Memilih Damai
Akademisi UI: Kandidat Berlomba Pinjam Citra Jokowi di Pilpres 2024, Kekuatan Figur yang Terpenting
Akademisi Universitas Indonesia (UI) menyebut tren politik identitas dan politik uang masih akan terjadi di Pilpres 2024.
TRIBUNKALTIM.CO - Akademisi Universitas Indonesia menyebut tren politik identitas dan politik uang masih akan terjadi di Pilpres 2024.
Untuk diketahui, Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 atau Pilpres 2024 untuk masa bakti 2024–2029 yang akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024.
Pemilihan ini akan menjadi pemilihan presiden langsung kelima di Indonesia.
Akademisi Universitas Indonesia, Panji Anugerah Permana, mengungkapkan siapapun capres dan cawapresnya, orang akan melihat dari konsep pembelahan sosial.
"Erat kaitannya dengan latar belakang sosial si calon. Apakah ia mewakili etnis, agama, dan kepentingan kelompok. Termasuk gender," kata Panji Permana dalam Talkshow Memilih Damai, Suara dari Sulawesi yang digagas Tribun Network di Manado, Sulawesi Utara, Senin (28/11/2022), mengutip TribunManado.co.id dengan judul Pilpres 2024: Rekam Jejak, Pengalaman, dan Program Capres Jadi Nomor Sekian
Selain itu, seberapa besar sumber daya yang dimiliki dan pengalamannya.
Baca juga: Elektabilitas Ridwan Kamil sebagai Cawapres Masih Teratas tapi Melemah, AHY dan Erick Thohir Menguat
Baik di bidang pemerintahan, politik, dan dunia usaha.
Meskipun memang, di Indonesia rekam jejak, program, dan integritas menjadi urusan belakangan.
"Paling penting kekuatan figur dan personality-nya," katanya.
Ke depan, urai Panji Permana, publik tetap akan mempertimbangkan kecakapan, rekam jejak, dan integritas.
"Itu yang kita harapkan sebenarnya. Pemilih rasional," jelasnya.
Ia memberi catatan, pada Pilpres 2024 nanti, sosok Jokowi masih sangat menentukan.
Para kandidat akan berlomba meminjam citra Jokowi.
Baca juga: Berebut Suara Anak Muda Jelang Pilpres 2024, Guru Besar UIN Raden Fatah Ingatkan Hal ini
Itu akan jadi magnet elektoral.
"Di sisi lain, peran elit daerah juga penting. Kita perlu melihat peta politik lokal," katanya.
Ia pun tak malu mengatakan, politik elektoral juga akan diwarnai politik uang kendati, perannya tak signifikan.
"Di Pilpres nanti isu ketokohan dan popularitas yang utama. Bersanding dengan sentimen kedaerahan, agama, dan keterwakilan kepentingan kelompok," jelasnya.
Contoh kasus, pada Pilres 2004, 2009, dan 2014, Jusuf Kalla meraih suara di atas 71 persen di Sulawesi.
"Ada aspek kedaerahan yang bermain. Sejalan dengan klantilisme," jelasnya.
Baca juga: Alasan Jokowi Ingatkan Capres-Cawapres Pilpres 2024 Jangan Politisasi Agama dan Politik Identitas
Menurut Direktur LSI, Jayadi Hanan, citra diri dan kualitas personal yang diingkan masyarakat dari capres hanya soal empat hal.
Pertama, merakyat; kedua, rekam jejak, pengalaman dan kemampuan mengatasi krisis; ketiga apakah tegas dan berwibawa dan pintar berintegritas.
"Sejauh ini, dari tiga kandidat capres, Gandjar, Prabowo dan Anies, tidak ada yang memiliki secara lengkap kriteria itu," kata Jayadi Hanan.
Anak Muda Berebut Suara
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Prof Drs HM Sirozi PhD mengingatkan, siapapun calon presiden yang bersaing pada Pilpres 2024 nanti jangan sampai mengabaikan kelompok pemilih pemula, yaitu generasi Z.
Hal itu disampaikannya dalam talkshow Memilih Damai, Membaca Suara dari Daerah: Sumatera, beberapa waktu lalu.
Dilihat dari pemilih pemula atau generasi Z, yaitu anak muda yang usia antara 17 sampai 23 tahun, lalu ada namanya generasi milenial itu usia 24 sampai 39 tahun, yang merupakan generasi yang dibesarkan di era digital.
"Pemilih pemula sekarang ini, saya kira memang akan akan punya satu karakter yang berbeda dan selera politik yang juga berbeda, tapi sebelumnya kita harus melihat secara kuantitatif," ujarnya, TribunSumsel.com dengan judul Akankah Capres 2024 Mendadak Gaul Demi Raih Suara Gen Z dan Millenial, Prof Sirozi Ingatkan Hal ini
Baca juga: Pemimpin dari Luar Pulau Jawa Minim, Akademisi Unhas: Harus Punya Keunggulan Individu Luar Biasa
Ia melanjutkan, jika ia membaca data dari statistik, generasi Z itu merepresentasikan 28 persen dari penduduk Indonesia dan generasi milenial merepresentasikan 24 persen.
"Sehingga kalau dikombinasikan, merepresentasikan hampir 58," pungkasnya.
(*)