap ( ACT) Ibnu Khajar dan Ahyudin pernah diperiksa dalam dugaan kasus penipuan pada 2021 lalu.

Dilansir dari Tribunnews.com, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyampaikan bahwa keduanya diperiksa dalam statusnya sebagai terlapor dalam pelaporan yang didaftarkan di Bareskrim Polri.

"Klarifikasi sudah," kata Andi saat dikonfirmasi, Rabu (6/7/2022).

Dalam kasus ini, kata Andi, keduanya petinggi ACT itu dilaporkan bukan oleh donatur. Sebaliknya, dia dilaporkan oleh sebuah perusahaan bernama PT Hydro ke Bareskrim Polri.

"Pelapornya bukan donatur, PT Hydro," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) ternyata pernah dilaporkan dalam dugaan kasus penggelapan pada 2021 lalu.

Kasus tersebut pun ditangani oleh Bareskrim Polri.

Hal itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.

Adapun kasus tersebut dilaporkan dengan nomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim tertanggal 16 Juni 2021.

"Iya, sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana," kata Andi kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).

Andi menyampaikan bahwa kasus yang tengah dilaporkan adalah dugaan kasus penipuan dan keterangan palsu yang dilakukan oleh ACT.

"Dugaan penipuan atau keterangan palsu dalam akta otentik pasal 378 atau 266 KUHP," jelas Andi.

Lebih lanjut, Andi menambahkan bahwa pihaknya kini juga telah meminta sejumlah klarifikasi kepada sejumlah pihak untuk mendalami laporan tersebut.

"Sudah ada beberapa pihak yang sudah diklarifikasi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid menjelaskan, bahwa pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang lembaga kemusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan data intelijen.

Menurutnya data yang dibberikan PPATK kepada BNPT terkait transaksi yang mencurigakan.

"Sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Ahmad Nur Wahid dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).

Nir Wahid menjelaskan, bahwa BNPT dan Densus 88 bekerja mendasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme.

Saat ini, memang ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).

Sehingga, membutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri," ucapnya.

Sementara, jika tidak terbukti, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved