Ibu Kota Negara
Klarifikasi Unila soal Dugaan Tanda Tangan Palsu Mahasiswa dalam Permohonan Judicial Review UU IKN
Permohonan judicial review UU IKN akhirnya dicabut setelah hakim MK mengetahui ada dua tanda tangan palsu. Penjelasan Universitas Lampung ( Unila )
TRIBUNKALTIM.CO - Akhirnya permohonan judicial review Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung ( Unila ) dicabut.
Mahasiswa FH Unila memilih mencabut permohonan juducial review UU IKN ini setelah diberikan pilihan oleh panel hakim Mahkamah Konsitusi yang mendapati adanya tanda tangan palsu.
Terkait dengan tanda tangan palsu mahasiswa Unila dalam permohonan judicial review UU IKN, pihak Fakultas Hukum (FH) Unika telah memberikan klarifikasi.
Selain penjelasan dari pihak fakultas, dosen dan mahasiswa Unila pun memberikan penjelasan lengkap dan membantah dipalsukan.
Pihak-pihak terkait juga membantah tudingan mencari panggung dalam permohonan judicial review UU IKN ini.
Terkait tanda tangan palsu di permohonan judicial review UU IKN ini diketahui dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu 13 Juli 2022 kemarin.
Sebelumnya, dilaporkan sebanyak enam mahasiswa dari FH Unila mengajukan permohonan judicial review UU IKN yakni UU Nomor 3 Tahun 2022.
Dalam persidangan, Rabu (13/7/2022) kemarin, panel hakim MK yang dipimpin Hakim Konstitusi, Arief Hidayat mendapati ada tanda tangan pemohon yang palsu.
Baca juga: Wakil Menteri ATR/BPN Sebut 800 Ha Lahan di IKN Masih Bermasalah
Seperti dilansir dari situs MK, sedianya agenda sidang kedua perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 adalah perbaikan permohonan.
Namun kemudian, panel hakim MK malah menemukan kejanggalan tanda tangan pemohon pada perbaikan permohonan judicial review itu.
Dalam sidang, Hakim Konstitusi, Arief Hidayat kemudian mempertanyakan kejanggalan tanda tangan ini.
Arie Hidayat mengatakan, "Ada beberapa hal yang perlu saya minta konfirmasi. Ini Saudara tanda tangannya betul atau tanda tangan palsu ini?
Kalau kita lihat, tanda tangan ini mencurigakan, bukan tanda tangan asli dari Para Pemohon."
Awalnya, seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, para pemohon menjawab tanda tangan itu adalah asli dan menegaskan tanda tangan itu dibuat secara digital.
Tetapi setelah didesak, salah satu pemohon atas nama Hurriyah Ainaa Mardiyah mengakui dari enam pemohon, dua orang di antaranya tidak menandatangani permohonan tersebut.