Berita Samarinda Terkini

Psikolog Klinis Beberkan Alasan Remaja Memutuskan Bunuh Diri, Pola Asuh Orangtua jadi Pemicu Utama

Pada bulan Februari lalu, ditemukan Seorang mahasiswa berinisial MY (22) tewas tergantung di kamar kosnya. Pemicunya diduga persoalan asmara.

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Aris
NET
Ilustrasi bunuh diri. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Akhir-akhir ini tragedi bunuh diri di Kota Samarinda meningkat, terutama di kalangan mahasiswa.

Pada bulan Februari lalu, ditemukan Seorang mahasiswa berinisial MY (22) tewas tergantung di kamar kosnya. Pemicunya diduga persoalan asmara.

Bukan hanya itu, pada bulan Mei lalu juga ditemukan seorang pemuda berinisial X diduga hilang terseret arus sungai Mahakam setelah nekat meloncat dari atas Jembatan.

Dari fenomena di atas, patut diduga bahwa Kota Samarinda sedang krisis identitas remaja, sehingga banyak yang mencari pelarian dengan bunuh diri.

Baca juga: Kakak Beradik di Samarinda Mencuri Besi di Lokasi Proyek saat Pemilik Laksanakan Salat Jumat

Mengapa remaja? Karena pada fase tersebut atau kerap disebut sebagai fase transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, sehingga tidak jarang remaja masih mencari-cari identitas mereka yang sebenarnya.

R. R. Rani Meita Pratiwi Subagyono, M. Psi., Psikologi selaku Psikolog Klinis di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda mengungkap salah satu penyebab melonjaknya kasus bunuh diri pada remaja adalah pola asuh orangtua.

"Kenapa banyak sekali remaja, selain karena memasuki masa transisi dari anak-anak ke dewasa, juga tidak banyak teman ngobrol yang bisa memahami, bisa jadi pola asuh orangtua juga, dan pengalaman traumatis yang sengaja tidak diungkap, dan itu sangat terluka juga," ungkapnya saat diwawancarai pada Sabtu (3/6/2023).

Baca juga: BNNK Samarinda Lakukan Tes Urine Dadakan ke Ratusan Petugas Lapas Narkotika Samarinda

Padahal seharusnya, orangtua menjadi rumah untuk bercerita dan mengeluhkan segala problematika anak-anaknya, kemudian menempuh solusi terbaik bersama.

"Pertama mungkin tidak ada teman yanh bisa diajak mengobrol, dan juga tidak hanya teman mengobrol tapi orang yang betul-betul memahami apa masalah dia terus kenapa dia sampai seperti ini, kebanyakan orang menganggap sepele," bebernya.

"Di sini, anak-anak jadi ngerasa gak percaya diri, sudah gak percaya diri, dianggap tidak bisa mengatasi masalah, gak didengerin juga, sehingga dia taunya adalah cara ini paling ampuh (Bunuh diri)," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved