Berita Kaltara Terkini
Pembukaan Lahan Masih dengan Cara Dibakar Sebabkan 33,5 Hektare Terbakar
Belakangan ini kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah) masif terjadi di Kabupaten Nunukan.
TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Belakangan ini kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah) masif terjadi di Kabupaten Nunukan. Data yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, Januari 2023 terdapat 4 kejadian Karhutla dengan total luas lahan yang terbakar sebanyak 4 hektare.
Sementara pada Februari 2023 terdapat 2 kejadian Karhutla dengan total luas lahan yang terbakar sebanyak 22 hektare.
Lalu pada Maret 2023 terjadi 7 kejadian Karhutla dengan luas lahan yang terbakar sebanyak 7,5 hektare.
"Jadi kejadian Karhutla dari 1 Januari- 18 Maret 2023 ada 13 kejadian dengan total luas lahan yang terbakar sebanyak 33,5 hektare," kata Kasubid Informasi Kebencanaan BPBD Nunukan, Basir kepada Tribun, Minggu (19/3).
Menurut Basir, Karhutla yang terjadi begitu masif di Nunukan dilakukan oleh warga yang ingin membuka lahan.
Sementara itu, membuka lahan dengan cara dibakar jelas dilarang oleh Undang-undang yang berlaku.
"Apalagi membakar lahannya saat cuaca lagi kemarau. Maka semakin memicu kobaran api menjadi besar dan menjalar kemana-mana," ucapnya. Basir menegaskan agar warga tidak lagi membuka lahannya dengan cara dibakar.
"Kami juga mengharapkan respon cepat dari masyarakat ketika melihat atau mendengar kejadian Karhutla, sebelum api membesar," ungkap Basir.
Sementara itu, peristiwa Karhutla di Malinau nihil sepanjang 3 tahun terakhir. Sebaliknya, kebakaran lahan lebih banyak diakibatkan aktivitas pembukaan lahan. Plt Kepala UPTD Kesatuan Pengelola Hutan atau KPH Malinau, Antonius Mangiwa menerangkan indeks kerawanan Kebakaran Hutan terbilang cukup rendah di daerahnya.
Berdasarkan hasil groundcheck atau pemantauan titik panas setahun terakhir, yang paling rawan terjadi adalah kebakaran lahan.
"Untuk kebakaran hutan, kita sangat jarang terjadi di Malinau. Rata-rata kebakaran lahan, karena aktivitas perladangan masyarakat," ungkapnya, Minggu (19/3).
Antonius menjelaskan, titik panas atau hotspot terpantau real time melalui citra satelit.
Setahun terakhir, frekuensi titik panas terdeteksi kerap terjadi mulai dari wilayah kota, Malinau Utara, Malinau Barat hingga ke daerah Malinau Selatan.
"Titik panas itu real time. Kalau di atas rata-rata, kita langsung dapat notice untuk groundcheck. Rata-rata memang kebakaran lahan, karena kebiasaan bertani warga kita," katanya.
Menurutnya, karena kebiasaan warga berladang, pembakaran lahan merupakan alternatif yang biasa digunakan untuk membersihkan lahan. Siklus masyarakat bertani di Malinau umumnya mengadopsi model rotasi lahan. Dalam setahun biasanya masyarakat berladang di 3 lokasi berbeda.
"Karena model bertani warga kita dengan rotasi ladang. Dan warga pun sudah paham. Biasanya jika membersihkan lahan dengan dibakar, kelilingnya sudah ditebas, supaya tidak melebar," ungkapnya. (fbi/pri)
3 Kantor di Kaltara Digeledah, Bank Kaltimtara Hormati Proses Hukum, Tetap Jaga Kepercayaan Nasabah |
![]() |
---|
Tak Bisa Berenang, Terungkap Cara Rahmat Agar Tetap Terapung Selama 2 Hari 2 Malam di Tengah Lautan |
![]() |
---|
4 Fakta Kapal Pengangkut Sembako Terbalik di Perairan Sebatik, Nama Korban Selamat dan Masih Dicari |
![]() |
---|
4 Fakta Emas Palsu Rp1,2 Miliar di Pegadaian Nunukan Kaltara, Terungkap Setelah Nasabah Meninggal |
![]() |
---|
Daftar 5 Daerah di Kaltara Diusulkan Jadi DOB, Termasuk Tanjung Selor: Tunggu Syarat Administrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.