Berita DPRD Samarinda
3 Kritik Keras Dilontarkan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda terhadap RUU Sisdiknas
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sani bin Husein memberikan tiga kritik terhadap RUU Sisdiknas, Selasa (30/8/2022).
Penulis: Sarikatunnisa |
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sani bin Husein memberikan tiga kritik terhadap RUU Sisdiknas, Selasa (30/8/2022).
Pertama, Sani bereaksi keras terkait hilangnya ayat TPG dalam RUU Sisdiknas.
Ketua Fraksi PKS ini mendesak Kemendikbudristek mengembalikan ayat soal tunjangan profesi guru (TPG) dikembalikan lagi di RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
"Dalam draft RUU Sisdiknas yang saya terima sungguh mengingkari logika publik. Menafikkan profesi guru dan dosen," kata Wakil Ketua Komisi IV yang membidangi bidang Pendidikan ini saat dihubungi via telp, Senin (29/8/2022).
"Saya atas nama rakyat di daerah menolak tegas penghapusan pasal tentang tunjangan guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen, dan tunjangan kehormatan dosen," tuturnya.
Baca juga: Anggota Komisi IV DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar Dukung Skema Pemotongan Insentif Guru
"Ini sama saja matinya profesi guru dan dosen," imbuhnya.
Sani menegaskan guru maupun dosen sudah mau mengajar meskipun tingkat kesejahteraan sangat rendah. Para guru bertahan karena prinsip mengabdi dan mencintai Tanah Air.
"Tapi ketika terjadi penghapusan dan terjadi dalam pasal, maka kami mewakili suara guru di daerah meminta dengan segala hormat agar dikembalikan. Tunjangan profesi ini wajar sebagai bentuk penghargaan dan keadilan yang diperjuangkan terus menerus, " katanya.
Dia menambahkan penghapusan pasal TPG (Tunjangan Profesi Guru) di RUU Sisdiknas tersebut telah melukai rasa keadilan para pendidik.
"Kami menuntut pasal itu dikembalikan. Kami tidak anti-perubahan, kami hanya ingin mengajak semua pihak berkontribusi. Jangan penyusunannya diam diam. Kami minta petinggi Kemendikbudristek menggunakan hati nurani. Teman-teman di parlemen juga harus membantu penyalur aspirasi guru seluruh Indonesia, " katanya menegaskan.
Baca juga: Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Ingin Warga Turut Berperan Dalam Mengurangi Anjal Gepeng di Samarinda
Selain dia meminta agar pembahasan RUU Sisdiknas itu tidak terburu-buru. Apalagi RUU tersebut bersifat omnibus law yang menggabungkan tiga UU menjadi satu.
Kedua, terkait SNP dan Kurikulum, Sani mengkritik naskah akademik yang dipakai, misal untuk SNP hanya merujuk satu penelitian yang di duga dilakukan satu lembaga riset di tiga kabupaten saja. Padahal ada 500-an kabupaten/kota di negeri ini.
“Soal kurikulum, istilah kerangka kurikulum mengacu pada paper panelis UNESCO di Afrika tahun 2007. Kami kira itu sudah ketinggalan zaman,” kata Sani.
Terkait acuan SNP dan Kurikulum ia meminta agar tidak terburu-buru di putuskan dan harus melibatkan banyak ahli, praktisi dan akademisi di bidang pendidikan.
Ketiga, pelajaran sejarah tidak prioritas. Sani yang juga pernah mengenyam program doktoral manajemen pendidikan FKIP Unmul juga menyayangkan tidak adanya mata pelajaran sejarah yang menjadi muatan wajib pada Pasal 93 RUU Sisdiknas.
Baca juga: Anggota DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar Minta Aparat Tindak Tegas Pengetap BBM