Berita Kukar Terkini

Kisah Guru SD di Marangkayu Kukar, Ajarkan ke Siswa soal Dampak Tambang Ilegal Batu Bara

Ada kisah guru di Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur yang menceritakan pengalaman mengajar

Editor: Budi Susilo
HO/NANANG
Pelajar SDN 021 Marangkayu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, Kalimantan Timur berlajar di alam sekitar, di luar sekolah. Siswa diberikan pemahaman soal dampak kegiatan pertambangan ilegal yang pernah terjadi di Marangkayu. 

TRIBUNKALTIM.CO, MARANGKAYU - Ada kisah guru di Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara ( Kukar), Provinsi Kalimantan Timur yang menceritakan pengalaman mengajar dan pembelajaran bagi anak didiknya. 

Dialah Nanang Nuryanto. Pria berkulit sawo matang ini telah mengajar di SDN 021 Marangkayu. Kecamatan Marangkayu, Kukar, bertahun-tahun.  

Katanya, Marangkayu Kukar itu punya potensi sumber daya alam yang melimpah. Di antaranya tersedia batu bara, gas alam dan minyak bumi.

Kecamatan Marangkayu berbatasan dengan Bontang, untuk mencapai tengah kabupaten di Kutai Kartanegara.

Baca juga: Andalkan WhatsApp Kala Pandemi Covid-19, Guru SDN 021 Marangkayu Kenalkan Kukar ke Siswa Pakai Peta

Baca juga: Nasib Bendungan Marangkayu Kaltim, Dana Rp 50 Miliar hingga Penanggungjawab Pengairan Awal

Baca juga: Cara Guru SDN 021 Marangkayu Kukar dalam Mengisi Tahun Ajaran Baru di Tengah Pandemi Covid-19

Dia berpendapat, hasil kekayaan alam yang dimiliki Marangkayu belum sejalan dengan pengembangan sumber daya manusia di lokasi Marangkayu.

Nanang menyadari ini, maklum ia sudah mengajar di SDN 021 Marangkayu sejak 19 tahun silam.

Kegelisahan Nanang ini membawa Nanang mengikuti berbagai program yaitu pengembangan kapasitas guru melalui Tanoto Foundation dan Kemdikbudristek Republik Indonesia.

Tidak hanya kapasitas Nanang berkembang, ternyata Nanang menjadi ahli di masing-masing program yang diikuti.

Baca juga: Peduli Pendidikan, Bunda PAUD Kukar Serahkan Bantuan ke TK Negeri Pembina, Gandeng Tanoto Foundation

Bersama Tanoto Foundation, Nanang Nuryanto menjadi Fasilitator Nasional yang membawanya untuk mengenal guru-guru lainnya dalam menyebarluaskan modul-modul Tanoto Foundation.

Bersama Guru Bergerak Indonesia Maju, Nanang meniti menjadi pelopor mengikuti guru penggerak.

Saat Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan pertama, Nanang Nuryanto mengikuti proses dan menjadi bagian dari keluarga CGP.

Program ini dirasa bagus oleh Nanang Nuryanto, Nanang mendorong dan membimbing 6 gugus yang masing-masing gugus terdiri dari 5 sekolah.

Baca juga: Berdayakan Pendidik, Tanoto Foundation Dukung Percepatan Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia

Awalnya hanya 10 orang yang ikut bimbingan. Nanang tidak bergerak sendirian, namun ada rekan guru lainnya yang mempunyai mimpi yang sama memajukan Marangkayu.

Saat ini, grup WhatsApp bimbingan Guru Penggerak mencapai 91 orang.

“Ada 10 orang total yang lolos dari jenjang SD dan SMP di angkatan sekarang,” ungkap Nanang Nuryanto.

Saat ini Nanang menjadi Fasilitator Guru Praktik untuk Kabupaten Sumenep, dikatakan Nanang, juga turut membagikan praktik baik di Tanoto Foundation, seperti pembelajaran aktif, pojok baca, dan karya siswa.

“Saya salut, ada yang dibimbing, sudah S2, tapi tetap mau mempelajari hal-hal baru," ujarnya.

"Dosen tersebut merasa belum penuh dengan pengalamannya,” ungkap Nanang menceritakan pengalamannya membimbing pendidik di Kabupaten Sumenep

Pembelajaran Proyek Batu Bara

Sejauh apapun, Nanang Nuryanto melangkah, ia tetap mengutamakan kualitas pembelajaran yang berlangsung di SDN 021 Marangkayu. Minggu lalu, Nanang mengajak siswanya untuk mengunjungi desa yang terdampak batu bara.

Sebanyak 31 siswa berjalan kaki sepanjang 3.5 km dari sekolah. Dalam pembelajaran ini, Nanang ingin siswanya mendapatkan beberapa karakter yang tertuang di profil Pancasila, yaitu kritis, gotong royong, dan mandiri.

Jalanan menuju desa tersebut rusak, banyak debu lalu lalang. Para siswa mengunjungi salah satu rumah di desa itu.

Baca juga: Kontribusi Perusahaan Batu Bara, Mau Wujudkan IKN Nusantara Jadi Kota Hutan Pintar

Siswa dipersilakan mengekspresikan rasa penasarannya apa yang terjadi di desa tersebut dan kenapa berbeda dengan desa yang ditinggali para siswa.

Dari diskusi penduduk, terdapat tambang illegal di desa tersebut. Makanya, banyak debu hitam.

Tentunya, kata Nanang, ini mengancam kesehatan penduduk sekitar, karena operasi tambang tidak mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan sekitar.

Digali lebih dalam, penduduk mendapatkan ganti rugi dan kompensasi debu untuk membiarkan proses itu terjadi.

Baca juga: Di Mata Najwa, Warga Rusunawa Keluhkan Dampak yang Ditimbulkan oleh Batu Bara di Pelabuhan Marunda

Saat ini, tambang ilegal tersebut ditutup. Pada bagian refleksi perjalanan, Nanang bertanya kepada seluruh siswa mengapa lebih baik tambang tersebut ditutup.

Siswa menjawab setuju bahwa operasi tambang itu lebih banyak membawa keburukan daripada kebaikan karena dilakukan ilegal tanpa pertimbangan keselamatan.

“Yang untung sedikit saja, tapi yang menghirup udara kotor batu baranya satu desa,” tutup Arman, salah satu siswa Rais.

(TribunKaltim.co/Budi Susilo)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved