Berita Kaltim Terkini

KPAI Soroti Potensi Pekerja Anak di Kaltim, DKP3A Belum Ada Data Valid: Perlu Survei Ulang

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) datang ke Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.

|
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Aris
TRIBUNKALTIM.COM/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
KPAI Pusat dan DKP3A Kaltim saat menggelar rapat di Kantor Gubernur, Kota Samarinda membahas terkait upaya penurunan pekerja anak. TRIBUNKALTIM.COM/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) datang ke Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.

Kedatangan KPAI guna mengawasi program nasional mengenai upaya penurunan pekerja anak di seluruh Indonesia, tepatnya Rabu (21/6/2023).

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra ditemui saat berada di Kota Samarinda mengakui isu pekerja anak jadi salah satu yang disoroti pihaknya.

KPAI sudah mengunjungi 20 Kabupaten dan Kota se-Indonesia pada tahun 2022.

Tahunb2023 ini, pihaknya melanjutkan ke 10 lokus dan salah satunya adalah Kaltim.

"Kami ada temuan, pekerja anak ini belum ada data yang terkonsolidasi di daerah-daerah," sebutnya, Kamis (22/6/2023).

Baca juga: Ditjen AHU Wakili Indonesia Bahas Perjanjian Ekstradisi di Thailand dalam Pertemuan Negara ASEAN

"Memang Kaltim ini potensi pekerja anaknya cukup ada," imbuh Jasra saat berada di Kantor Gubernur Kaltim

Potensi pekerja anak diprediksi KPAI banyak ditemukan di kota-kota besar.

Misalnya, fenomena anak jalanan atau anak-anak yang terlibat di kasus prostitusi online.

"Apalagi daerah kota, Samarinda misalnya. Biasanya kan ada anak jalanan atau kasus prostitusi online. Ini juga kami mau tahu, apakah kasus-kasus itu ada atau tidak," terangnya.

Jasra menegaskan, pengawasan pekerja anak di sektor formal justru lebih mudah, contohnya di sektor perkebunan sawit.

Tetapi, ada 1 contoh kasus yang agak sulit, misal yang terdaftar sebagai pengambil buah sawit ialah orangtua sang anak.

Tetapi dalam praktiknya, yang mengambil berondolannya justru melibatkan anak, padahal perusahaan tidak mencatatnya sebagai pekerja.

Baca juga: DPD RI Uji Sahih RUU Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam di Fakultas Hukum Unmul

"Hal-hal seperti ini harus jadi perhatian terutama perusahaan. Prinsipnya, anak itu kan tidak boleh bekerja di sektor terburuk tadi atau jadi pekerja anak," tandasnya.

Memang ada beberapa kondisi yang membolehkan anak bekerja sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pada pasal 69 ayat 2 berbunyi, pengusaha diharuskan memenuhi syarat dalam mempekerjakan anak di usia 13-15.

Diantaranya, ada izin tertulis dari orang tua atau wali, perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali.

Lalu, waktu kerja maksimal tiga jam, dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.

Perusahaan harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, adanya hubungan kerja yang jelas, dan menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Di situasi pandemi Covid-19 yang lalu, KPAI melihat bahwa anak-anak berada dalam situasi yang tidak mudah.

Mulai dari isu keluarga hingga putus sekolah karena diajak bekerja.

"Komitmen negara itu kan, semua anak yang bekerja harus ditarik, dikembalikan dan dikuatkan keluarganya. Kalau memang keluarga tidak mampu untuk menghidupi selama ini, bagaimana intervensi ekonominya atau pengetahuan pengasuhannya," tandas Jasra.

Terpisah, Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita menjelaskan, bahwa data pekerja anak di Kaltim memang belum ada yang valid.

Baca juga: Program Rehab Rumah Baznas Kutim, Terealisasi 7 Rumah, Target 36 Rumah

Pihaknya bersama Universitas Mulawarman (Unmul) belum lama ini melakukan bekerja sama guna melakukan survei demi mengetahui jumlah pekerja anak beserta motifnya, tetapi ini belum tereksplor secara luas.

"Selama ini masih mengira-ngira walaupun secara kejadian itu ada. Tapi kan kami tidak bisa langsung menetapkan di wilayah A ini misalnya, banyak pekerja anak dan di lain tidak," terang Noryani.

Meski demikian, data secara umum dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) pada tahun 2020, pekerja anak di Kaltim tak mempunyai penghasilan sekitar 6,59 persen.

Sementara untuk pekerja anak yang memiliki penghasilan ada 3,11 persen.

"Kami melihat persentase itu dan dari penduduk Kaltim sebanyak 3,4 juta, berarti (diperkirakan) itu ada sekitar 1,2 juta adalah anak-anak dan 50 persennya adalah anak usia 10-18 tahun," jelasnya.

Pihaknya juga pernah menemukan pekerja anak yang justru berasal dari luar Kaltim yang hendak dipekerjakan di sebuah restoran.

Nasib anak tersebut juga telah berhasil dikembalikan ke kota asal.

"Kami perlu survei kembali data validnya. Kalau sektor formal, kita bisa memastikan sekian datanya. Kalau non formal ini susah," tandas Noryani. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved