Talkshow Program Bangga Kencana, Pernikahan Dini Bisa Jadi Faktor Penentu Adanya Stunting
Berikut petikan wawancara dengan Kepala Dinas DP3AKB Balikpapan, Alwiati dalam Talkshow Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting.
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO - Masalah stunting mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Indonesia.
Anggaran triliunan rupiah digelontorkan, berbagai program pun digencarkan.
Salah satu program yang digencarkan pemerintah untuk mengatasi stunting adalah Bangga Kencana.
Presiden Joko Widodo pun menargetkan 2024 penurunan stunting harus mencapai 14 persen.
Indonesia punya roadmap penanganan stunting, petanya masih sama.
Berikut petikan wawancara dengan Kepala Dinas DP3AKB Balikpapan, Dra. Alwiati, A.Apt dalam Talkshow Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Studio Tribun Kaltim, Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Talkshow Percepatan Penurunan Stunting, Calon Pengantin Anemia dan Kekurangan Energi Kronis
Kami melihat data stunting di Balikpapan tahun 2022 naik, ada apa ini?
Alwiati (AW): Kalau dilihat dari data SSGI berdasarkan survei, kita mengalami peningkatan 2 persen dari tahun 2021. Di mana tahun 2021 17,6 persen, kemudian pada 2022 naik menjadi 19,6 persen. Ini menjadi warning buat kita semua. Saat mendapatkan data tersebut kami mengadakan rapat koordinasi bersama satgas. Alhamdulillah dari 5 helix mau membantu kita. Tentu saja kita tidak mau menerima data itu begitu saja. Kami harus melakukan verifikasi dan validasi, kelurahan mana yang kasusnya paling tinggi. Kemudian kami mengadakan kerja sama dengan kelurahan, puskesmas, dan PKB. Pada saat pembekalan TPK kami menambahkan materi tentang psikologi. Kami pun memiliki strategi memberikan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) tidak hanya pada balita tetapi juga pada ibu hamil. Kami juga memberikan program ke remaja melalui bina keluarga remaja. Ini sudah kami jalankan, artinya kami tinggal mengoptimalkan karena mungkin kita belum optimal. Kami berharap kasus stunting di Balikpapan tidak bertambah.
Bagaimana sebenarnya data Kemenkes bisa sinkron dengan di kabupaten/kota?
LD: Ada dua metode yang mengukur. Pertama, metode sampling dan yang kedua adalah metode sensus. Kegunaan sebenarnya beda. Sampling itu hanya untuk menarik kesimpulan yang sifatnya wilayah. Nah ini memerlukan beberapa aspek seperti aspek coverage, aspek alat ukur yang harus standar, dan aspek petugas. Sebetulnya kami juga kecewa terhadap pemerintah daerah yang hanya berfokus pada hasilnya. Sekarang kita fokus pada intervensinya saja, deh.
Adakah orang yang menolak dirinya terindikasi stunting?
LD: Ini sempat gempar dan akhirnya stunting dianggap stigma. Stunting terjadi karena adanya missed prediction stunting. Jadi pernah ada yang menolak, setelah itu tidak datang lagi ke posyandu. Nah itulah guna pendamping, jangan sampai menarik diri dan tetap aktif di posyandu.
Baca juga: 125 Peserta Ikut Rakerda Program Bangga Kencana dan PPS, Komitmen Tuntaskan Penurunan Stunting
Bagaimana ciri-ciri stunting?
AW: Itu dilihat dari tinggi badan berdasarkan usia dan berat badan berdasarkan usia. Dan juga stunting bisa terjadi dari alat ukurnya yang selama ini tidak tepat. Kita hanya mengukur tumbuh tetapi tidak mengukur perkembangan, maka kita memberikan APE kepada posyandu. Itulah kenapa posyandu harus prima dan terintegrasi.
Berdasarkan data Kemenkes, faktor yang menurunkan stunting dengan persentase sebesar 96,4 persen itu dilihat dari pemberian air susu ibu (ASI). Apakah ibu-ibu zaman now tidak lagi memberikan ASI?
LD: Sebenarnya ada faktor sensitif dan spesifik. Spesifik itu kaitannya dengan integritas gizi. Masalah stunting adalah pada masa periode 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari dalam kandungan dan dua tahun pertama kehidupan. Untuk mencegah stunting bisa dari banyak faktor, misal kualitas ASI dan makanan pendamping ASI. Idealnya ASI diberikan secara eksklusif. Karena ASI menyelamatkan bayi dan merupakan makanan terbaik untuk bayi. Nah, apa sebab yang menghambat para ibu tidak memberikan ASI? Biasanya karena kurang telaten dan tidak ada keinginan. Karena memberi ASI itu harus ada keinginan. Kemudian hambatan lain seperti kurangnya motivasi dan dukungan dari lingkungan, tingkat stres, dan juga kesibukan seorang ibu sebagai wanita yang bekerja.
Apakah pernikahan dini juga faktor penentu adanya stunting?
LD: Ya benar. Kontributor stunting adalah juga pada calon pengantin yang mengalami 40 persen anemia dan 36 persen kekurangan energi kronis. Pernikahan dini juga termasuk. Jika tidak diselamatkan pada calon pengantin dan intervensinya, akan bahaya. Maka ini menjadi PR dan kami mulai dari remaja.
AW: Makanya kenapa program kita di Balikpapan setiap Jumat setiap remaja putri selalu minum tablet penambah darah untuk mencegah anemia. Jadi saat sudah masuk masa pernikahan sudah tidak anemia. Tablet penambah darah kan diberikan kepada anak di atas 12 tahun. Makanya kami mulai dari anak SMP.
Sebagai kata penutup, pesan terhadap kasus stunting ini?
AW: Kita mulai dari generasi Z. Di DP3AKB, ada forum anak dan duta genre. Kita juga edukasi mereka untuk sosialisasikan kepada teman sebayanya bagaimana pencegahan stunting. Jadi kami memulainya dari anak remaja. Kalau anak remaja kan lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebayanya. Kami berharap dengan aksi seperti ini bisa menurunkan stunting khususnya di Kota Balikpapan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.