IKN Nusantara
Ada Sengketa, Progres Pembebasan Lahan di KIPP IKN Nusantara Capai 90 Persen
Progres pembebasan lahan di KIPP IKN Nusantara capai 90 persen, sisanya sengketa
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Robin Ono Saputra
TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur fisik di kawasan Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara.
Terutama di wilayah yang akan menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP IKN.
Sejalan dengan pembangunan fisik, proses pengadaan tanah pun terus dikebut.
Tahapan ganti rugi lahan untuk lokasi pembangunan IKN Nusantara di wilayah Sepaku - Semoi, Kabupaten Penajam Paser Utara sudah mencapai lebih 90 persen, sedangkan sisanya masih sengketa.
Baca juga: Siap-siap, akan Ada Seleksi Terbuka Isi Struktur Pejabat di Otorita IKN Nusantara
“Kalau di wilayah Sepaku-Semoi sudah melalui tahap ganti rugi, 90 persen lebih sudah selesai.
Sisanya itu bukan karena kita belum mau bayar, namun karena ada sengketanya, maka dititipkan ke pengadilan.
Nanti pengadilan yang menentukan,” kata Asnaedi, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Adapun, beberapa lokasi yang masih berproses dalam pembangunan IKN, yakni jalan akses logistik, bentang panjang Pulau Balang (untuk Tol Balikpapan-Samarinda, segmen 3, segmen 5 dan segmen 3b), serta jalan dari seberang (PPU) ke IKN.
“Itu kan sedang berproses semua DPPT (Dokumen Persiapan Pengadaan Tanah).
Target kita kan selesai di 2022 ini untuk proses pengadaannya, pembangunannya kita masih belum tahu,” ucapnya.
Baca juga: Tugas Penerus Anies Baswedan, Diganti IKN Nusantara, Jakarta Pensiun Jadi Ibu Kota
Berkaitan dengan lahan masyarakat di lokasi pembangunan IKN, Asnaedi mengatakan tahapan yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah penyusunan DPPT.
“Baru penyusunan DPPT, kalau sudah ada DPPT baru bisa dilaksanakan pengadaan tanahnya, jadi memang masih berproses,” katanya.
Ia menegaskan, prosedur pengadaan tanah di lokasi pembangunan IKN dalam hal ini masuk kategori kepentingan umum yang prosedurnya tidak seperti membeli tanah pada umumnya.
Ada tahapan-tahapan yang saat ini masih berjalan.
“Ada DPPT itu, kemudian ada Penlok (Penetapan Lokasi), sosialisasi, proses yang dilakukan Satgas A dan Satgas B, baru kita validasi yang punya tanah siapa, berapa luasnya, benar atau tidak kepemilikannya,” tutur Asnaedi.
Setelah proses tersebut selesai, ada tahapan yang disebut sebagai appraisal atau proses taksasi.
“Nantinya, ada lembaga penyuluh independen yang menilai berapa harga tanah itu dengan keilmuan mereka, bukan dari BPN atau pemilik tanah, tetapi secara independen,” jelasnya.
Asnaedi mengaku telah melalui proses inventarisasi dalam hal kepemilikan, penguasaan, penggunaan dan penempatan tanah.
Data yang didapatkan dari proses tersebut yang nantinya akan diverifikasi oleh Satgas A dan Satgas B.
“Satgas A itu yang mengukur dan memetakan, Satgas B itu yang memverifikasi kebenaran atas kepemilikannya,” ujarnya.
“Sebelum adanya penlok pun perlu dilakukan konsultasi publik ke lapangan,” tuturnya.
Ia menambahkan, proses pengadaan tanah yang dilakukan dengan menggunakan uang negara ini jangan sampai merugikan negara dan masyarakat.
Sementara itu, untuk saat ini, beberapa lokasi yang berada di wilayah pembangunan IKN ini sudah melalui tahapan konsultasi teknis, bahkan ada yang sudah selesai penloknya. (*)