Berita Paser Terkini

Hamil di Luar Nikah, 95 Anak di Bawah Umur Ajukan Penangguhan Pernikahan Sepanjang 2022

DP2KBP3A Kabupaten Paser, sedang berupaya menurunkan angka penangguhan pernikahan

Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFULLAH IBRAHIM
Kabid Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, pada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser Kasrani Lathief.TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFULLAH IBRAHIM 

TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER- Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, sedang berupaya menurunkan angka penangguhan pernikahan.

Penurunan dispensasi atau penangguhan pernikahan yang ditujukan pada kalangan pelajar di Kabupaten Paser, Kamis (26/1/2023).

Kabid Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan DP2KBP3A Kabupaten Paser Kasrani Lathief mengatakan, sepanjang tahun 2022 terdapat 95 anak dibawah umur yang mengajukan dispensasi lantaran hamil di luar nikah.

"Angka ini tertinggi se-kaltim, angka tersebut menjadi perhatian kami dan perlu dilakukan pencegahan dini," kata Kasrani.

Ada berbagai macam upaya pencegahan dini agar kasus hamil di luar nikah tidak menimpa pelajar atau anak di bawah umur.

Baca juga: 3 Upaya DP3A Kutai Kartanegara Turunkan Angka Pernikahan Dini

Baca juga: Ayah Kandung Norma Risma Punya Firasat Tidak Baik, Tak Setuju Atas Pernikahan Putrinya

"Tentunya enguatan moral itu penting, pelajaran agama bukan hanya sebagai teori, tapi perlu mendapat perhatian lebih," terangnya.

Selain itu, langkah yang dilakukan yaitu harus terpenuhinya pendidikan formal bagi anak minimal hingga tingkat SMA.

Riset menunjukkan, meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan pada anak.

"Kemudahan mendapat akses pendidikan, membuat anak-anak memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil," sebut Kasrani.

Hal tersebut pada akhirnya dapat lebih memudahkan dalam mencari pekerjaan, sebagai persiapan dalam menghidupi keluarga.

Kasrani membeberkan yang tidak kalah penting, yaitu sosialisasi tentang pendidikan seks.

"Kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini di Indonesia," ungkapnya.

Pencegahan dini terhadap masalah itu, sambung Kasrani bukan hanya dilakukan oleh anak namun peran orangtua juga penting dalam memberikan edukasi kepada anak-anak.

Ia menilai, penting untuk memberikan pemberdayaan kepada pelajar terkait konsekuensi negatif dari pernikahan dini.

"Adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat menginspirasi agar membela hak-hak anak perempuan dan tidak memaksanya untuk menikah dini," urainya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved