Opini

Tiga Perspektif Literasi Media dalam Menyambut Pilpres 2024: Cerdas Berkomentar dan Membagikan

Jelang Pilpres 2024 akan semakin banyak penggorengan isu, kepalsuan, dan perpecahan karena konten digital, apa yang harus serta dapat kita lakukan?

|
Editor: Amalia Husnul A
kpu.go.id
Ilustrasi Sura dan Sulu, dua maskot Pemilu 2024. Pilpres 2024 sudah di depan mata. Dengan asumsi akan semakin banyak penggorengan isu, kepalsuan, dan perpecahan karena konten digital, apa yang harus dan dapat kita lakukan? 

(3) Membaca tidak hanya dari judul, tapi keseluruhan konten, baru kemudian menyimpulkan.

(4) Tergabung dalam jejaring yang dapat diandalkan untuk memeriksa fakta.

(5) Mengikuti perkembangan informasi dan jenis konten palsu.

  • Kedua, perspektif sosial budaya, menjadikan literasi sebagai kebiasaan yang selalu disesuaikan dengan konteks, audiens, institusi, dan dinamika politik.

Pada 2018, Kemkominfo RI mengadakan rangkaian literasi media bertajuk “Generasi Positive Thinking” dengan pendekatan agama.

Baca juga: Inilah Pemenang Pilpres 2024 Versi Survei Capres Terbaru, Ganjar, Anies dan Prabowo Bersaing Ketat

Tim kementerian bekerja sama dengan para pemuka enam agama Indonesia untuk mengadakan literasi media bagi umat di setiap agama.

Meskipun dibungkus dengan gaya khas masing-masing, inti dari acara ini satu: setiap generasi muda Indonesia harus cerdas dalam mengonsumsi dan mengolah informasi.

Dengan demikian, potensi konflik antaragama yang menjadi isu empuk gorengan dapat dihindari bahkan dihilangkan.

  • Ketiga, perspektif dikondisikan, praktik literasi media kombinasi kedua perspektif sebelumnya.

Secara sederhana, perspektif ini mengajukan utopia akan terjadi saat masyarakat terbiasa melakukan literasi media (sosial budaya) sampai mencapai pemahaman dengan cara-cara yang efektif (kognitif).

Perilaku ini menginkorporasikan literasi dalam segala tindak laku manusia, untuk usia, profesi, dan latar belakang SARA manapun.

Sejumlah institusi pendidikan dasar bahkan sudah memasukkan literasi media sebagai kurikulum pembelajaran.

Dilengkapi dengan pembiasaan praktis, maka akan lahir generasi masa depan yang siap menghadapi misinformasi dan disinformasi bentuk apapun karena sudah terliterasi secara fundamental.

Perhelatan media komunikasi zaman ini setidaknya menghadapkan kita pada dua pertanyaan reflektif (Housand, 2021):

  • Apakah kita langsung percaya pada informasi apapun yang muncul di layar?
  • Pada titik mana kita mulai mempertanyakan keabsahan dan kebenaran informasi yang kita terima?

Lewat usia, profesi, dan kapabilitas kita masing-masing, apa yang kita dapat lakukan untuk mempromosikan literasi media?

Jawabannya kembali ke refleksi dan kreativitas kita.

Ingat, literasi bukanlah keterampilan yang ada garis akhir pencapaiannya, tapi sebuah gaya hidup dan kebiasaan (Aguilera, 2022b).

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved