OPINI
PPDB untuk Pendidikan Nondisparitas
Pendaftaran berbasis wilayah juga tidak lepas dari sorotan. Mengingat jalur ini termasuk kuota terbesar dari proses PPDB.

Oleh: Hendra Fredy Asmara, S.Pd
Pamong Belajar Ahli Pertama SKB Balikpapan Utara
BERAKHIRNYA tahun pelajaran pada Juni 2023 menandai akhir proses pembelajaran peserta didik di satuan pendidikan. Selain gegap gempita kelulusan, peserta didik dan orang tua harus bersiap menghadapi masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Umumnya, PPDB terdiri dari empat jalur pendaftaran. Di antaranya jalur afirmasi, prestasi, perpindahan tugas orang tua, dan zonasi. Masing-masing jalur memiliki kriteria dan syarat yang berbeda.
Prinsip pelaksanaan PPDB yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini diharapkan mampu menghadirkan kualitas pendidikan yang merata, mendekatkan jarak rumah peserta didik dengan sekolah, serta menghindari sentralisasi di satu wilayah. Tidak dapat dipungkiri bahwa jarak tempuh yang relatif jauh antara rumah menuju ke sekolah justru berakibat pada penggunaan biaya yang tidak efisien. Pertama, jelas diperlukan alat transportasi. Kedua, kendati biaya sekolahnya gratis, orang tua harus mengeluarkan ongkos lebih untuk anaknya perjalanan ke sekolah. Ironisnya, ada orang tua yang merelakan anaknya mengendarai sepeda motor dengan dalih efisiensi waktu ke sekolah padahal belum cukup umur. Dari situ berpotensi timbul ekses seperti kenakalan remaja.
Hingga hadirnya mekanisme PPDB yang sekarang, dahulu publik kerap menilai satuan pendidikan tertentu sebagai sekolah unggulan, atau sebutan elitis lainnya. Adanya anggapan sekolah unggulan yang dilekatkan pada sekolah di suatu tempat, tentu menyisakan sekolah nonunggulan di tempat yang lain. Selain itu, polarisasi sekolah negeri dan sekolah swasta juga sering mengemuka. Kondisi inilah pangkal dari disparitas pendidikan.
Skema PPDB demikian ternyata belum sepenuhnya mampu menghadirkan tata kelola PPDB yang ideal. Hal ini ditunjukkan dengan sikap sebagian masyarakat yang diduga rugi akibat aturan PPDB kurang akomodatif. Seperti yang marak terjadi, urutan usia calon peserta didik acap kali menimbulkan pro dan kontra. Contoh kasus, pendaftar A dengan jarak rumah ke sekolah yang lebih dekat justru tidak terakomodir lantaran pendaftar B usianya lebih tua meskipun jarak rumahnya ke sekolah agak jauh daripada pendaftar A.
Masalah berikutnya muncul ketika pendaftar masuk di situs web pendaftaran online. Ada kalanya pendaftar mengeluh karena lambat masuk menu pendaftaran hingga injurytime belum berhasil mendaftar. Kemungkinan besar imbas kepadatan akses di situs web tersebut.
Pola yang berlaku pada pendaftaran berbasis wilayah juga tidak lepas dari sorotan. Mengingat jalur ini termasuk kuota terbesar dari proses PPDB. Permasalahan berawal dari rasio penduduk dengan sebaran jumlah sekolah yang tidak berimbang, khususnya sekolah negeri. Hal ini membuat calon peserta didik bimbang, di satu sisi ia bercita-cita ingin masuk sekolah negeri melalui jalur zonasi sementara tidak ada sekolah negeri terdekat dari rumahnya.
Karena itu pemerataan kualitas pendidikan melalui disentralisasi peserta didik harus dibarengi dengan penguatan komponen yang lain. Terutama kepastian rasio jumlah sekolah dengan populasi anak sebagai calon peserta didik di area domisili. Tidak kalah penting berkenaan penguatan kompetensi dan redistribusi guru, agar tiap-tiap sekolah diisi oleh tenaga pendidik yang andal.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang efektivitas pembelajaran di sekolah. Begitu pula intervensi kebijakan yang sepadan antara sekolah negeri dan sekolah swasta.
Jika berkaca dari permasalahan di atas, alternatif berikut ini kiranya bisa menjadi tawaran opsional. Pertama, PPDB yang dikelola pemerintah daerah di tingkat SD dan SMP perlu memaksimalkan peran stakeholder terkait. Misalnya, panitia PPDB daerah bisa membuka posko pengaduan di tingkat RT. Mengingat RT adalah pembagian administratif pemerintahan yang paling rendah dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Ketua RT dapat dibekali dengan petunjuk teknis PPDB untuk membantu fasilitasi ke masyarakat apabila terjadi kendala teknis seperti NIK tidak terdaftar, penyebaran informasi kuota sekolah, informasi sekolah dengan radius terdekat, dan lain sebagainya.
Kedua, kendala saat mendaftar online akibat kepadatan traffic harus diantisipasi dengan pengaturan sesi pendaftaran. Pengaturan ini menjadi opsi paling sederhana untuk mengurai penumpukan akses pendaftar online. Misalkan pembagian berdasarkan asal desa/kelurahan, dari desa/kelurahan A mendaftar pukul 07.00 sampai 09.00, dari desa/kelurahan B mendaftar pukul 09.00 sampai 11.00. Di samping itu, apabila dimungkinkan perlu peningkatan performa situs web agar menu pendaftaran online bisa diakses any time.
Ketiga, pemerintah harus lebih aktif meyakinkan kepada masyarakat bahwa PPDB berlangsung secara objektif dan akuntabel. Setiap proses yang berjalan dapat dipertanggungjawabkan. Memberikan penegasan bahwa sekolah yang dipilih berdasarkan jalur pendaftarannya adalah sekolah yang dijamin kualitasnya.
Melalui langkah-langkah di atas, upaya pemerataan layanan pendidikan melalui skema PPDB harus menyajikan proses yang mudah dan berorientasi pada pemenuhan hak warga negara. Sehingga, perbaikan tata kelola PPDB yang dilakukan secara berkelanjutan menjadi wujud perbaikan kualitas pendidikan, bukan malah sebaliknya.
Dari situ dapat diambil persepsi bahwa kondisi terbaik dalam penyelenggaraan pendidikan adalah praktik pendidikan yang adil dan merata, dalam hubungan ini dibutuhkan community development entity. Di mana pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait memiliki peran yang tidak terpisahkan guna mewujudkan tujuan pendidikan. Maka, proses yang berlangsung dalam PPDB adalah bagian dari efforts yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.***
Kisah Inspiratif: Mulianya Tugas Seorang Perawat |
![]() |
---|
Merdeka, tapi Masih Antre Beras |
![]() |
---|
Ajaib, Defisit Anggaran Namun Duit Ratusan Miliar Justru Nganggur |
![]() |
---|
Kini Bertani Tak Lagi Manual: Inovasi UMY Bawa Digitalisasi ke Ladang, Aplikasi Bantu Kerja Petani |
![]() |
---|
Dinamika Pengaturan Tanah Telantar, Wajah Politik Kebijakan Pertanahan RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.