Ibu Kota Negara
Warga Tersingkir dari IKN Nusantara, Uang Ganti Rugi Rumah dan Kebun tak Cukup untuk Beli Lahan
Kisah warga tersingkir dari IKN Nusantara. Uang ganti rugi rumah dan kebun tak cukup untuk beli lahan, kini harus pindah dari kampungnya sendiri
Ia bahkan tak bisa membaca total uang ganti rugi kebunnya. Tapi memilih setuju agar tak dibawa ke pengadilan.
Sementara, Ronggo mengambil sikap menolak. Setelah mengetahui nominal keseluruhan, ia lalu membagi dengan luas lahannya dan mendapat hasil Rp 180.000 per meter.
“Saya sanggah karena merasa terlalu rendah dan luasan kebun saya juga tidak sesuai, lebih kecil dari hasil ukur tim Satgas. Di situ saya tolak,” tegas Ronggo.
Gayung bersambut. Warga lalu beramai-ramai menolak.
Puncaknya, warga memasang spanduk keluhan soal nilai ganti rugi di beberapa titik sekitar kawasan IKN jelang kedatangan Presiden Jokowi ke IKN, Kamis (23/2/2023).
Namun, dicopot petugas atas instruksi polsek setempat melalui lurah. Padahal, niat warga ingin memperlihatkan ke Jokowi agar mendengar keluhan warga pemilik lahan di KIPP.
Baca juga: Kawasan IKN Nusantara Didesain Tak Banjir Hingga 100 Tahun ke Depan, Cek Caranya
Sejak melakukan protes, Ronggo mengaku sering didatangi petugas dari kecamatan, tim penilai hingga polisi dan TNI ke rumahnya.
“Katanya semua setuju loh, hanya sampean saja. Kalau tidak setuju, nanti ada apa-apa sama sampean, repot,” ucap Ronggo, menirukan.
Sementara rekannya, Teguh Prasetyo juga mengaku pernah dihubungi petugas jam 12 malam ajak ketemu. Tapi, dia tak memenuhi permintaan itu.
Tak ada lahan pengganti
Sebelum sampai pada tahap akhir penyerahan hasil seperti yang diutarakan warga masuk dalam ruangan tertutup dan diberi amplop.
Tahapan pembebasan lahan untuk kepentingan umum terbagi dalam empat tahap yakni perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta penyerahan hasil.
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Hasil penelusuran Kompas.com menemukan pelaksanaan ke empat tahapan tersebut tidak berjalan efektif dan diduga melanggar tahapan.
Misalnya, tidak tersedia lahan pengganti atau relokasi bagi warga terdampak KIPP. Yang tersedia hanya berupa uang.
Padahal, Pasal 76 Permen ATR menyebutkan, bahwa ganti rugi lahan bisa berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Thomy menyebut, petugas kadang mensosialisasikan lahan pengganti atau relokasi warga yang berdampak IKN, tapi tidak ada realisasi.
“Ngomong saja, enggak ada lahan yang disiapkan. Buktinya sampai sekarang enggak ada lahan yang disiapkan buat relokasi warga.
Mana lahannya? Enggak ada. Kita tanya mereka kadang jawab enggak nyambung, jadi warga malas nanya,” ungkap Thomy sedikit kesal.
Akibat tak ada pilihan lahan pengganti atau relokasi, Hamidah terpaksa kehilangan kebun meski itu satu-satunya sumber penghasilan keluarga dan juga rumah.
Padahal, jika ada pilihan lain, Hamidah mengaku bakal memilih lahan pengganti atau relokasi ketimbang uang.
"Uang bisa habis. Kalau kebun panen sedikit-sedikit penghasilan ada terus," kata Hamidah.
Tak hanya itu, warga juga mengaku tidak mengakses dokumen studi kelayakan atau Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) saat uji publik.
Padahal, dalam Pasal 3 Permen ATR, DPPT merupakan hasil studi kelayakan yang salah satu itemnya mengkaji dampak sosial ekonomi, budaya dan lingkungan yang timbul serta cara penyelesaiannya.
Dokumen itu disusun melibatkan tim ahli, lalu diverifikasi tim yang dibentuk Gubernur Kaltim.
“Saya ini hampir setiap kali pertemuan selalu hadir. Enggak pernah kami terima atau baca dokumen itu,” kata Thomy.
Padahal, konsultasi publik berlangsung selama 60 hari oleh tim yang dibentuk Gubernur Kaltim bernama Tim Persiapan dengan melibatkan asisten yang membidangi urusan pemerintahan, biro hukum, bupati, dan pejabat pertanahan setempat.
Tapi Ronggo, Thomy, Teguh hingga Edy mengaku tidak lebih dari 5 atau 6 kali dipanggil ke kantor camat.
Undangannya hanya melalui grup whatApps yang beranggotakan warga terdampak KIPP.
Warga mengaku tidak mendapat penjelasan yang detail perihal nasib mereka setelah rumah dan lahannya dibebaskan saat sosialisasi maupun uji publik.
“Semua penuh dengan ketidakpastiaan. Warga enggak tahu harga, enggak tahu di mana lokasi relokasi, pokoknya simpang siur informasinya,” terang Ronggo.
Edy mengatakan, setiap ada undangan pertemuan di kantor camat, yang terjadi hanya satu arah. Petugas panjang lebar menjelaskan, tapi masyarakat tidak banyak paham termasuk dirinya.
“Biasanya di spanduk itu ada tulisan sosialisasi. Tapi kita enggak tahu, enggak ngerti apa yang disampaikan petugas di depan,” kata Edy.
Proses tranfer informasi yang tidak efektif itu diperparah dengan pematokan lahan warga secara mendadak tanpa diketahui pemilik.
Jika merujuk ke empat tahapan di atas, pematokan harusnya di lakukan saat tahap pelaksanaan apabila semua warga sudah setuju pada tahap perencanaan hingga persiapan.
“Ini masyarakat banyak tidak tahu apa-apa, tiba petugas turun pasang patok batas KIPP. Ada yang di depan rumah warga, samping, belakangan, ya warga kaget,” terang dia.
Misskomunikasi
Sekretaris Camat Sepaku, Hendro Susilo mengakui ada proses tranfer informasi yang tidak efektif sejak awal tahapan.
Akibatnya, timbul persoalan karena adanya misskomunikasi.
“Kemarin ada info patok dibuang, waktu itu ada juga yang dibawakan parang, jadi ini miskomunikasi,” kata dia.
Hendro mengaku, tidak mengetahui pola komunikaai tim saat sosialisasi dan uji publik sebelumnya, karena dirinya belum bergabung.
“Kami enggak salahkan sebelumnya. Tapi, apakah semua sosialisasi sudah dilakukan secara maksimal tahap demi tahap. Bahasanya pun harus warung kopi, biar lebih mudah dipahami masyarakat,” kata dia.
Anggota Tim Persiapan, Imanudin mengklaim, seluruh tahapan dari perencanaan hingga penyerahan hasil sudah berjalan sesuai ketentuan.
Hanya pemahaman masyarakat tidak merata. Setiap kali melakukan sosialisasi atau uji publilk, kata dia, pihaknya selalu memberikan undangan ke RT, Lurah dan Camat.
Selanjutnya, warga diundang oleh RT. Tapi, warga mengaku diundang melalui WhatsApps grup. Itu pun tidak disampaikan agenda. Hanya diminta datang ke kantor camat.
“Kalau kami melanggar tahapan tentu jadi temuan. Hanya memang warga mungkin tidak cukup informasi untuk berdiskusi," ungkap pria yang menjabat Kabag Pemerintahan, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setprov Kaltim ini.
Kendati begitu, Imanudin mengakui semua tahapan berlangsung cepat karena diburu waktu.
Sejak tahap pelaksanaan hingga penyerahan hasil, kata dia, batas maksimal yang diberikan sesuai aturan hanya satu bulan.
Karena itu, sosialsiasi dan konsultasi publik kadang dikebut bersamaan dalam satu hari.
“Misalnya, sosialisasi dari jam sekian sampai jam sekian. Setelah itu, di tempat sama kami ganti jadi uji publik, enggak masalah. Kami dikejar waktu,” kata dia.
Ganti rugi uang biar cepat Imanudin mengakui sejak awal memang tidak disiapkan lahan pengganti atau relokasi bagi warga, jika menolak ganti rugi dalam bentuk uang.
Selain lebih cepat dan praktis, ganti rugi uang juga minim risiko hukum.
“Memang pilihan utama agar mudah, maka ganti uang yang pertama. Lebih cepat proses dan pemberian negara itu dalam bentuk uang mudah, dari khas negara ke rekening warga, pembuktiannya pun lebih nyaman," terang dia.
Tapi, melihat dinamika lapangan, pihaknya mulai memikirkan opsi penyediaan lahan bagi warga, karena sebagian warga kehilangan tempat tinggal.
“Kami sudah rapat dengan Otorita IKN agar disiapkan lahan pengganti atau perumahan tapi sampai saat ini belum ditentukan lokasi pastinya," kata Imanudin.
Merujuk ke Permen ATR, pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang dilakukan dalam waktu paling lama 17 hari hari sejak penyampaian hasil validasi.
Kemudian, tanah pengganti disediakan pemerintah paling lama 6 bulan sejak diterimanya permintaan tertulis dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
Sementara, relokasi atau permukiman baru, paling lama satu tahun. Lokasi tanah pengganti atau relokasi, harus didasarkan kesepakatan pada saat musyawarah bersama warga terdampak.
Otorita IKN siapkan lahan Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin mengakui pihaknya belum menyiap lahan pengganti atau pemukiman kembali bagi warga terdampak KIPP IKN.
“Karena memang organisasi ini (Otorita) baru dilengkapi jadi masyarakat juga bisa memahami. Tapi prinsipnya kami merespons baik. Kami menyiapkan lokasi di sekitar IKN bagi warga terdampak," kata dia.
Nantinya, di pemukiman kembali warga itu akan dibangun dengan standar adil dan layak. Termasuk seluruh fasilitas pendukung dan fasilitas umum agar bisa mewadahi kesejateraan masyarakat.
Alimudin mengatakan, ada beberapa lokasi yang masuk dalam perencanaan saat rapat tiga deputi yakni Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Lingkungan Hidup dan SDA serta Deputi Perencanaan dan Pertanahan.
“Sesegera mungkin kami harus siapkan. Itu wajib agar warga tidak tersingkir, tetap berada di Sepaku, menikmati pembangunan IKN," kata dia.
Tak bisa intervensi nilai tanah
Soal harga ganti rugi lahan yang diprotes warga, Alimuddin menilai banyak warga sudah termakan informasi liar perihal lonjakan harga tanah di sekitar IKN yang naik hingga miliaran rupiah.
"Padahal, tidak ada bukti otentik yang melakukan transaksi seperti itu. Jika ada bukti, tentu jadi salah satu acuan bagi tim penilai untuk menentukan nilai tanah masyarakat," kata Alimuddin.
Sekretaris Camat Sepaku, Hendro Susilo menduga kekecewaan warga salah satu pemicunya termakan janji manis oleh pihak-pihak tertentu perihal tingginya nilai ganti rugi.
Begitu terjadi sebaliknya, warga kecewa. Selain itu, Hendro juga meminta masyarakat harus memahami informasi yang utuh perihal penilaian harga tanah.
"Tim penilai tanah itu adalah tim independen yang memiliki keahlian dalam bidang itu. Jadi, enggak sembarangan nentukan harga. Jika kita negosisasi harga, berarti kita justru intervensi, ya enggak bisa," kata dia.
Bantah ada intimidasi
Alimuddin dan Hendro membantah tak ada intimidasi dalam proses penyerahan hasil nilai tanah warga.
Alimuddin mengatakan, pemanggilan satu per satu warga masuk dalam ruang itu dalam rangka memberitahu nilai tanah.
"Jadi terima amplop itu memang dibuat satu-satu. Karena harga berbeda antar warga. Luas lahan, letak, legalitas semuanya mempengaruhi harga," kata Alimuddin.
Dia meminta masyarakat juga perlu memahami tahap demi tahap dalam proses pembebasan lahan itu agar tidak terjebak dalam informasi keliru.
Sementara, Hendro mengatakan, tujuan dipanggil satu per satu dalam ruangan itu agar bisa kosentrasi memutuskan memutuskan antara menerima hasil penilaian tersebut atau menolak.
"Ini penentuan akhir jadi warga mesti kosentrasi. Kalau diruang terbuka, banyak orang ada potensi dipengaruhi orang lain," kata dia.
Meski begitu, Hendro mengaku akan menyampaikan ke tim pengadaan agar bisa dipertimbangkan masukan warga perihal diumumkan secara terbuka perihal harga.
Bukan dialog tapi mobilisasi
Dosen Program Studi Pembangunan Sosial Universitas Mulawarman, Sri Murlianti menyebut klaim pemerintah perihal dialog dengan masyarakat setempat terkait IKN maupun ganti rugi lahan, hanya kosongan belaka.
Yang terjadi, kata Sri, justru mobilisasi warga.
"Saya ke sana wawancara warga, yang terjadi justru mobilisasi. Di mana warga di datangkan ke kelurahan, kecamatan, baru diberi angin segar, pokoknya jangan khawatir.
Sampai detik terakhir pun pokoknya jangan khawatir. Jangan mempersoalkan tanah, nanti dibakal ganti rugi," ungkap Sri.
Untuk itu, Sri melihat masyarakat di sekitar IKN seperti dalam situasi ketidakpastian.
Kekhawatiran tergusur hingga hilang ruang hidup terus menghantui. Karena, sejak awal, kata dia, tidak ada penelitian mendalam perihal kondisi masyarakat setempat sebagai penerima langsung dampak dari pembangunan.
"Yang terjadi justru sebaliknya. Diketok dulu (IKN) pindah baru penelitian menyusul. Itu pun hanya beberapa hari di lapangan dan tidak masuk ke perkampungan masyarakat," terang Sri.
Untuk itu, Sri menilai selama prosesnya tidak ada partisipasi publik yang bermakna atas terselenggarnya pembangunan IKN di Sepaku.
Baca juga: Menhub Jelaskan Rencana Pembangunan Kereta di IKN Nusantara, Dirut KAI Sebut Alasan Belum Terlibat
(Kompas.com/Zakarias Demon Daton)
Politisi PKS Dukung Rencana Pembangunan Jalan Pendekat Jonggon-IKN Nusantara |
![]() |
---|
Aturan Jokowi, Komponen Kendaraan Listrik IKN Nusantara 50 Persen dari Dalam Negeri |
![]() |
---|
Otorita IKN Nusantara Kantongi 167 LoI, Tantang Investor Lihat Langsung Pembangunan |
![]() |
---|
Tanggapan PT Nindya Karya Ditunjuk Bangun Hunian ASN di IKN Nusantara, Investasinya Rp 1,42 Triliun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.