Memilih Damai

Dampak Politik Identitas Bisa Mengerikan, Dosen UI Panji Beri Imbauan Penting jelang Pemilu 2024

Poltik identitas disebut akan kembali terjadi 2024, Dosen UI sebut dampaknya bisa mengerikan bila tak dikelola dengan baik

Editor: Doan Pardede
TRIBUN MEDAN/HUSNA FADILLA TARIGAN
Talkshow Series bertajuk Memilih Damai yang berlangsung di Medan, membahas tentang Perdebatan Jawa vs Non-Jawa, di Pemilihan presiden ke-8, Rabu (30/11/2022). 

TRIBUNKALTIM.CO - Dosen Universitas Indonesia Panji Anugrah Permana menyebut bahwa politik identitas akan selalu mewarnai pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia.

Bahkan pada hajatan demokrasi di tahun 2014 dan 2019, politik identitas ini sangat kental terlihat.

Dan bukan hanya saat Pemilihan Presiden (Pilpres), politik identitas juga terjadi saat memilih pemimpin-pemimpin di daerah.

Lalu apakah politik identitas akan terus berlanjut di tahun 2024? Panji Anugrah Permana menyampaikan, politik identitas tidak akan pernah lepas dari iklim perpolitikan Indonesia.

Baca juga: Kepala Daerah Punya Peran Penting di Pilpres 2024, Politik Uang dan Identitas Masih Kuat

Bahkan, persoalan politik identitas tak hanya bercokol di negara Indonesia.

Negara adidaya dan maju selevel Amerika Serikat saja, masih berkutat pada politik identitas.

"Jika ditanya soal politik indentitas, kita punya pengalaman di tahun 2014 dan 2019 paling tidak. Benar seperti yang disampaikan soal kutipan dari (Francis) Fukuyama bahwa tentang nasionalisme dan agama menjadi basis yang tetap akan relevan di dalam konteks membicarakan identitas, itu ada di mana-mana. Kita tidak bisa bicara ini problem ataupun kalau dianggap sebagai masalah yang hanya dimiliki bangsa kita," katanya.

Panji Anugrah mencontohkan munculnya partai-partai sayap kanan di Eropa.

Partai-partai ini kemudian mendapat dukungan di Amerika.

Hasilnya yang tampak jelas, adalaj kemunculan Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika.

"Bahkan kalau kita ngomongin Amerika, 46 presiden Amerika itu ada hukum besinya yaitu WASP (White, Anglo-Saxson, Protestant. Jadi dalam sejarah panjang demokrasi Amerika, pemilihan presidennya menghasilkan presiden yang kurang lebih identitasnya adalah (kulit) Putih, Eropa dan Protestan," ujar Panji Anugrah dalam Talkshow Series, Memilih Damai bertajuk Presiden Ke-8 Haruskah Kembali Perdebatan Jawa vs Non-Jawa, di Medan, Rabu (30/11/2022).

Panji pun menyebutkan perwujudan politik identitas di Indonesia dapat dilihat pula pada pemilihan presiden terakhir, bahkan hingga ke pemilihan gubernur (pilgub).

Di sisi lain, ia mewanti-wanti agar politik identitas tidak sampai menimbulkan dampak mengerikan, seperti perpecahan.

Para elite politik dan masyarakat harus mewaspadai dampak tersebut.

"Kenapa politik identitas selalu masuk dalam upaya mobilisasi, karena itu sebagai salah satu strategi yang memungkinkan dilakukan kandidat, karena identitas itu melekat. Apalagi Indonesia yang memiliki ragam indentitas. Para elite politik sadar dampak dari identitas ini menjadikan polarisasi dalam masyarakat. Dua kali tahun politik seharusnya menjadi pelajaran agar tidak terulang lagi adanya perpecahan, harus ada kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara," katanya.

Baca juga: Politik Identitas di Pilpres, Akankah Pemindahan Ibu Kota Negara Melahirkan Tokoh di Luar Jawa?

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved