Memilih Damai
Pilpres 2024, Dukungan Kepala Daerah bisa Jadi Penentu Kemenangan Capres, Figur tak Berpengaruh
Pilpres 2024, dukungan kepala daerah baik gubernur maupun walikota bisa jadi penentu kemenangan capres. Kekuatan figur capres disebut tak berpengaruh
TRIBUNKALTIM.CO - Dukungan kepala daerah baik gubernur maupun walikota menjadi penting bahkan disebut bisa jadi penentu kemenangan calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Terlepas dari asumsi, siapa capres yang menang di Pulau Jawa, pasti akan menang Pilpres 2024, dalam konteks daerah, keberadaan gubernur dan walikota menjadi penting.
Dukungan kepala daerah baik gubernur dan walikota terhadap capres bisa menjadi penentu kemenangan di Pilpres 2024.
Pernyataan ini terungkap dalam Diskusi Memilih Damai yang digelar Tribun Network chapter Manado, Sulawesi Utara, Senin (28/11/2022).
Diskusi Memilih Damai dari Tribun Network chapter Manado ini bertajuk, 'Suara dari Sulawesi' yang juga membahas efek penting seorang kepala daerah.
Pengamat Politik dari FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Dr Alfons Kimbal mengatakan, dalam konteks daerah, keberadaan gubernur wali kota akan menentukan hasil pilpres.
Dr Alfons Kimbal mengatakan, "Pada Pilpres 2019, keberadaan Olly Dondokambey berpengaruh besar pada hasil Pilpres, di mana kala itu Jokowi-Maruf Amin unggul 77 persen."
Menurut Kimbal, fakta politik tersebut besar kemungkinan terulang di Pilpres 2024.
Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP Unsrat ini mengatakan, "Apalagi saat ini, 12 dari 15 kabupaten kota di Sulut, kepala daerahnya dari PDIP."
Menurutnya, siapa capres yang didukung kepala daerah, alamat peluang menang di daerah tersebut.
Baca juga: Akademisi UI: Kandidat Berlomba Pinjam Citra Jokowi di Pilpres 2024, Kekuatan Figur yang Terpenting
"Kepala daerah effect ini penting. Tinggal dilihat afiliasinya ke mana," kata Kimbal.
Sedangkan, Akademisi IAIN Manado, Dr Sulaiman Mapiase lebih melihat pada fakta, kekuatan figur tak akan terlalu berpengaruh.
Khususnya di kalangan pemilih grass root (akar rumput).
Kelompok ini, menurut Mapiase, lebih memilih calon yang bisa memberi keuntungan langsung.
Secara jangka pendek, siapa yang bisa langsung memenuhi kebutuhan dan keinginan.
"Lebih berpengaruh siapa yang bisa memenuhi hasrat politik jangka waktu singkat," kata Mapiase seperti dikutip TribunKaltim.co dari TribunManado.co.id di artikel berjudul Pilpres 2024, Kiprah Gubernur Bupati Wali Kota Kunci Kemenangan Capres di Daerah.
Memang, idealnya pemimpin berkualitas dihasilkan pemilih berkualitas.
Sayang, kata Mapiase, itu masih jauh dari harapan.
"Sejauh ini money politik, politik identitas masih kuat.
Kalau pemilih rasional, pasti melihat figur dan program," katanya.
Baca juga: Peluang Tokoh Sumatera dalam Pilpres 2024 Sangat Besar, Prof Alfitri: Pluralistik Adalah Kekuatan
Mapiase bilang, idealisme itu pasti terwujud suatu saat nanti.
Seiring makin baiknya kualitas SDM pemilih di Indonesia.
Ia memberi contoh. Hasil survei Bawaslu Manado sebelum pilkada.
Sebagian besar masyarakat Manado menginginkan pemimpin yang mampu memperhatikan kepentingan mereka.
70 persen masyarakat tidak menghendaki money politik.
"Faktanya banyak yang tersandera dengan money politic. Ada uang ada suara," katanya.
Tren Politik Uang
Tren politik uang diperkirakan masih akan terjadi di Pilpres 2024, hal ini juga menjadi sorotan akademisi Universitas Indonesia, Panji Anugerah Permana.
Ia mengungkapkan siapapun capres dan cawapresnya, orang akan melihat dari konsep pembelahan sosial.
"Erat kaitannya dengan latar belakang sosial si calon.
Baca juga: Politik Identitas di Pilpres, Akankah Pemindahan Ibu Kota Negara Melahirkan Tokoh di Luar Jawa?
Apakah ia mewakili etnis, agama, dan kepentingan kelompok. Termasuk gender," kata Panji Permana masih dalam Talkshow Memilih Damai, Suara dari Sulawesi yang digagas Tribun Network di Manado, Sulawesi Utara, Senin (28/11/2022).
Selain itu, seberapa besar sumber daya yang dimiliki dan pengalamannya.
Baik di bidang pemerintahan, politik, dan dunia usaha.
Meskipun memang, di Indonesia rekam jejak, program, dan integritas menjadi urusan belakangan.
"Paling penting kekuatan figur dan personality-nya," katanya, seperti dikutip TribunKaltim.co dari TribunManado.co.id di artikel berjudul Pilpres 2024: Rekam Jejak, Pengalaman, dan Program Capres Jadi Nomor Sekian.
Ke depan, urai Panji Permana, publik tetap akan mempertimbangkan kecakapan, rekam jejak, dan integritas.
"Itu yang kita harapkan sebenarnya. Pemilih rasional," jelasnya.
Ia memberi catatan, pada Pilpres 2024 nanti, sosok Jokowi masih sangat menentukan.
Para kandidat akan berlomba meminjam citra Jokowi.
Itu akan jadi magnet elektoral.
"Di sisi lain, peran elit daerah juga penting. Kita perlu melihat peta politik lokal," katanya.
Ia pun tak malu mengatakan, politik elektoral juga akan diwarnai politik uang kendati, perannya tak signifikan.
"Di Pilpres nanti isu ketokohan dan popularitas yang utama. Bersanding dengan sentimen kedaerahan, agama, dan keterwakilan kepentingan kelompok," jelasnya.
Contoh kasus, pada Pilres 2004, 2009, dan 2014, Jusuf Kalla meraih suara di atas 71 persen di Sulawesi.
"Ada aspek kedaerahan yang bermain. Sejalan dengan klantilisme," jelasnya.
Menurut Direktur LSI, Jayadi Hanan, citra diri dan kualitas personal yang diingkan masyarakat dari capres hanya soal empat hal.
Pertama, merakyat; kedua, rekam jejak, pengalaman dan kemampuan mengatasi krisis; ketiga apakah tegas dan berwibawa dan pintar berintegritas.
"Sejauh ini, dari tiga kandidat capres, Gandjar, Prabowo dan Anies, tidak ada yang memiliki secara lengkap kriteria itu," kata Jayadi Hanan.
Baca juga: Berebut Suara Anak Muda Jelang Pilpres 2024, Guru Besar UIN Raden Fatah Ingatkan Hal ini
(*)
Berita Pilpres 2024 Lainnya
Berita Memilih Damai Lainnya
Update Mata Lokal Memilih Lainnya