Opini

Tiga Perspektif Literasi Media dalam Menyambut Pilpres 2024: Cerdas Berkomentar dan Membagikan

Jelang Pilpres 2024 akan semakin banyak penggorengan isu, kepalsuan, dan perpecahan karena konten digital, apa yang harus serta dapat kita lakukan?

|
Editor: Amalia Husnul A
kpu.go.id
Ilustrasi Sura dan Sulu, dua maskot Pemilu 2024. Pilpres 2024 sudah di depan mata. Dengan asumsi akan semakin banyak penggorengan isu, kepalsuan, dan perpecahan karena konten digital, apa yang harus dan dapat kita lakukan? 

(3) konten menyesatkan, dipakai untuk membingkai suatu isu, individu, atau kelompok;

(4) konteks keliru, konten yang benar tapi dibagikan dengan konteks yang salah;

(5) konten tiruan, saat suatu konten asli dijiplak;

(6) konten manipulatif, informasi atau konten yang dimanipulasi untuk menyesatkan; dan

(7) konten fabrikasi, membuat konten yang sama sekali keliru untuk menipu dan melukai (Wardle dalam Susman-Peña et al., 2020).

Pengetahuan tentang jenis informasi sesat ini memungkinkan kita untuk menjadi kritis dan skeptis selayaknya seorang jurnalis.

Kevin Sanly Putera, M.I.Kom. Jurnalis, Praktisi Media Sosial, Dosen Program Studi Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara Digital Learning (UDL), Balikpapan
Kevin Sanly Putera, M.I.Kom. Jurnalis, Praktisi Media Sosial, Dosen Program Studi Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara Digital Learning (UDL), Balikpapan (HO-Dok Pribadi)

Pasalnya, hoaks (berita palsu) seolah-olah tidak akan berkurang, bahkan menjadi salah satu hadirin wajib menjelang perhelatan besar di suatu negara.

Di Indonesia, Kemkominfo RI mencatatkan 11.357 isu palsu sejak Agustus 2018 hingga Maret 2023; di mana isu hoaks terbanyak kedua dan keempat adalah tentang pemerintahan dan politik (Biro Human Kementerian Kominfo, 2023).

Baca juga: 9 Hasil Survei Pemenang Pilpres 2024 Terbaru, Adu Kuat Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies

Meski Kemkominfo RI sudah melakukan pengawasan dan pemblokiran rutin terhadap konten-konten ini, tugas memurnikan media digital dari hoaks tidak bisa diemban pemerintah sendiri.

Berbagai pemegang kepentingan di lapisan masyarakat perlu ambil peran dengan kapasitasnya masing-masing.

Bagaimanapun bentuknya, semua upaya tersebut diawali dengan literasi media, suatu praktik cerdas dalam mengonsumsi informasi.

Ada tiga perspektif ketika kita bingung menentukan kebenaran suatu informasi (Gilster dalam Aguilera, 2022a).

  • Pertama, perspektif kognitif, menggunakan nalar untuk menerima, memahami, memproduksi, mereproduksi, dan menyebarkan suatu informasi.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan:

(1) Tidak langsung percaya pada suatu konten.

(2) Segera memverifikasi ke sumber informasi kredibel lain.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved